Kali pertama diadakan reuni agung SD Xaverius-Fransiskus Pringsewu Lampung, Jumat, 19 Mei 2023. Reuni ini merupakan ajang pertemuan alumni seluruh angkatan. Acara reuni ini sekaligus menjadi tonggak sejarah sebagai persiapan diri menyongsong satu abad SD Fransiskus Pringsewu (1932-2032). Mulai 1 Juli 1997, SD Xaverius berganti nama SD Fransiskus di bawah Yayasan Dwi Bakti Pringsewu.
Acara bertema: “Satu Tekad Seribu Giat Membangun Pendidikan Lebih Maju di Era Milenial” ini diikuti sekitar 700 alumni. Entah mengapa acara ini membuat kaki para alumni terasa ringan melangkah menuju sekolah ini. Mereka rela meluangkan waktu untuk berjumpa, bernostalgia bersama teman-teman yang hampir setengah abad tak pernah berjumpa. Mengenang kembali masa-masa indah, belajar dan nakal bersama.
Bagaimana rasanya tidak berjumpa dengan teman hampir setengah abad lamanya?
Iwan Setiawan adalah alumni SD Xaverius Pringsewu angkatan 1971. Sudah 52 tahun ia tak pernah berjumpa dengan teman-temannya. Iwan tak menyangka kalau hari itu merupakan hari yang membahagiakan baginya, berjumpa dengan teman lama dan guru-gurunya.
Sampai-sampai air matanya merebak. Menahan tangis. “Saya tak pernah menyangka banyak perubahan yang terjadi pada teman-teman saya. Sampai-sampai saya tak mengenal mereka lagi satu persatu,” ujar Iwan Setiawan tersendat.
Sebelum menuju tempat alumni berkumpul, Iwan masuk sengaja ke kelas-kelas. Ia masuk dari ruang kelas I hingga kelas VI. Meski ada yang berubah, namun teringat kembali dengan jelas di mana ia biasa duduk, belajar dan bermain bersama teman-temannya.
Setiap pelajaran olahraga bermain bulutangkis, gurunya selalu memberi semangat, ‘Pukul Wan! Pukul Wan!’ Iwan juga senantiasa mengingat pesan gurunya, “Setelah tamat SD, lanjutkan sekolah sampai kamu berhasil,” ujar Iwan meniru kata-kata sang guru. Semua yang diajarkan dan dikatakan dari para guru masih terus ia ingat.
“Saya bahagia sekali hari ini. Ini baru pertama kali sekolah ini mengadakan temu alumni. Sayang sekali kalau teman-teman melewatkan acara ini,” ujar Iwan dengan mata yang masih memerah.
Menaikkan imun
Begitu juga yang dialami oleh PN Bambang Gunarwoko, alumni angkatan 1976. Momen seperti ini sangat berarti. “Menaikkan imun,” katanya dengan semangat.
Sebelum berjumpa dengan teman angkatannya, Bambang sering berkomunikasi lewat whatshap. Hari itu ia terkaget-kaget melihat teman-temannya. “Gak nyangka. Sudah tua sekali. Ada yang ompong, rambutnya putih semua. Berarti saya juga sudah tua ya….” katanya sambil tertawa.
Bagi Bambang ajang ini tidak sekedar kumpul-kumpul. Ia berniat mengumpulkan dana untuk teman-temannya yang terpuruk dan sakit. “Inilah gunanya kita berkumpul,” ujarnya.
Songsong satu abad
Ketua panitia alumni, Theresia Oetiek Sutiyah, angkatan 1966, mengatakan bahwa temu kangen ini juga mengajarkan kita untuk merajut kebersamaan, membina persaudaraan, melanggengkan silaturahmi, dan menghargai satu sama lain.
Sejak ia dipilih sebagai ketua panitia, ia berjuang mengumpulkan para alumni. Ia menyebutnya dalam Bahasa Jawa: “nglumpuk no balung pisah.” Yang artinya: mengumpulkan alumni yang tercerai berai selama setengah abad tidak pernah jumpa.
Sekolah Dasar. Ada kata dasar. Di tempat inilah kita pertama belajar menulis, berhitung. Tanpa sekolah dasar, kita tak dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya sampai kita seperti ini.
Oetiek berharap, di era digital ini acara reuni harus berkesinambungan karena kecanggihan alat komunikasi yang sangat membantu untuk menyelenggarakan acara temu alumni ini.“Kami yang sudah memprakarsai dan memulai maka harus tetap dilanjutkan oleh generasi milenial,” ujarnya.
Acara reuni agung ini dihadiri para guru purnabakti. Mereka adalah: Suyadi, Ratum, Mulyanto, Sukirjo, Harsono, dan Tuty. Di akhir acara diadakan pemberian tali kasih kepada mereka. ***
M. Fransiska FSGM