Katekese

Merawat Iman

(Inspirasi : Markus 4:30-34) Ada yang sudah pernah melihat biji sesawi? Biji sesawi dipakai untuk menggambarkan hal kerajaan Allah. Biji sesawi itu sehalus pasir. Sangat kecil dan halus. Mengapa kok Yesus memakai perumpamaan Kerajaan Allah-Nya dengan menggunakan biji sesawi? Bukan biji pepaya? Biji jambu? Biji durian? Atau biji-biji lainnya. Ada apa dengan biji sesawi? Sementara kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari kita ini cenderung memperhatikan yang besar-besar. Atau cenderung menggunakan sarana yang dipandang mata itu meyakinkan. Ada bahan bercandaan, katanya, orang yang badannya besar, gemuk itu wibawa. Kuat. Meyakinkan. Sehat. Tahan uji. Sementara yang badannya kecil atau kurus itu ringkih. Sakit-sakitan. Terbang bila ada angin. Nah…kembali ke biji sesawi tadi. Kenapa kok Yesus itu mau-maunya menggunakan biji sesawi, yang begitu lembut seperti pasir? Itulah, Allah Yang Maha Kuasa. Tidak bisa diprediksi. Tidak akan goyah kehendak-Nya. Kalau Dia sudah mau, semua bisa terjadi. Yang dipandang kecil di mata manusia, di mata Tuhan jauh seperti yang kita lihat. Pasti Tuhan memiliki maksud tertentu terhadap biji sesawi itu. Benih yang pada mulanya kecil, akan bertumbuh dan berkembang menjadi sangat besar. Kuat. Kokoh. Seperti itulah Kerajaan Allah. Pertumbuhan anugerah Allah dalam diri, mulanya sangat lemah. Sangat kecil. Seperti Biji Sesawi, yang paling kecil dari segala benih. Kristus dan para rasul, jika dibandingkan dengan para pembesar dunia, tampak seperti biji sesawi. Lemah. Tak berdaya. Panggilan Tuhan Allah memanggil 12 para rasul. Para rasul itu umumnya adalah orang-orang sederhana. Nelayan kecil, tetapi justru menjadi dasar bagi pertumbuhan Gereja. Para rasul adalah orang-orang yang baru percaya pada Tuhan. Mereka seperti anak-anak domba. Oleh Tuhan mereka harus dibawa ke padang rumput yang hijau dan luas membentang. Di bawa ke pangkuan Tuhan. Mereka masih memiliki sedikit iman. Dan, terdapat banyak kekurangan dan kelemahan di dalamnya. Mereka juga mempunyai keluhan-keluhan yang tak terucapkan karena iman mereka belum kokoh. Para rasul itu hidup dalam keyakinan rohani. Patuh pada sabda Tuhan. Namun, kehidupan mereka hampir tidak terlihat karena masih sangat sedikit. Allah bekerja. Terus bekerja. Lewat cara-Nya sendiri. Kita tidak tahu bagaimana cara Ia bekerja. Kuat dan dahsyat karya-Nya. Terus bertumbuh Seiring waktu Kerajaan Kristus semakin maju dan terus berkembang. Jiwa yang punya anugerah sejati. Kerajaan itu benar-benar akan bertumbuh. Meski tidak terasa. Dan tidak ada orang yang memperhatikan tahap demi tahapnya. Biji sesawi itu kecil, tapi bagaimana pun juga biji itu memiliki daya bertumbuh. Apa saja tanda-tanda bahwa benih yang sangat kecil itu bertumbuh? Yakni, kebiasaan-kebiasaan mulia semakin diperkuat dalam hidup dan panggilan banyak orang. Perbuatan-perbuatan baik, dipergiat. Pengetahun semakin diperjelas. Iman semakin diteguhkan. Kasih semakin dikobarkan. Itulah tandanya benih sedang bertumbuh. Pada akhirnya benih itu bertumbuh dengan sangat kuat dan berdaya guna. Apabila sudah tumbuh dalam kematangan, biji itu akan menjadi pohon. Gereja itu ibarat pohon yang besar, yang dijadikan sarang bagi burung-burung. Umat Allah datang kepadanya untuk mendapat makanan. Beristrahat. Berteduh. Berlindung. Prinsip dan yakin bahwa ini adalah anugerah besar dari Tuhan, orang itu akan bertahan dalam imannya. Apa pun situasinya. Gelombang badai dan angin topan tidak akan menggoncangkan imannya. Siapa yang bertahan akan disempurnakan oleh Tuhan dengan sendirinya. Anugerah yang bertumbuh akan menjadi anugerah yang kuat. Membawa banyak buah. Kita, pengikut Kristus, yang bertumbuh, harus memiliki keinginan untuk menjadi berguna bagi orang lain. Seperti halnya biji sesawi, yang bertumbuh bagi burung-burung di udara. Sehingga orang-orang yang tinggal dan dekat di bawah pohon sesawi itu, akan dibuat menjadi lebih baik. Meski mudah retak Allah menggunakan kita menjadi alat-Nya untuk menyebarkan kabar gembira tentang Kerajaan Allah di dunia ini. Meski pun kita ini lemah bagaikan bejana tanah liat. Mudah retak. Kecil, seperti biji sesawi. Tetapi melalui diri kita, Allah menunjukkan keagungan-Nya. Apa yang harus kita buat? Membiarkan diri diatur oleh Allah. Sesuka hati Allah. Karena segala sesuatu pasti akan indah pada waktunya. Dan baik pada saatnya. Mari kita jaga iman kita. Benih iman itu ditabur oleh Allah dalam diri kita. Banyak cara untuk merawat iman. Mendekatkan diri pada Allah. Berdoa. Meditasi. Membaca firman Allah. Melakukan hal-hal baik. Setia pada proses. Tahap demi tahap. Pondasi semakin kuat. Kokoh. Berbuah limpah. *** M. Fransiska FSGM

Merawat Iman Read More »

BELAJAR KITAB SUCI DI ZAMAN YESUS

Pengantar Dalam keempat Injil, salah satu gelar yang paling banyak dikaitkan dengan Yesus adalah gelar guru atau dalam bahasa Yunani, didaskalos. Selain istilah ini, Injil Lukas, masih menggunakan istilah lain, yaitu epistetes, yang artinya sebenarnya mirip saja. Istilah ini kira-kira sepadan dengan istilah Ibrani, rabi, yang juga memiliki arti guru. Penggunaan gelar ini rasanya mau menunjukkan bahwa bagaimanapun juga, Yesus dipandang sebagai seorang pengajar. Di beberapa bagian dalam Injil kita memang menemukan Yesus yang tampil sebagai guru yang mengajar secara istimewa. Dalam Kotbah di Bukit, misalnya, ada bagian yang dalam Alkitab kita diberi judul “Yesus dan Hukum Taurat” (Mat 5,17-48). Di situ Yesus ditampilkan sebagai seorang yang sangat paham tentang Kitab Suci Yahudi dan memberikan paham tandingannya. Juga dalam kisah percobaan di padang gurun, Yesus digambarkan sebagai seorang yang menguasai Kitab Suci sehingga bisa berdebat dengan Iblis (Mat 4,1-11). Fakta semacam itu mungkin menimbulkan suatu pertanyaan yang didasari oleh keingintahuan. Bagaimana pada zaman itu, pendidikan iman dilangsungkan sehingga Yesus, seorang Galilea, juga bisa mempunyai pengenalan yang baik akan Kitab Suci-Nya? Sesuatu paparan singkat akan hal ini mungkin bisa memberikan inspirasi bagi kita sekarang ini dalam mewartakan Kitab Suci. Ini yang mau kita buat dalam tulisan ini. Tentu saja kita mesti mengakui bahwa topik pendidikan seperti ini sungguh sebenarnya merupakan satu topik raksasa. Tidak banyak yang bisa kita sampaikan di sini. Tetapi meskipun begitu, semoga yang sedikit ini masih bisa menunjukkan kegunaannya. Alkitab Dalam Hidup Orang Yahudi Untuk bisa memahami pendidikan dalam kehidupan orang Yahudi, kita mesti mengetahui tempat Hukum Taurat dalam kehidupan dan pemikiran orang Yahudi. Sementara untuk bisa memahami tempat Hukum Taurat dalam kehidupan orang Yahudi, kita mesti mundur beberapa abad sebelum kelahiran Kristus, ke masa Pembuangan Babilonia. Pada tahun 587 Kerajaan Yehuda dihancurkan oleh Raja Nebukadnezar dari Babilonia, dan sebagian besar penduduk Yudea dibuang ke Babel. Mereka kehilangan segalanya. Tanah air yang merupakan Tanah Terjanji dan Bait Allah, yang merupakan tempat kehadiran Allah, semuanya terlepas dari tangan mereka. Peristiwa ini tentu menimbulkan krisis mendalam bagi bangsa Israel. Mereka merasa YHWH, Allah Israel sudah meninggalkan mereka. Hubungan perjanjian selesailah sudah. Tetapi karena pewartaan beberapa nabi, seperti misalnya Yeremia dan Deutero-Yesaya, bangsa Israel bisa diyakinkan bahwa hubungan dengan Allah mereka tidak berakhir. Di satu pihak, pengalaman di pembuangan, tanpa Tanah Terjanji, tanpa Raja, tanpa Bait Allah, akhirnya justru membawa pencerahan bagi bangsa Israel. Hubungan dengan YHWH  tidak lagi terikat pada hal-hal yang bersifat material, entah Tanah Terjanji, atau Bait Allah, atau mekanisme kurban. Hubungan dengan Allah menjadi lebih personal dan lebih spiritual. Karena Bait Allah tidak ada, maka perhatian beralih ke Firman, Hukum Musa menjadi Hukum Tuhan sendiri. Di sini kita melihat sesuatu yang amat penting yaitu pergeseran dari Bait Allah ke Firman Allah. Bagi umat yang dalam Pembuangan, hubungan dengan Allah dibina melalui Firman Allah, atau Taurat itu sendiri. Ibadat sinagoga yang diwarnai dengan pembacaan Firman Allah kiranya dimulai pada periode ini. Di lain pihak, bangsa Israel mengakui bahwa pembuangan tidak lain dan tidak bukan adalah penghukuman atau kutuk perjanjian karena mereka telah berulang kali meninggalkan Allah. Oleh karena itu, setelah mereka pulang dari pembuangan, Taurat menjadi pusat hidup mereka. Mereka tidak mau pengalaman pahit terulang kembali. Mereka menjadi bangsa yang mau setia 200% kepada Hukum Taurat. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa bagi bangsa Israel, Hukum Taurat menempati tempat yang istimewa. Dari perspektif inilah penghayatan orang Israel terhadap Taurat mesti ditempatkan. Usaha Pendidikan Alkitab “Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal Hukum Taurat, terkutuklah mereka” (Yoh 7: 49). Inilah yang kiranya menjadi keyakinan sebagian besar orang Israel setelah pembuangan. Dari keyakinan itu, kita bisa menduga ke arah mana implikasinya. Bagi bangsa Israel, pemahaman akan Hukum Taurat dipandang sebagai harta tak ternilai yang mesti dikejar di atas yang lain. Tidak mengherankan bahwa memahami Hukum Taurat merupakan hal pokok yang mesti diusahakan oleh setiap orang Israel dengan segala macam cara dan usaha. Menurut Mishnah, traktat Abot 5,21 dilukiskan tahap-tahap dalam kehidupan seorang manusia. Daftarnya adalah sebagai berikut: Pada umur lima tahun (seorang siap untuk belajar) Kitab Suci; pada umur sepuluh, Mishnah; pada umur tiga belas, Perintah-perintah; pada umur lima belas, Talmud; pada umur delapan belas, perkawinan; pada umur dua puluh, siap mengejar panggilan hidup; pada umur tiga puluh, berada pada kekuatan penuh; pada umur empat puluh, pengertian; pada umur lima puluh, nasehat; (bdk. Bil 8,25) pada umur enam puluh, usia tua; (bdk. 1Taw 29,28) pada umur tujuh puluh, rambut putih; pada umur delapan puluh, kekuatan ekstra; (bdk. Mzm 90,10) pada umur sembilan puluh, jompo; pada umur seratus, seolah-olah sudah meninggal. Tahap-tahap ini bisa dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok: a. sampai dengan umur 18 tahun adalah masa persiapan; b. mulai umur 20 adalah masa hidup yang beraktivitas penuh; dan c. mulai umur 60 tahun adalah hidup yang mulai menurun. Kita melihat masa persiapan seorang remaja Yahudi sungguh diwarnai oleh studi tentang keagamaan, khususnya studi teks-teks suci. Ada dua institusi yang kiranya menyediakan pembelajaran ini. Yang pertama adalah keluarga yang merupakan tempat pendidikan pertama bagi setiap anak Yahudi. Kemungkinan besar, pendidikan awal di dalam keluarga masih merupakan pendidikan baca-tulis yang bersifat elementer dan bersifat praktis berkaitan dengan pekerjaan orang tuanya. Yang kedua adalah sistem sekolah. Beberapa ahli mengatakan bahwa sudah sejak abad pertama mayoritas remaja Yahudi mengenyam pendidikan dasar di sekolah yang didedikasikan pada membaca Kitab Suci Ibrani, yang biasa disebut bet ha-sefer (sekolah kitab, school of the book). Menurut catatan Mishnah di atas, seorang anak laki-laki Yahudi mulai belajar di bet ha-sefer pada usia sekitar 5 tahun. Mempelajari Kitab Suci pada usia semuda itu berarti belajar dari tahap yang paling awal, yaitu belajar membaca dan menulis. Mungkin proses ini diawali dengan mempelajari 22 alfabet Ibrani dengan pertama-tama membaca dan menuliskannya di batu tulis, kemudian dilanjutkan dengan latihan melengkapi kalimat, menuliskan nama, dsb. Setelah seorang anak mempunyai keakraban dengan soal baca-tulis, mulailah dia melatih diri dengan membaca potongan-potongan teks-teks suci (mungkin masih dalam bentuk gulungan atau scroll), dan akhirnya membaca gulungan Taurat yang utuh. Tidak bisa dikesampingkan juga metode pengajaran yang terdiri dari membaca keras-keras dan kemudian mengulangi bacaan tersebut. Pada usia 12 atau 13 tahun, seorang remaja Yahudi selesai menjalani

BELAJAR KITAB SUCI DI ZAMAN YESUS Read More »

Renungan Harian, Senin Paskah III

Bacaan: Yohanes 6:22-29 Roti hidup 6:22 Pada keesokan harinya orang banyak, yang masih tinggal di seberang, melihat bahwa di situ tidak ada perahu selain dari pada yang satu tadi dan bahwa Yesus tidak turut naik ke perahu itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya, dan bahwa murid-murid-Nya saja yang berangkat. 6:23 Tetapi sementara itu beberapa perahu lain datang dari Tiberias dekat ke tempat mereka makan roti, sesudah Tuhan mengucapkan syukur atasnya. 6:24 Ketika orang banyak melihat, bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus. 6:25 Ketika orang banyak menemukan Yesus di seberang laut itu, mereka berkata kepada-Nya: “Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?” 6:26 Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. 6:27 Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.” 6:28 Lalu kata mereka kepada-Nya: “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” 6:29 Jawab Yesus kepada mereka: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.”   Renungan Berhadapan dengan situasi yang sekarang ini terjadi, kita tidak bisa begitu saja menyerah dan diam. Meskipun kita tidak mampu berbuat atau bergerak leluasa, tetapi bukan berarti kita menyarah. Dengan tinggal di rumah, memakai masker, dan jaga jarak, itu merupakan tanda yang baik bahwa kita aktif untuk tidak menyerah. Ada tidak sedikit orang yang sudah merasa bosan, merasa tidak nyaman, merasa putus asa, sehingga mereka tidak lagi peduli dengan dirinya. Berbeda dengan yang memang terpaksa harus keluar rumah dan bekerja tetapi tetap mematuhi protocol kesehatan yang dianjurkan. Situasi yang terjadi saat ini pastilah membuat kita semua tidak nyaman. Tadinya kita bisa bergerak kemanapun, dengan siapa saja, dan kapan saja. Sekarang semuanya kelihatan serba terbatas. Saat-saat inilah sebenarnya kita bisa menyadari bahwa ternyata begitu berharganya hidup kita, betapa berharganya orang-orang disekitar kita, betapa indahnya kita masih mampu bekerja dengan normal. Dengan situasi sekarang ini kita bisa mempunyai hidup dan dunia baru. Kebaruan itu semoga juga menjadi cara pandang baru yang baik untuk hidup selanjutnya. Seperti orang-orang yang mencari Yesus hanya karena mencari enaknya saja, kita diingatkan bahwa hidup beriman kita juga bukan hanya sekedar mencari enaknya. Orang banyak ditegur oleh Yesus karena mereka masih mencari-Nya perkara makan kenyang. Yesus mengajak mereka untuk mencari makna yang lebih dalam dan lebih murni. Apakah mereka kalau tidak kenyang tetap mencari Yesus? Bisa jadi sama sekali tidak. Maka yang utama hari ini ditampilkan oleh Yesus. Bukan soal makan, bukan soal enaknya, bukan soal mudahnya. Yesus menekankan soal KEPERCAYAAN. Apakah mudah? Bisa mudah jika kita selalu mendapat untung, tetapi jika tidak? Kencenderungan manusiawi adalah menghujat dan meninggalkannya. Maka bagi kita jelas, kita menjadi pengikut Kristus tidak hanya mau menerima yang baik-baik dan menguntungkan saja. Kita sebagai murid Kristus juga haru siap menerima salib. Tidak mudah dan tidak murah, tetapi kita punya sumber jaminan kepercayaan, Kristus sendiri. Semoga iman dan raga kita tetap dikuatkan dan selalu sehat untuk terus hidup dan berjuang. Kita masih hidup, maka kita harus berjuang. Jika tidak mau berjuang, hidup kita akan berakhir. (mrjo.com)  

Renungan Harian, Senin Paskah III Read More »

Renungan Harian, Selasa Pasakah II

Bacaan: Yohanes 3:7-15 3:7 Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. 3:8 Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.” 3:9 Nikodemus menjawab, katanya: “Bagaimanakah mungkin hal itu terjadi?” 3:10 Jawab Yesus: “Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu? 3:11 Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami. 3:12 Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi? 3:13 Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. 3:14 Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, 3:15 supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.   Renungan Kenyataan ‘Dilahirkan kembali’ jika kita pahami lebih mendalam sebenarnya terjadi dalam tahap-tahap kehidupan manusiawi kita. Dari balita menuju ke usia sekolah kita juga ‘hidup baru’ dengan banyak kenyaataan baru yang kita alami. Demikian juga dalam tiap tahap-tahap perkembangan sekolah. Kita selalu mengalami dunia baru dan disana kita belajar terus. Dunia kerja dan dunia keluarga juga menjadi moment saat kita seperti memulai sesuatu yang baru lagi. Apalagi hidup dengan membangun keluarga. Kita seperti menghadapi kenyataan yang tidak pernah dialami sebelumnya. Mamasuki usia tua juga menjadi saat kita mempunyai dunia baru, dilahirkan kembali. Moment-moment saat dilahirkan kembali itu sering kali diwarnai dengan situasi yang tidak nyaman, takut dan kuatir. Dengan orang-orang baru dan situasi yang baru kita tidak selalu dengan mudah menerima atau menyesuaikan diri. Tidak jarang pula ada aroma penolakan dalam diri, ingin kembali ke tahap sebelumnya. Tetapi nyatanya hidup kita harus terus berjalan. Kitapun mampu untuk masuk dan menghidupi kenyataan baru itu. Sebagai orang beriman kita sudah ‘dilahirkan kembali’ lewat baptisan yang kita terima. Sudah semestinya kita hidup sesuai dengan martabat yang melekat dalam diri kita. Bisa jadi kita sudah lama dibaptis tetapi sering kali kembali hidup seperti orang yang tidak mengalami rahmat baptisan. Meski roh dan keinginan kita kuat, tetapi nyatanya daging kita banyak mengalami kelemahan. Kita dengan mudah kembali ke dunia lama. Jalan Kristus yang harusnya juga menjadi jalan kita, sering kali kita hindari dan kita tolak. Bisa jadi peristiwa yang hari-hari ini terjadi di seluruh dunia, mewabahnya virus corona, akan membuat kita bisa ‘terlahir kembali’ menjadi manusia baru yang peduli kepada sesama dan peduli pada kehidupan. Tuhan sudah menyediakan banyak hal lewat alam dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Tetapi mungkin saja kemarin-kemarin kita tidak menaruh peduli pada mereka. Kita acuh dan tak acuh, bahkan cenderung menghacurkan mereka. Orang lain sering kali kita anggap sebagai penghambat, atau bahkan mangsa yang bisa kita jadikan makanan kita. Demikian juga dengan lingkungan sekitar yang dengan tanpa malu kita habiskan hanya untuk kepentingan diri. Semoga kita tetap mampu bertahan, beriman, dan berkawan dengan orang sekitar dan alam semesta. Mari kita mohon rahmat Tuhan agar dalam setiap peristiwa, oleh karunia Roh, kita dimampukan terlahir kembali, menjadi manusia Kristus dalam segalanya. Amin  

Renungan Harian, Selasa Pasakah II Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top