Gereja tetap hidup
Suatu hari di tahun 2005. Almarhum Rm. Tom Jacob SJ berbicara santai dengan Rm. Suharyo. Ia menyampaikan kegelisahannya, jika suatu saat nanti negara Indonesia seperti Belanda, gereja-gereja ditinggal umat.
Lalu kedua romo tersebut berdiskusi. Berbicara dari A sampai Z. Jawaban mereka sama: “Ketika umat tidak lagi bisa mengikuti misa. Tidak lagi menjumpai pastor. Tidak lagi dapat menerima sakramen-sakramen, Gereja akan tetap hidup selama umat masih berdevosi.”
Devosi itu bisa memelihara umat, meski tidak ada pastor untuk mempersembahkan misa. Jadi, devosi itu sangat berarti dan memiliki tempat bagi umat Katolik khususnya umat sederhana.
Itu dikatakan oleh Rm. Prof. Dr. Emanuel Pranawa Dhatu Martasudjita Pr dalam Seminar Devosi Umat di Wisma Albertus, Selasa, 7-8 Februari 2023.
Seminar ini dihadiri oleh Uskup Agung Palembang sekaligus Administrator Apostolik Keuskupan Tanjungkarang Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Uskup terpilih Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo, para romo, bruder, suster, dan umat.
Tahun 2023 ini Arah Dasar VI Keuskupan Tanjungkarang dicanangkan sebagai Tahun Devosi. Dengan adanya seminar ini diharapkan para romo memahami bersama tentang devosi dan membahasnya di paroki-paroki bersama umat.
Lupa nama
Rm. Martasudjita Pr menceritakan tentang ibundanya. Setelah operasi otak, ibunya masih bertahan hidup tiga bulan. Anak-anaknya bertanya siapa nama diri mereka masing-masing. “Bu, kulo sinten? Ibu sama sekali tak bisa mengingat nama kami, anak-anaknya. Ibu menjawab, ‘Lali aku,’ kata Rm. Martasudjita menirukan kata-kata ibunya.
Lalu anak-anaknya minta supaya ibunya berdoa Salam Maria dalam bahasa Jawa. “Nama anaknya lupa. Tetapi doa-doa devosi yang dihidupinya, masih sangat lancar,” tutur Rm. Martasudjita Pr ini.
Devosi
Ada berbagai macam devosi seperti: devosi kepada Bunda Maria, St. Yosep, Hati Yesus Yang Mahakudus, santo dan santo pelindung.
Devosi sendiri telah tumbuh dalam Gereja sejak abad-abad pertama. Pada saat itu banyak umat Katolik yang berdevosi kepada Bunda Maria, penghormatan kepada Ekaristi, dan reliqui para martir. Awalnya, altar gereja dibangun di atas makam martir. Seiring waktu cukup bila ada reliqui. Lalu semakin longgar, yang penting altar telah diberkati Uskup.
Sikap hati
Devosi kadang disebut juga ulah kesalehan, religiusitas umat. Pada prinsipnya devosi tidak termasuk bagian dalam liturgi, tetapi sangat dianjurkan karena bernilai dan mengumat.
Devosi menunjuk sikap hati penuh cinta untuk menghormati Tuhan atau pribadi tertinggi yang dicintai dan dikagumi. Aturannya lebih longgar apalagi dilakukan secara pribadi. Ungkapannya pun lebih sederhana. Devosi dinilai selaras dengan jiwa, kaidah dan irama liturgi. Devosi merupakan religiusitas rakyat yang ada dalam kehidupan suku, bangsa, orang, dan kultur.
“Seseorang dikatakan telah berdevosi bila melakukannya dengan penuh cinta, teratur, konsisten dan menghayati semangatnya dalam kata dan perbuatan sehari-hari,” tutur romo kelahiran Bantul, Yogyakarta ini.
Devosi dapat melengkapi apa yang dipandang kurang dalam liturgi yakni sisi afeksi, emosi, dan kerinduan batin dengan segala ungkapan lahiriah.
Di pandang dari sudut antropologis, liturgi Gereja tidak bisa menampung seluruh segi kemanusiaan kita. Manusia terlalu kompleks secara manusiawi dalam hubungan dengan sosial, budaya, dan kerinduan-kerinduan batinnya. Maka, devosi mampu menampung kebutuhan afeksi dan batin dalam relasi dengan Allah.
Sesuai porsi
Ada bahaya bila kita berdevosi berlebihan. Jangan sampai menggantikan liturgi Gereja. Bagaimana pun, liturgi Gereja jauh lebih unggul daripada devosi. Devosi juga harus dijauhkan dari praktek dan paham magis. Menggeser Allah sebagai sumber terkabulnya doa. Disamping itu, devosi juga harus sesuai dengan iman Gereja yang benar. Misalnya, saking cintanya pada Bunda Maria, Yesus dinomorduakan.
Tempat-tempat devosi bila berkembang bisa menjadi tempat ekumenis, dialog dengan kelompok lain, dan menjadi gerakan sosial-ekonomi.
Rm. Martasudjita menjelaskan lebih lanjut, misalnya, Gua Maria. Bila dikelola dengan baik, bisa mendatangkan pemasukan. Maka perlu diperhatikan: letak yang strategis, mudah dijangkau, fasilitas yang baik seperti: penginapan, parkir, dan kuliner.
Harapan
Rm. Martasudjita Pr meminta para imam untuk dapat merengkuh semua kelompok devosi yang ada, termasuk bila ada yang tersesat atau bersikap aneh-aneh. “Kadangkala itu bukan disebabkan karena devosinya. Akan tetapi, orangnya yang bermasalah,” Maka, sebagai imam juga harus berusaha menemukan bentuk devosi yang cocok bagi kelompok orang muda, misalnya. Bagaimana melakukan pendidikan iman dalam keluarga baik itu menyangkut praktek-praktek devosi mau pun pendidikan yang berjenjang.
Di akhir seminar ini, Mgr. Yohanes Harun Yuwono menyampaikan harapannya, semoga para romo mendapat pencerahan lewat seminar devosi ini dan membahasnya bersama umat di paroki-paroki. Selain itu, Uskup juga meminta agar para imam memperkenalkan kepada umat bentuk-bentuk devosi. Setiap romo hendaknya juga berdevosi sebagai kesaksian.***
M. Fransiska FSGM