Perayaan Ekaristi menjadi sumber dan puncak iman hidup orang Kristiani, untuk itu penting mempersiapkan segala sesuatu terkait dengan perayaan ini. Salah satu yang penting adalah pelayan altar yaitu mereka yang terpanggil untuk menjadi misdinar atau Putera puteri altar. Menjadi misdinar adalah panggilan Tuhan untuk melayani. Dipanggil sebagai Persekutuan “Communio Putera puteri Altar” untuk melayani Tuhan dan sesama dengan ketulusan hati sebagai ungkapan iman dan persaudaraan.
Hal itu tercermin dalam acara TENAR GaK (Temu Misdinar Paroki Gisting dan Kedaton) yang dilaksanakan pada 17-19 Juni 2024 di Kompleks SD Fransiskus Gisting dengan tema Together, serving, with love and unity. Sebanyak 120 anak remaja berkumpul untuk berdinamika bersama. Dalam kegiatan ini dilangsungkan pembinaan, pendalaman, dan keakraban antar misdinar.
Hari pertama, Kegiatan diawali dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh RP. Fridho Mulya, SCJ (Romo Paroki Gisting) didampingi RD.Pius Wahyo Adityo Raharjo (Ketua Komisi Karya Misioner/Karya Kepausan Indonesia Keuskupan Tanjungkarang). Dalam homilinya, Romo Pius menekankan bahwa sesuatu yang baik akan menjadikan setiap orang setia pada kasih.
“Semangat pelayanan itu kalau seseorang memintamu berjalan sejauh 1 mil, maka berjalanlah bersama dia sejauh 2 mil, artinya menjadi misdinar harus memiliki pelayanan yang lebih bagi gereja”, ujar Romo Pius.
Sebelum berkat penutup, Romo Fridho juga mengatakan bahwa kegiatan ini berlangsung dengan tujuan untuk memupuk tali ikatan persaudaraan antara Paroki Gisting dan Kedaton, serta memupuk mental dalam pelayanan sebagai misdinar.
“Jalani kegiatan ini dengan sepenuh hati supaya kalian bisa mendapatkan sesuatu yang indah dan bermanfaat bagi diri kalian masing-masing”, pesan Romo Fridho.
Hari kedua, para peserta diajak untuk berjalan berdua-dua menuju Bukit Idaman Gisting untuk bermeditasi alam. Melalui berjalan berdua-dua mereka akan saling melengkapi, meneguhkan dan saling mengingatkan atau saling mengontrol sehingga mereka tetap ada dalam jalur pewartaan yang benar. Setelah berjalan selama kuranglebih 45 menit, peserta langsung diarahkan untuk duduk diatas bukit dan melakukan meditasi alam yang dipandu oleh Sr. Susana, HK. Dengan ditemani suara kicauan burung, suara dedaunan yang bersentuhan, peserta diajak untuk belajar berdoa melalui alam ciptaan.
Setelah bermeditasi alam, peserta melakukan kegiatan outbond. Ada 8 pos yang disediakan seperti estafet sedotan, tali kehidupan, sambung ayat Kitab Suci, balap gelas, estafet gelas, cukurukuk, estafet taplak, dan gobak sodor. Secara umum kedelapan permainan ini mengajak peserta untuk melatih kekompakan, Kerjasama antar tim, menguji strategi, kepekaan, ketanggapan, kelincahan, dan kesabaran. Tentunya nilai-nilai yang didapatkan ini menjadi dasar bagi peserta pada saat mereka melayani Tuhan sebagai misdinar.
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan materi yang disampaikan oleh Romo Pius mengenai semangat melayani dengan cinta kasih. Romo Pius mengingatkan sebagaimana perkataan St. Yakobus tentang iman yakni iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.
“Begitu pula dengan pelayanan, jika pelayanan tanpa perbuatan maka sama dengan mati. Seorang Putera puteri Altar dapat melayani dengan penuh cinta apabila dirinya mencintai Ekaristi yang menjadi sumber dan pusat hidup kita”, tegas Romo Pius.
Melalui pesan ini Romo Pius melakukan sesuatu hal yang tidak dapat diduga oleh para peserta, yaitu pembasuhan kaki. Romo Pius membasuh kaki para misdinar sebagai wujud pelayanan kasih. Tak lupa juga Romo memberikan nasihat bagi para misdinar untuk tetap semangat dan setia dalam melayani Tuhan karena Tuhan sudah berkorban untuk kita diatas kayu salib.
Untuk melatih kreativitas dari para peserta, pada malam di hari kedua, digelar tampilan King and Queen dengan memakai pakaian yang berasal dari majalah bekas. Dalam kurun waktu dua jam diharapkan peserta dapat menyelesaikannya. Dan tidak terduga, mereka menampilkan hasil karya terbaik mereka dan menunjukkannya dengan rasa penuh percaya diri. Selain penampilan King and Queen, para perwakilan peserta dari Paroki Gisting dan Kedaton juga menampilkan pentas seni yang berbau budaya. Tidak hanya peserta, para frater dari Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ) juga menampilkan sebuah drama musical tentang seseorang yang berjuang untuk hidup seturut jalan Tuhan ditengah banyaknya godaan yang datang menghampiri. Suster-suster dari Kongregasi HK dan FSGM juga turut memeriahkan dengan menampilkan nyanyian yang membuat para peserta berjoget.
Dalam suasana hening dan doa, peserta melakukan ibadat malam Cahaya dengan berjalan dari Aula SD Fransiskus menuju Goa Maria yang terletak di halaman depan Gereja Paroki St. Pius X Gisting. Peserta membawa lilin dengan penuh hikmat dan meletakkan lilin tersebut membentuk gambar salib dan hati. Ini menggambarkan pelayanan mereka kepada Tuhan dilakukan dengan penuh cinta.
Hari ketiga, kegiatan ditutup dengan refleksi bersama dan dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh RD. Pius Wahyo Adityo Raharjo.
-R.A.Swani Pramesti-