Surat Gembala Uskup Archives - Keuskupan Tanjungkarang

Surat Gembala Uskup

SURAT GEMBALA USKUP TANJUNGKARANG TAHUN ARDAS VIII : TAHUN KEADILAN SOSIAL KEMANUSIAAN

SURAT GEMBALA USKUP TANJUNGKARANG TAHUN ARDAS VIII : TAHUN KEADILAN SOSIAL KEMANUSIAAN NO : 006/SGU/DIO.TJKG/II/2024 Menjadi Sesama dalam Karya Belas Kasih: Tugas Perutusan di Tengah Dunia.   Saudara saudari yang terkasih : Bapak, Ibu, kaum muda, kaum remaja, anak-anak, Para Imam, dan Biarawan-biarawati di Keuskupan Tanjungkarang. Kita sedang berada di penghujung tahun ketujuh arah dasar kita, yakni Tahun Pendidikan Cinta Budaya dan Kaderisasi Politik Cinta Tanah Air. Kita sudah berupaya sekuat tenaga untuk berpartisipasi aktif menjadi bagian dari masyarakat-bangsa Indonesia, yang dipanggil untuk mengabdi cita-cita luhur Negara. Kita sudah belajar banyak dari fenomena nyata seputar pemilu presiden dan legislatif yang cukup menguras pikiran kita akan hal-hal yang tidak kita bayangkan sebelumnya; termasuk belajar untuk berdemokrasi dengan jujur dan benar. Kita sudah berdoa sepanjang tahun agar kita berbakti di tengah masyarakat dan bersama dengan pemerintahan Negara serta orang yang berkehendak baik dapat membangun bangsa yang beradab dan berbudaya, dalam semangat solidaritas dan gotong royong serta rasa persatuan dan persaudaraan yang sejati. Semangat ardas ketujuh, karena sistem spiral yang kita pakai kiranya tidak berhenti di sini. Kita berharap bisa semakin paham melakukan tugas pengabdian luhur ini di waktu-waktu selanjutnya. Apalagi tema di tahun kedelapan ini masih sangat erat berkaitan, yakni: Tahun Keadilan Sosial Kemanusiaan. Memaknai Tahun Kedelapan dari Ardas Dalam penjelasan dari buku Arah Dasar Pastoral keuskupan kita, tujuan kita melaksanakan tema Keadilan Sosial Kemanusiaan adalah untuk merenungkan Ajaran Sosial Gereja (ASG) atau ajaran Magisterium di dekade terakhir, supaya kita tetap sehati sejiwa dengan Gereja Universal dalam menyikapi dan menghadapi dunia, baik kebaikan atau kebahagiaannya maupun penderitaannya (GS 1). Ajaran Sosial Gereja atau ASG berisikan ajaran Gereja tentang sikap dan cara pandang Gereja berkaitan dengan permasalahan sosial di dalam masyarakat. Artinya ASG adalah perhatian Gereja dalam dimensi ad extra-nya, yang peduli pada kesejahteraan hidup seluruh manusia. ASG berusaha membawakan terang lnjil ke dalam persoalan keadilan sosial di tengah jaringan relasi masyarakat yang begitu kompleks. Dengan kata lain, ASG berusaha mengaplikasikari ajaran-ajaran lnjil yang secara ontologis bernilai kebaikan universal. ke dalam realitas sosia·lhidup bermasyarakat di dunia. Tujuan ASG adalah menghadirkan kepada manusia rencana dan kehendak Allah bagi realitas sekular dan menerangi serta membimbing manusia dalam membangun tata baru dunia, yang lebih bermartabat. Keberadaan ASG dalam Gereja tidak dapat dilepaskan dari kenyataan bahwa Gereja diutus oleh Tuhan ke dalam dunia (bdk. Yoh 17:18). Fungsi garam dan terang tentulah dimaksud saat kita masih hidup di dunia. Tuhan bahkan tidak berpikir untuk mengambil Gereja dari dunia (bdk. Yoh 17:15); sebaliknya mengutusnya ke dunia untuk menjadi sakramen kehadiran-Nya dan menandai hadirnya tanda dan sarana keselamatan Tuhan di dunia. Hal ini sangat selaras dengan visi keuskupan kita dan memang karena itu sejatinya tugas Gereja di manapun. Karena itu, tugas Gereja adalah hadir di dunia, bukan lari dari dunia. Dengan hadir di dunia, Gereja menjadi benih dan awal dari Kerajaan Allah, yang harus diwarnai ciri damai, adil dan sejahtera sebagai dambaan semua manusia (bdk. Compendium art. 49). Warta keselamatan Kristus melalui kehadiran Gereja menuntut terjadinya perubahan nyata tatanan dunia sesuai dengan yang dikehendaki Kristus. Dalam arti sempit ASG dimengerti sebagai kumpulan aneka dokumen (umumnya disebut ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja (Paus) dan berbicara tentang persoalan­ persoalan sosial. Keseluruhan dokumen tersebut haruslah dibaca dan dimengerti sesuai dengan konteks jaman yang melingkupi pembuatan dokumen tersebut. Kehidupan bermasyarakat dan realitas hidup sehari-harinya menjadi lapangan konkret bagi pengembangan ajaran sosial Gereja. Karena itu tidak mungkin kita bisa melaksanakan fungsi sosial tugas Gereja dengan jelas kalau kita tidak pernah mempelajari dan mensosialisasikan dokumen-dokumen ini. Untuk itu kita akan pertama-tama mempelajari dan memahami dokumen-dokumen ini dalam pertemuan-pertemuan lingkungan maupun studi bersama; dan selanjutnya merealisasikannya dalam aksi nyata. Diharapkan dengan memiliki pengetahuan yang lebih baik, Umat Katolik Keuskupan Tanjungkarang dapat mengambil sikap yang lebih bijaksana dalam menghadapi berbagai masalah kemanusiaan yang ada, dan dengan demikian juga dapat berpartisipasi aktif dan berbuat lebih tepat dalam mengembangkan karya sosial kemanusiaan ini, dengan menjadi bagian tak terpisahkan bagi saudara-saudari kita yang dilanda kesusahan dan yang kurang beruntung dalan hidupnya. Dengan kata lain kita menjadi sesama melalui karya belas kasih dalam tugas perutusan kita di tengah masyarakat di bumi Lampung ini; agar kesejahteraan bersama bisa dicapai; yakni seluruh apa yang baik yang menjadi kebutuhan masyarakat baik jasmani maupun rohani bisa terpenuhi dengan cukup.  Lalu dimana posisi kita? Kita sudah melewati masa krisis akibat Covid-19, yang menyadarkan kita akan kesalingtergantungan kita. Pesan tegasnya adalah agar kita mulai membangun budaya berjalan bersama memperbaharui dunia untuk menjadi tempat yang nyaman bagi semua. Namun pasca covid-19 secara cepat orang menjadi lupa diri, dan budaya sating menyingkirkan dan menghancurkan kembali lagi dengan daya rusak yang semakin hebat di bidang sosial kemanusiaan. Karena itu kita tidak boleh tidak peduli lagi. Panggilan ini semakin mendesak. Kita tidak memaksudkan bahwa Keuskupan Tanjungkarang harus mulai dari nol lagi. Kita sudah mempunyai Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) yang bersama dengan Yayasan Pembinaan Sosial Katolik (YPSK) dan Caritas Keuskupan Tanjungkarang serta Yayasan Pelita Kasih adaiah para ujung tombak karya sosial kemanusiaan keuskupan Tanjungkarang, yang menjangkau bukan hanya orang katolik, tetapi juga siapapun yang membutuhkan sentuhan kemanusiaan. Karya PSE sudah meliputi aneka pemberdayaan di bidang sosial ekonomi umat dan masyarakat. Karya YPSK sudah melayani dan memfasilitasi pemberdayaan untuk kelompok petani, peternak dll. Karya Caritas untuk penanggulangan aneka bencana dan antisipasinya. Karya Yayasan Pelitakasih untuk kaum difabel dan disable. Maka di tahun ardas kedelapan ini kita ingin semaksimal mungkin mengembangkan apa yang sudah kita mulai dan menambah bentuk-bentuk karya kemanusiaan dengan berinisiatif menjadi perintis atau pionir entah itu pengembangan CU atau Koperasi, rumah singgah untuk para gelandangan, panti-panti asuhan atau jompo; warung murah, perhatian untuk aneka UMKM dan seterusnya. Tentu saja kita tidak akan bekerja sendirian, namun selalu bekerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik. terutama dengan penanggungjawab utama kesejahteraan umum, yakni pemerintah. Penetapan Roadmap Tahun Keadilan Sosial Kemanusiaan Akhirnya kita akan mencoba memaknai dan mengisi tahun ardas kedelapan ini dalam kacamata tata keselamatan dunia terutama melalui gerakan keadilan sosial dan kemanusiaan yang komprehensif dan bertanggungjawab. Maka saya menganjurkan seluruh rumpun di pusat pastoral bekerjasama untuk menyiapkan materi katekese ASG dan sosialisasinya serta perwujudan nyatanya dengan penanggungjawab utamanya pada komisi PSE

SURAT GEMBALA USKUP TANJUNGKARANG TAHUN ARDAS VIII : TAHUN KEADILAN SOSIAL KEMANUSIAAN Read More »

Surat Gembala Paskah 2024

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus Yesus. Paska adalah inti iman kita seturut iman pokok para Rasul Kudus. Namun untuk memahami pokok iman ini kita tidak pernah boleh meninggalkan kerangka menyeluruh karya keselamatan seturut kehendak Allah, yang melibatkan misteri penciptaan, misteri inkarnasi dan misteri kebangkitan. Dengan kata yang lebih sederhana, karena semua misteri itu terkait sosok Pribadi Kristus, maka kita harus memahami, mengimani dan mengikuti Yesus yang benar dan dengan benar. Kristus yang benar adalah Kristus yang diwartakan oleh Gereja Apostolik; selanjutnya diwartakan oleh pengganti para Rasul. Mengikuti Kristus dengan benar adalah dengan mengikuti ajaran dan tindakan para Rasul. Dan kita diberi pedoman dasar beriman dengan benar oleh Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Tanpa ketiganya kita dapat tersesat. Kita dapat keliru mengikuti Yesus, misalnya kalau kita tidak menempatkan Ekaristi sebagai puncak dan sumber hidup kita, padahal Ekaristi adalah identik dengan perayaan Paskah. Padahal Hari Raya Kebangkitan Kristus, sekali lagi, adalah inti iman kita. Bapa Suci mendesak kita agar melalui permenungan panjang masa Prapaskah, kita menemukan kriteria baru mengenai keadilan dan komunitas yang dengannya kita dapat terus maju menuju masa depan. Lebih jauh Bapa Suci mengingatkan bahwa dimana-mana di dunia saat ini ada godaan besar manusia ingin menjadi yang mahakuasa, menjadi tuhan-tuhan bagi diri sendiri dan orang lain untuk dihormati oleh semua orang, untuk mendominasi orang lain, nahkan untuk menyingkirkan dan meniadakan sesama manusianya sendiri. Hal itu semakin mudah dilakukan dengan berbekal kemajuan teknologi: kita sadar betapa godaan itu semakin menggiurkan. Terhampar jelas di hadapan kita. Kita bisa terikat pada uang, pada proyek, ide atau tujuan tertentu, pada jabatan dan pekerjaan, pada gaya hidup, bahkan pada kultus individu tertentu. Dan celakanya lagi jika keinginan sudah menjadi kebutuhan dan kebutuhan sudah menjadi nafsu; nafsumengubah dunia menjadi dunia yang produktif untuk kesenangan dan kenikmatan sementara dengan menyingkirkan semua hal yang dianggap tidak produktif. Apalagi jika menggantikan kemanusiaan dengan mesin dan alat. Nilai kemanusiaan diganti dengan nilai numerik/digital. Sudah barang tentu dunia akan semakin kehilangan cinta dan rahmat Allah. Jika kita sendiri terjebak di arus dunia baru ini kita pasti sulit untuk bergerak maju dalam karya keselamatan, semua itu malah bisa melumpuhkan kita. Alih-alih ingin menyatukan manusia dalam kemanusiaan yang sama, sebaliknya malah akan tercipta banyak konflik, konflik apapun; karena manusia terjebak untuk saling bersaing demi ambisi dan nafsu masing-masing. Tiga jenis cobaan Iblis kepada Yesus, sepertinya selalu aktual dari jaman ke jaman dengan bentuknya yang selalu baru. Untuk itulah pada masa Prapaska perikop itu selalu ditampilkan kembali untuk menjadi pengingat kita secara terus menerus. Sinode Gereja Universal menjadi keputusan agung kita untuk berani melawan arus dunia. Bapa Suci meminta kita agar melalui sinode kita semakin mampu menjalankan misi membawa cinta dan rahmat bagi semesta, membangun komunio yang semakin terbuka dan semakin mampu memberi kontribusi yang baik melalui partisipasi dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Paus mengatakan: “Biarkan orang lain melihat wajah gembira, mencium aroma kebebasan dan merasakan cinta yang membuat segala sesuatu menjadi baru, dimulai dari yang terkecil dan terdekat dengan kita”. Hal ini dapat dan harus terjadi di setiap komunitas Kristiani kita. Pada persiapan Paska tahun 2024 ini, mengacu pada Arah Dasar Tahun VII Keuskupan kita: Tahun Pendidikan Cinta Budaya dan Kaderisasi Politik Cinta Tanah Air, kita sudah merenungkan secara khusus bahan APP. Semoga bahan-bahan itu menjadi sarana bantu yang efektif untuk mengisi masa tenang kita merefleksi kembali hakikat kekatolikan dan keindonesiaan kita. Dan pada Perayaan Paska menjadi saat dimana kita bersaksi tenatang pengalaman Paska baru kita. Pengalaman untuk masuk semakin dalam mewujudkan panggilan dan tugas pokok kita sebagai pembawa kabar baik. Pembawa kabar baik tentulah dengan bukti membawa kebaikan dimana-mana; dalam karya internal dan eksternal Gereja kita. Pengalaman Paska juga mengajak kita menggunakan energi baru, agar kita kuat mewujudkan semua itu; itulah energi kebangkitan, tenaga untuk terus hidup dan maju. Di hadirat Tuhan, seluruh manusia mustinya semakin menjadi saudara dan saudari, itulah persaudaraan sejati yang hendak kita capai. Di keuskupan kita, dimulai dengan mencintai budaya dan tanah air. Kita manusia sama-sama pengembara di dunia ini yang saling membutuhkan dalam peziarahan yang sama menuju tujuan akhir hidup kita. Ke mana manusia harus kembali, kalau bukan kepada asalnya yang sejati. Dan Paska membawa kita kembali kepada hadirat Tuhan itu. Selamat Hari Raya Paska 2024. Alleluia.   Bandarlampung, 18 Maret 2024 Uskup Tanjungkarang Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo

Surat Gembala Paskah 2024 Read More »

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2024 KETENTUAN PUASA DAN PANTANG KEUSKUPAN TANJUNGKARANG

Saudara-saudari yang terkasih; Anak-anak, putra-putri remaja, kaum muda, para ibu-bapak, para religius dan para imam yang dikasihi Tuhan. Pada tanggal 14 Februari 2024 ini adalah hari Rabu Abu dan merupakan awal masa Prapaskah kita. Kembali kita akan menerima abu yang mengngatkan kita untuk bertobat dan menyadari keterbatasan kita sebagai manusia lemah yang membutuhkan Tuhan. Kita diberi kesempatan melihat siapa saja diri kita di hadapan Allah. Tuhanlah Allah dan kita milik-Nya, yang bukan apa-apa, yang tiada arti bagi-Nya, namun yang tetap dan selalu dikasihi-Nya. Abu menjadi simbol hancurnya hati dan diri kita setelah kita menyadari berapa dosa telah merusak diri kira sedemikian rupa. Dan pada saar kita boleh bertobat kita menemukan kembali eksistensi dan makna keberadaan kita yang selalu butuh Sang Pencipta kita sendiri. Dengan sadar bahwa manusia sama-sama hanya debu dan abu kita bisa meninggalkan ego kita, keangkuhan diri kita, akrena tak ada yang perlu disombongkan lagi satu dengan yang lain. Masa Prapaskah sendiri kita sebut dengan masa Aksi Puasa Pembangunan. Inspirasi dasar Aksi Puasa Pembangunan selalu bersumber pada pemurnian makna dan jiwa dari puasa yang sesuai dengan kehendak Allah; seperti yang diserukan oleh nabi Yesaya, bahwa berpuasa yang dikehendaki Allah ialah supaya belenggu-belenggu kelaliman dibuka, dan tali-tali kuk dilepas; orang yang teraniaya dimerdekakan; supaya kita memecah-mecah roti bagi orang yang lapar dan membawa ke rumah orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila kita melihat orang telanjang, supaya kita beri dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudara kita sendiri. Karena itu hasil yang paling dinantikan dari Gerakan Aksi Puasa Pembangunan adalah gerakan aktualisasi iman kristiani dalam bentuk pembaharuan diri yang semakin sesuai dengan jati dirinya yang secitra dengan Allag, yang selalu peduli pada sesama manusianya yang butuh pertolongan. Puasa katolik justru bersifat gerakan keluar dari diri sendiri dan tidak sibuk mengurus diri sendiri. Kasih Allah yang sudah kita terima harus mendorong umat beriman tidak acuh tak acuh terhadap masalah-masalah sesama. Jangan sampai tumbuh globalisasi ketidakpedulian, yang oleh Paus Fransiskus dilihat sebagai masalah jaman ini yang sangat memprihatinkan. Kepada Gereja Paus mengajak “jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita” (1Kor 12:26). Dengan demikian paroki-paroki dan jemaat dipanggil untuk pergi keluar dari dirinya sendiri, dan terlibat pada pergulatan hidup masyarakat dengan semangat misioner. Masa puasa menjadi kesempatan terbaik untuk mewujudkannya. Mengacu apada Arah Dasar Tahun ke VII keuskupan kita : << Tahun Pendidikan Cinta Budaya dan Kaderisasi Politik Cinta Tanah Air >>, kita diajak merenungkan secara khusus Bahan APP dengan tema : Kita Katolik, Kita Indonesia : Peran Serta Umat Katolik dalam Mewujudkan Demokrasi yang Bermartabat. Diharapkan melalui bahan ini keluarga-keluarga beriman membangun sikap berani mengatakan Kita Katolik, Kita Indonesia. Inilah sebuah spirit sekaligus spiritualitas yang mendalam yang menegaskan bahwa dengan fungsi sebagai garam dan terang dunia, orang Katolik bisa melebur dan bersaru serta membawa nilai-nilai kebaikan di mana-mana Dan terutama sekali pada kesempatan pesta demokrasi yang bertepatan dengan hari Rabu Abu, hari pertobatan kita ini, kita ditantang untuk membawa nilai-nilai kebaikan berupa kejujuran, kebenara, keadilan dan kebebasan dalam upaya kita memilih pemimpin yang terbak bagi negara kita. Jika kita yang memilih saja dituntut untuk menegakkan nilai-nilai yang bermartabat mulia itu, apalagi mereka yang akan menjadi pemimpin kita, kita juga menyerahkannya dalam doa kepada penyelenggaraan ilahi. Dengan itulah kita bisa menyelamatkan bangsa dan negara kita dari hal-hal buruk di kemudian hari. Saudara-saudari terkasih, Berikut saya sampaikan ketentuan pantang dan puasa kita. Ketentuan puasa dalam Gereja Katolik tercantum dalam Hukum Gereja Kan 1244-1253 ( juga Statuta Regio SUmatera Ps 65 dan 66) yang adalah sebagai berikut : Puasa dalam arti yuridis adalah : boleh makan kenyang hanya sekali dalam sehari; sedangkan pantang berarti; tidak mengkonsumsi makanan atau minuman atau melakukan hobi /  kesenangan tertentu atau hal-hal lain, yang hendaknya dipilih sendiri oleh si pelaku. Setiap hari Jumat sepanjang tahun adalah hari pantang (bdk. pasal 69 ayat 2), kecuali jika hari itu kebetulan jatuh hari yang terhitung sebagai hari raya. Dalam masa pra-Paskah, hari pantang adalah hari Rabu dan hari Jumat Agung; sedang hari pantang adalah hari Rabu dan hari Jumat sepanjang masa pra-Paskah itu. Yang wajib berpuasa adalah semua orang Katolik yang sehat dan berumur antara 18 s/d 60 tahun; sednagan yang wajib pantang adalah semua orang Katolik yang sehat dan berumur antara 14 s/d 60. Peraturan puasa dan pantang tersebut berada di bawah judul besar Waktu Suci atau Waktu Rahmat yang pengertiannya adalah sebagai berikut: Yang dimaksudkan dengan waktu suci adalah pengudusan hari Minggu dan hari raya wajib serta hari-hari  yang dikhususkan untuk pelaksanaan tobat, mati raga, dan usaha kesalehan demi peningkatan hidup rohani. Sesuai dengan tradisi Gereja, waktu tobat meliputi hari Jumat sepanjang tahun dan masa pra-Paskah. Tidak ada larangan untuk melangsungkan perkawinan, pembaharuan kaul, atau tahbisan pada masa pra-Paskah, namun hendaknya dihindari pesta meriah yang tidak sesuai dengan semangat mati raga dan pertobatan. Saudara-saudari terkasih Marilah kita isi masa pertobatan kita dengan berani mengendalikan hawa nafsu, menjauhkan diri dari merusak dan menghancurkan nama baik atau milik sesama. Bersikap ugahari dan sederhana, dan tekun dalam beramal kasih kepada sesama yang membutuhkan terutama melalui derma APP kita. Kita sebagai manusia sudah mendapatkan banyak dari Allah, amka beramal menjadi ungkapan terima aksih kepada Allah yang ingin memberi perhatian kepada saudara-saudari kita yang miskin dan menderita. Putra-putri kita sejak kecil sudah seharusnya dilatih beramal kasih. Sekolah-sekolah kita dan keluarga-keluarga harus membantu anak-anak untuk belajar mempunyai hati yang pemurah bagi sesama. Semua diwajibkan beramal, juga kita yang masih miskin. Kita yang miskinpun dapat memberi dari kekurangan kita seperti janda miskin yang dipuji oleh Yesus. Selamat mengikuti Pesta Demokrasi, selamat menjalani masa puasa dan pantang kita. Salam, doa dan berkat   Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo Uskup Tanjungkarang   Berikut link untuk mendownload dokumen surat gembala Prapaskah 2024 : https://drive.google.com/file/d/1CdJnxm1yDGH1irKoR_OUSb-YOftKWRX4/view?usp=sharing

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2024 KETENTUAN PUASA DAN PANTANG KEUSKUPAN TANJUNGKARANG Read More »

SURAT GEMBALA USKUP TANJUNGKARANG TAHUN ARDAS VII 2024: TAHUN PENDIDIKAN CINTA BUDAYA DAN KADERISASI POLITIK CINTA TANAH AIR

SURAT GEMBALA USKUP TANJUNGKARANG TAHUN ARDAS VII: TAHUN PENDIDIKAN CINTA BUDAYA DAN KADERISASI POLITIK CINTA TANAH AIR  No : 001/SGU/DIO.TJKG/I/2023 Menjadi Katolik Sejati, Indonesia Sejati. Saudara saudari yang terkasih : Bapak Ibu, kaum muda, kaum remaja, anak-anak, Para Imam, dan Biarawan-biarawati di keuskupan Tanjungkarang. Dalam Surat Gembala yang pertama ini, kiranya baik jika saya tuliskan Visi dari Arah Dasar Pastoral keuskupan kita, untuk mengingatkan kembali gerak utama kita sebagai Gereja sinodal, yakni “Gereja Keuskupan Tanjungkarang Menjadi Terang dan Garam Dunia bersama Kristus Sang Jalan, Kebenaran dan Kehidupan, yang adalah Sakramen keselamatan bagi semua orang”. Visi ini adalah visi abadi Gereja; maka kita sudah berada di rel yang benar untuk menjalankan reksa pastoral kita. Yang kita butuhkan saat ini adalah aksi nyata yang terus menerus melalui misi dan agenda dalam ardas kita. Kita sedang berada di penghujung tahun keenam, yakni tahun devosional dari sepuluh tahun gerak pastoral kita dan kita akan segera memasuki tahun yang ketujuh. Di tahun devosional kita telah berusaha sekuat tenaga agar aneka ragam devosi yang ada, menjadi devosi seluruh umat. Devosi seluruh umat berarti juga devosi Gereja. Kita melihat apa yang sudah kita kerjakan selama setahun ini memang masih sangat terbatas, namun itu adalah permulaan yang baik, yang harus kita kembangkan secara terus menerus di masa-masa yang akan datang. Terimakasih kepada para pastor paroki yang telah berusaha membangkitkan semangat berdevosi kepada umat dan terimakasih kepada paduan seluruh kelompok devosional, yang telah memfasilitasi acara puncak tahun devosional. Memaknai Tahun Ketujuh dari Ardas Tahun ketujuh kita namai sebagai Tahun Pendidikan Cinta Budaya dan Kaderisasi Politik Cinta Tanah Air. Tahun yang sangat penting di mana kita akan merayakan pesta demokrasi melalui pemilu. Kita adalah bagian dari masyarakat-bangsa Indonesia, yang dipanggil untuk mengabdi kepada cita-cita luhur Negara, menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Kita sadar bahwa untuk itu kita harus dididik agar semakin mencintai budaya dan membentuk pribadi-pribadi yang punya karakter siap terjun berbakti di tengah masyarakat. Dan bersama dengan pemerintahan Negara dan orang yang berkehendak baik kita harus terlibat aktif membangun bangsa yang beradab dan berbudaya, dalam semangat solidaritas dan gotong-royong dan serta rasa persatuan dan persaudaraan yang sejati. Menjalani Tahun Pendidikan Cinta Budaya dan Kaderisasi Politik Cinta Tanah Air berarti membangun kesadaran akan makna dan tujuan politik yang murni dan sejati. Ini adalah panggilan untuk mengembalikan roh dan arti politik dalam hakikatnya yang benar; yakni upaya dan sarana untuk tercapainya cita-cita luhur bangsa yakni kesejahteraan umum. Cita-cita itu tercantum dalam UUD 1945 dan dasar Negara Pancasila, yang menjadi sumber hukum dan peraturan di negara kita. Cita-cita untuk bonum commune ini harus terpatri kuat dalam benak kita, sebab itu adalah tugas kita juga. Dalam penjelasan dari buku Arah Dasar Pastoral keuskupan kita, tujuan untuk mencintai budaya adalah untuk menghaluskan jiwa, budi dan rasa; agar kita tidak tercerabut dari akar nilai-nilai luhur bangsa. Kita diminta terus menggali setiap kearifan lokal, yang pasti akan memperkaya kemanusiaan kita dalam berbangsa dan bernegara. Para pendiri bangsa kita telah dengan luar biasa menggali nilai-nilai luhur itu menjadi pondasi dari falsafah bangsa yang akhirnya dikristalisasikan ke dalam 4 pilar kebangsaan yakni: Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Kita bersyukur karena 4 pilar kebangsaan ini membuat bangsa kita tetap bersatu dan Negara kita tetap kokoh berdiri. Namun kita sadari bahwa kesejahteraan bersama kita belum tercapai. Lalu di mana posisi kita? Kita patut bersyukur bahwa sebagai orang Katolik, kita sudah diarahkan oleh Gereja untuk selalu bisa mengambil peran dan posisi kita dalam dan di tengah masyarakat di Negara manapun kita berada. Dalam konteks kita di Indonesia, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa kita telah mengalami tiga perubahan cara pandang tentang keberadaan Gereja Katolik di Indonesia. Pada masa untuk memperjuangkan kemerdekaan kita diajak menghidupi semboyan : 100 persen Katolik, 100 persen patriotik.  Pada masa awal kemerdekaan melalui Mgr. Sugiyapranata: menjadi 100% Katolik, 100% Indonesia. Dan saat ini sebagai hasil refleksi lebih lanjut kita berani mengatakan Katolik Sejati, Indonesia Sejati. Maknanya tetap sama, Gereja Katolik ada untuk kesejahteraan umum. Dan kita para anggotanya, berjuang untuk itu: pro Ecclesia et Patria. Dengan prinsip, pada saat kita menjadi katolik yang sejati, otomatis kita menjadi warga Indonesia yang sejati. Ketika kita menjadi orang katolik yang benar berarti kita menjadi warga Negara yang benar, yang mendukung sepenuhnya tercapainya cita-cita bangsa. Ungkapan dan Wujud Iman Bagi kita orang Katolik, iman itu harus kita ungkapkan dan kita wujudkan. Ungkapan iman adalah gerak internal Gereja dan perwujudan iman adalah gerak eksternalnya. Ungkapan iman kita laksanakan dalam pilar katekese, liturgi dan koinonia; sedangkan wujud iman kita buktikan melalui pilar diakonia dan martyria. Keduanya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, pembentuk kemampuan kita saat melaksanakan fungsi hakiki menjadi garam dan terang dunia; menjadi sakramen keselamatan bagi semua orang. Dalam pilar diakonia iman kita haruslah menjadi praksis atau aksi konkret.  Iman tanpa perbuatan adalah mati, demikian kata Rasul Yakobus. Maka iman harus dipahami sebagai sesuatu yang memiliki dampak sosial. Beriman berarti punya kepedulian dan proaktif terhadap upaya-upaya membangun kesejahteraan masyarakat. Iman sebagai praksis berarti melaksanakan apa yang dituntut oleh Mat. 25:31-46 yakni karya-karya belas kasih jasmani, memberi makan pada orang yang lapar, memberi minum orang yang haus dan seterusnya, selaras dengan perikop tentang pengadilan terakhir. Itulah inti dari hukum kasih yang dikehendaki oleh Allah. Cara Pandang atau Paradigma Baru Dalam hal ini dibutuhkan perubahan pola pikir dan cara pandang yang baru; yang didukung dengan katekese umat bidang politik. Keterlibatan dilakukan karena kita ingin menghadirkan habitus baru dalam bidang politik. Dan pilihan itu diambil berdasarkan kesadaran sendiri akan tanggung jawab sebagai warga Negara yang tumbuh karena penghayatan iman katolik yang kian mendalam, yang berpihak selalu pada kebaikan umum. Dengan catatan: hirarki Gereja tidak boleh berpolitik praktis, juga para religius dan lembaga hidup bakti; namun awam justru sangat dianjurkan; tetapi tidak atas nama kepentingan primordial Gereja, sebaliknya atas nama kepentingan masyarakat. Untuk itu di keuskupan kita, bahan pertemuan Lingkungan selama masa Adven menjadi kesempatan untuk menawarkan perubahan cara pandang itu. Peran umat beriman dalam bidang politik dinyatakan dengan meningkatnya rasa tanggung jawab dan kecintaan  terhadap bangsa dan Negara. Keterlibatan umat katolik diharapkan semakin banyak sehingga dapat mempengaruhi sistem politik

SURAT GEMBALA USKUP TANJUNGKARANG TAHUN ARDAS VII 2024: TAHUN PENDIDIKAN CINTA BUDAYA DAN KADERISASI POLITIK CINTA TANAH AIR Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top