Renungan Katolik

Renungan Harian, Kamis Prapaskah V

Bacaan: Yohanes  8:51-59 8:51 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” 8:52 Kata orang-orang Yahudi kepada-Nya: “Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya. 8:53 Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi-nabipun telah mati; dengan siapakah Engkau samakan diri-Mu?” 8:54 Jawab Yesus: “Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, 8:55 padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya. 8:56 Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” 8:57 Maka kata orang-orang Yahudi itu kepada-Nya: “Umur-Mu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?” 8:58 Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” 8:59 Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah.   Renungan Nama membawa rasa Ada sebagian orang yang senang dengan nama-nama yang bagus atau terkenal, apalagi yang berbau kebarat-baratan. Tetapi ada pula sebagian orang yang tidak terlalu peduli dengan namanya. Bisa jadi baginya yang penting adalah hidupnya. Tetapi yang jelas biasanya setiap nama itu mempunya artinya. Arti nama bisa berkaitan dengan peristiwa tertentu, atau juga berkaitan dengan makna filosofi tertentu. Masing-masing dari kita harusnya tau mengapa kita diberi nama demikian. Apakah kita mau memaknainya atau tidak, pilihan kita. Abram mengalami perubahan nama menjadi Abraham. Isi dari perubahan itu adalah janji keturunan yang banyak, Abraham menjadi bapa orang beriman. Nama baru mempunyai arti perjanjian yang dibuat antara Allah dengan umat pilihan. Abraham menjadi ukuran leluhur yang mengadakan perjanjian dengan Allah. Abram diubah menjadi Abraham, bukan lagi sekedar nama dan kejadian yang tidak bermakna, tetapi Allah diterima hadir sebagai kenyataan perjalanan hidup bangsa pilihan. Perubahan bukan hanya soal nama, tetapi lebih dari itu adalah soal sikap dan polah laku. Demikian juga dengan perubahan cara pandang dan cara memahami banyak peristiwa. Yesus mengajak pendengar-Nya untuk sampai pada pengalaman perubahan itu. Jika tidak sampai pada perubahan, yang terjadi adalah kekerasan hati. Kerasnya hati dilambangkan dengan kerasnya batu yang hendak dilemparkan kepada Yesus. Batu bisa menjadi gambaran kekerasan hati kita. Batu memang tidak mudah dihancurkan, tetapi batu juga tidak mudah dibentuk. Karakter keras menjadi gambaran yang melekat padanya. Demikian juga dengan kita, nama tidak jarang menjadi gambaran itu. Tetapi sikap hidup dan cara pandang kita lebih sering menjadi gambaran yang pas untuk kerasnya diri kita. Menerima Yesus dan ajaran-Nya memerlukan hati yang lembut dan siap mengalami perubahan. Sikap kelembutan dan kerendahan hati menjadi ciri yang khas dari para murid Kristus. Memang tidak mudah, karena kita membawa sifat masing-masing. Tetapi kita bisa terus menerus belajar, karena nama kita masing-masing sudah diubah-Nya.

Renungan Harian, Kamis Prapaskah V Read More »

Renungan Harian, Senin Prapaskah V

Bacaan: Yohanes 8:1-11 8:1 Sekali peristiwa, Yesus pergi ke bukit Zaitun. 8:2 Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka. 8:3 Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. 8:4 Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. 8:5 Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” 8:6 Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. 8:7 Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” 8:8 Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. 8:9 Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. 8:10 Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” 8:11 Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”   Renungan Merenungkan perikopa ini, satu ungkapan yang mungkin saja bisa dikatakan adalah ‘sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui’. Kita yakin bahwa Yesus adalah Mesias. Dia datang untuk memanggil kembali orang yang berdosa. Persis seperti kepada perempuan yang ada dalam kisah ini. Tidak jarang juga kita merenungkan perikopa ini sebagai bentuk pengangkatan martabat perempuan. Yesus sungguh menghargai setiap pribadi. Maka semua dikasihi-Nya, lebih-lebih yang sedah ‘sakit’. Dia adalah Sang tabib. Tetapi kita bisa juga merenungkan satu sisi lain, yakni Yesus mengampuni perempuan itu, tetapi juga sekaligus memberi kesadaran kepada orang banyak. Bersyukur bahwa mereka yang datang ada orang-orang yang mau merasa diri. Mereka bukan orang yang sombong dan angkuh. Ketika diajak refleksi, mereka sampai pada kesadaran bahwa mereka adalah orang yang berdosa juga. Yesus menyasar perempuan itu, tetapi yang didapat-Nya adalah semua orang yang datang kepada-Nya. Sekali dayung, dua tiga pulau terlewati. Kita perlu belajar dari orang yang menggiring perempuan itu. Mereka memang sungguh ngotot dan mendesak Yesus. Tetapi mereka tetap memakai rasio dan perasaan, tidak asal maju saja. Maka ketika ada sentuhan sedikit dari Yesus, mereka menjadi sadar dan undur diri. Mereka tidak nekat tetap mendesak Yesus, apalagi melempar batu kepada perempuan itu. Mereka masih merasa ada sesuatu yang lain dari ungkapan Yesus. Bisa jadi yang sering terjadi pada kita, karena sudah membawa perempuan itu, maka pokoknya perempuan itu harus dihukum. Kita ngotot tetapi dasarnya adalah ‘pokoknya’. Kita pasti malulah ketika sudah menuduh orang tetapi terjadi yang terjadi sebaliknya. Kecenderungan diri kita adalah membela diri dengan mengatakan bahwa perempuan itu harus bersalah dan dihukum. Pastilah gengsi untuk meninggalkan lokasi tanpa menghukum perempuan itu. Apalagi pulang dengan rasa penyesalan dan pertobatan. Disitulah letak masa pertobatan ini selalu penting bagi kita. Kita perlu selalu memakai rasa, bukan hanya pikiran. Kita perlu dengan rendah hati mengakui kesalahan-kesalahan yang ada pada diri kita, sekecil apapun. Semoga kita tidak pernah gengsi dan malu untuk mengakui kesalahan dan kelalaian.  

Renungan Harian, Senin Prapaskah V Read More »

Renungan Harian, Minggu Prapaskah V

Bacaan: Yoh 1:1-45 11:41 Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: “Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. 11:42 Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” 11:43 Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: “Lazarus, marilah ke luar!” 11:44 Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi.” 11:45 Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya.   Renungan Injil hari ini secara detail menceritakan bagaimana alur Yesus membangkitkan Lazarus. Kita bisa membacanya secara lengkap. Tetapi sebenarnya tidak hanya membangkitkan Lazarus. Kisah ini di setiap babaknya mengandung arti yang tidak sembarangan juga. Maka Yohanes menceritakan kisah ini dengan panjang lebar. Bisa jadi diantara para pembaca ada yang dalam hatinya mengatakan bahwa kisah ini terlalu bertele-tele. Tetapi jika kita cermati, kita bisa belajar banyak hal tentang bagaimana hidup dalam terang sabda. Pertama, kita bisa belajar bahwa menjadi murid Yesus tidak cukup sekali jalan. Maria dan Martha adalah orang-orang yang dekat dengan Yesus, demikian juga para rasul. Tetapi nyatanya mereka tidak mengerti dengan sungguh apa yang disampaikan oleh Yesus. Mereka masih berpikir polos dan hanya memandang yang kelihatan saja. Yesus mengajari Martha tentang kebangkitan yang tidak ditunda-tunda. Demikian juga kepada para rasul, Yesus membuka mata mereka tentang kuasa Allah atas hidup ini. Maka kita bisa yakin bahwa tidak cukup bahwa menjadi orang Katolik ini berdasarkan waktu lamanya saja. Apakah kita sungguh sudah mengerti tentang Kristus? Kita perlu mendalami dan mengalami terus menerus. Kedua, kita bisa belajar bahwa mengasihi berarti memberi kehidupan. Jika kita mengatakan mengasihi seseorang tetapi hanya mementingkan diri sendiri, itu belum kasih Kristiani. Persis seperti Yesus, yang selain mengungkapkan kuasa-Nya, Ia mengungkapkan kasih kepada Martha, Maria, dan Lazarus. Kepada mereka Yesus memberikan kehidupan, bukan mengambilnya. Maka kasih yang sesungguhnya adalah jika kita bisa memberikan kehidupan. Bukan berarti menghidupkan orang yang mati, tetapi memberi daya roh hidup kepada yang kita kasihi. Kita sudah melakukannya untuk keluarga kita masing-masing. Maka yang perlu kita lakukan adalah terus menjaga kasih yang demikian. Dalam situasi yang terjadi saat ini, kita diajak untuk mempunyai kasih yang lebih lagi. Meski virus corona mematikan, tetapi kasih kita tetaplah harus memberi daya hidup kepada keluarga dan kepada siapapun. Semoga sabda Tuhan selalu memberi roh hidup kepada kita sekalian.  

Renungan Harian, Minggu Prapaskah V Read More »

Renungan Harian, Sabtu Prapaskah IV

Bacaan: Yohanes 7:40-53 Yesus dibela oleh Nikodemus 7:40 Beberapa orang di antara orang banyak, yang mendengarkan perkataan-perkataan itu, berkata: “Dia ini benar-benar nabi yang akan datang.” 7:41 Yang lain berkata: “Ia ini Mesias.” Tetapi yang lain lagi berkata: “Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! 7:42 Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal.” 7:43 Maka timbullah pertentangan di antara orang banyak karena Dia. 7:44 Beberapa orang di antara mereka mau menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang berani menyentuh-Nya. 7:45 Maka penjaga-penjaga itu pergi kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak membawa-Nya?” 7:46 Jawab penjaga-penjaga itu: “Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!” 7:47 Jawab orang-orang Farisi itu kepada mereka: “Adakah kamu juga disesatkan? 7:48 Adakah seorang di antara pemimpin-pemimpin yang percaya kepada-Nya, atau seorang di antara orang-orang Farisi? 7:49 Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!” 7:50 Nikodemus, seorang dari mereka, yang dahulu telah datang kepada-Nya, berkata kepada mereka: 7:51 “Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?” 7:52 Jawab mereka: “Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.” 7:53 Lalu mereka pulang, masing-masing ke rumahnya,     Renungan Pengetahuan dan kemampuan berpikir menjadi ciri khas manusia sebagai ciptaan Tuhan. Dengan pengetahuan, hidup manusia menjadi lebih baik. Apa yang dulunya tidak bisa dilakukan, dengan ilmu pengetahuan segalanya seperti menjadi lebih mudah. Manusia selalu mempunyai kehausan untuk mengetahui dan terus berpikir. Maka bisa dimengerti bahwa ilmu pengetahuan berkembang pesat. Dari sanalah hidup manusia dapat menjadi lebih maju lagi. Namun demikian, tidak cukuplah bahwa kita hanya hidup dengan ilmu pengetahuan yang tinggi. Manusia terdiri dari jiwa, badan, dan roh. Ketiganya menjadi satu kesatuan. Kemampuan berpikir menjadi salah satu bagiannya. Kita perlu selalu memakai pikiran, hati, dan kehendak (fisik) dalam hidup. Demikian juga dalam beriman. Injil hari ini memberi kisah bagaimana perdebatan terjadi diantara orang-orang yang tidak sekelompok dengan Yesus. Mereka mempunyai pengetahuan tentang Yesus secara manusiawi. Mereka juga mempunyai pengetahuan tentang ajaran agama dan Kitab Taurat. Bahkan bisa dikatakan mereka ‘berkuasa’ atas hal itu. Maka dengan pengetahuan yang dimiliki, sebagian besar dari mereka menolak Yesus dan berniat membinasakannya. Pengetahuan yang mereka miliki justru untuk menolak Putera Allah. Tetapi ada sebagian kecil orang yang punya pengetahuan yang sama, justru punya sikap yang berbeda. Mengapa? Karena selain memakai pengetahuannya, dia juga memakai hati dan kehendaknya. Memakai hati untuk berpikir berarti siap menerima kemungkinan-kemungkinan baru yang tidak menyimpang dari paten yang ada. Itu lah Nikodemus, sang ahli yang berhati. Iman kita juga demikian, memakai pikiran dan juga rasa (hati). Iman kita bukan hanya sekedar keyakinan, tetapi jg soal pengetahuan. Sangat baik kita bisa percaya bahwa Allah jauh lebih berkuasa dari pada covid 19. Tidak ada orang yang menyangkalnya. Tetapi kita tidak bisa hanya tinggal diam dan mengabaikan segala bentuk upaya pencegahan yang disarankan oleh para ahli. Mengapa? Karena dari masa ke masa, Allah memakai bangsa manusia dalam sejarah keselamatan. Mengikuti saran upaya para ahli bukan berarti kita mengecilkan iman kita. Justru mari kita bersama-sama berseru ‘Ya Tuhan, Allahku, pada-Mu aku berlindung’.  

Renungan Harian, Sabtu Prapaskah IV Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top