Renungan Harian, Minggu Prapaskah III

Bacaan: Yohanes 4:5-42 4:39 Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: “Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat.” 4:40 Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta kepada-Nya, supaya Ia tinggal pada mereka; dan Iapun tinggal di situ dua hari lamanya. 4:41 Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya, 4:42 dan mereka berkata kepada perempuan itu: “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.”   Renungan Kisah tentang Yesus yang menjumpai perempuan Samaria di sumur Yakub ini kaya makna dan menjadi pengalaman konkret setiap orang. Perempuan Samaria ini bisa mewakili pergulatan setiap orang. Setiap orang pastilah pernah bertanya untuk apa dia hidup. Atau apakah hidupnya sudah benar atau belum. Dari dalam hati yang paling dalam pastilah pernah ada pertanyaan-pertanyaan sejenis itu. Perempuan itu menjadi kaya makna karena mau terbuka berdialog dengan Yesus. Dia yang hidup sosial moralnya dipandang tidak baik dalam masyarakat, bukan menjadi alasan untuk disingkirkan oleh Yesus. Meskipun hidupnya tidak ‘terpuji’, perempuan itu mau terbuka untuk disembuhkan. Ada begitu banyak ‘penyakit’ yang ada dalam dirinya. Selama ini dia menanggungnya sendiri. Orang lain bisa jadi justru menambah sakitnya dengan berbagai label yang disematkan padanya. Maka bisa dimengerti secara otomatis orang yang seperti itu mengambil air pada jam ’12 siang’. Dia tidak sembunyi, tetapi dia hanya berani keluar ketika orang lain sedang tidak melihatnya. Apa yang tidak kelihatan oleh orang lain, ternyata Yesus melihatnya dan menyapanya. Itulah persis kesembuhan rohani yang didambakan setiap orang. Kita tahu dan sadar bahwa yang baik dan benarlah yang semestinya kita hidupi. Tetapi pada kenyataannya kita sering memilih yang enak dan menyenangkan untuk diri kita. Maka ada begitu banyak ‘kelonggaran’ dan kesalahan yang kita lakukan tetapi kita tidak peka lagi bahwa itu hal yang tidak benar. Karena nyaman, kita menjadi lupa tentang apa yang harusnya menjadi perjuangan kita. Yang jelas untuk mencapai kebaikan dan kebenaran, kita perlu belajar terus menerus. Sementara untuk mempertahankan kenyaman dan kenikmatan, kita tidak butuh belajar lama. Apa yang kita lakukan selalu lah berdampak sosial. Keburukan yang kita lakukan juga akan mempengaruhi orang lain. Tetapi demikian, kebaikan yang kita lakukan pun juga bisa mempengaruhi orang lain. Seperti perempuan itu yang membawa orang-orang sekotanya kepada Yesus, kita juga diajak untuk menghantar orang lain pada sumber air hidup. Kita tidak cukup menghantar, tetapi yang paling penting adalah kita sendiri mengalami Sang sumber air hidup sendiri.  Pengalaman itulah yang kita jadikan sebagai kesaksian yang hidup. Setelah mendapat air, kita memberi kesaksian yang hidup. Dan lebih dari itu, semoga orang yang kita bawa akhirnya mengalami sendiri akan kasih Allah. Hanya dengan pengalaman itulah orang menjadi mampu bersukacita secara penuh dan utuh. Doa: Ya Tuhan, semoga hatiku selalu terbuka untuk kehadiran-Mu yang menghidupkan dan memberi kesegaran. Bersabdalah, hamba-Mu mendengarkan ya Tuhan. Amin.  

Renungan Harian, Minggu Prapaskah III Read More »