Tanjungseneng – Menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Keuskupan Tanjungkarang menggelar diskusi tentang gender. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan dalam tahun ini untuk belajar bersama tentang gender. Kali ini diskusi diadakan di teras Matow Way Hurik Tanjungseneng, Kamis 15 Agustus 2019 diikuti oleh 10 orang penggiat dari berbagai kelompok yang ada di Keuskupan Tanjungkarang.
Diskusi mengambil pemantik Surat Gembala KWI 2004 tentang Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki sebagai Citra Allah. Pembahas utama, RD Gregorius Suripto mengajak seluruh peserta untuk membaca surat gembala itu dan mencermatinya tiap bagian yang ada mulai dari keprihatinan, kesadaran dan perilaku baru yang harusnya dibangun oleh masyarakat.
“Pelanggaran terhadap martabat perempuan yang menganggap bukan sebagai pribadi, melainkan sebagai benda, sebagai obyek perdagangan, melayani kepentingan egois dan kenikmatan semata. korban pertama atas hal itu adalah kaum perempuan, menghasilkan penghinaan, perbudakan, penindasan terhadap kaum yang lemah, pornografi, pelacuran, khususnya dalam bentuk terorganisasi,” tandas RD. Greg.
Karena itulah kesadaran untuk menghormati martabat perempuan menjadi bagian penting untuk dilakukan. Bahwa manusia itu laki-laki dan perempuan, bukan salah satunya. Yang perlu diingat adalah perempuan dan laki-laki mempunyai peran biologis/seksual yang berbeda, yang tak bisa dipertukarkan, tapi bisa saling mendukung untuk menjalankan peran biologis itu. Sedang dalam peran gender, dua belah pihak harus menjadi mitra, saling melindungi supaya tidak ada satupun yang menjadi korban.
Greg mengatakan bahwa Gereja Katolik mempunyai tanggungjawab untuk memberi kesaksian dihadapan dunia bahawa dunia membutuhkan cinta kasih dan keadilan berdasarkan surat gembala Konferensi Waligereja Indonesia 2004 ini.
Dalam hal ini Gereja sadar bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan setara menurut citra Allah ( Bdk. : Kej 1:26-27). RD. Greg mengingatkan hal itu sambil melihat secara lokal di Keuskupan Tanjungkarang dengan motto Bapa Uskup Mgr. Yohanes Harun Yuwono “Non Est Personarum Acceptor Deus” (Alllah tidak membeda-bedakan Orang (Kis 10: 14). Untuk itu kesetaraan gender tidak hanya penting dari segi moralitas, keadilan tetapi juga sangat penting dan relevan dari sisi ekonomi.
“Kita harus menghentikan paternalistik, tak boleh ada dominasi salah satu jenis kelamin. Perempuan bukan milik laki-laki, entah ayahnya atau suaminya,” demikian salah satu point yang mencuat dalam diskusi ini.
Seluruh diskusi dipandu oleh Maria Torra Pratiwi, dan rencana tindak lanjutnya akan diadakan diskusi lagi dengan tema pendalaman khususnya tentang kekerasan dalam rumah tangga, dalam masa sebelumnya, mungkin saja bekerjasama dengan Komisi Keluarga dan Komisi Kepemudaan. Dengan demikian ada sinergi dengan semua pihak untuk mengatasi masalah-masalah ketidakadilan gender.
Ketua Komisi KKPPMP, Yuli Nugrahani mengharapkan lingkar diskusi ini secara kontinyu digelar dengan tema yang berkesinambungan. Siapa pun boleh ikut dan terlibat dalam diskusi tanpa dibatasi wilayah atau kelompok tertentu. “Ini diskusi serius tapi santai, yang bisa kita libati bersama sebagai sarana belajar tentang gender dan nilai-nilai keadilan perdamaian,” tandas Yuli. *** (dyn)