Renungan Harian, Minggu Biasa XXVIII

Bacaan: Lukas 17:11-19 Kesepuluh orang kusta 17:11 Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. 17:12 Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh 17:13 dan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” 17:14 Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. 17:15 Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, 17:16 lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. 17:17 Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? 17:18 Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” 17:19 Lalu Ia berkata kepada orang itu: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”   Renungan Mengucapkan terima kasih adalah bentuk paling sederhana ketika kita mendapat sesuatu atau setelah mendapat bantuan tertentu. Anak-anak juga selalu diajari untuk mengatakan terima kasih setelah diberi sesuatu misalnya. Mengatakan terima kasih bisa dilakukan siapapun dan dimanapun. Kepada orang yang baik, kita bisa dengan mudah mengatakan itu. Bisa mengucapkan terima kasih dengan spontan merupakan bentuk pembelajaran yang tidak jadi sekali waktu. Perlu adanya pembiasaan dan pembudayaan. Tidak otomatis semua orang mampu mengucapkan terima kasih. Ada begitu banyak orang yang hanya bisa melihat kejelekan dari orang lain sehingga tidak mampu mengatakan ‘terima kasih’. Secara sederhana, Injil hari ini mengingatkan kita akan hal sepele itu. Dari sepuluh orang yang mendapat karunia penyembuhan, hanya satu yang ingat untuk kembali kepada Dia yang menyembuhkan untuk mengucapkan terima kasih. Dia bukan orang sebangsa Yesus, dia adalah orang Samaria. Justru orang asing dan tidak ‘beragama’ yang datang kepada Yesus dan mengucap syukur. Satu dari sepuluh berarti bagian yang kecil. Sementara bagian yang besar tidak kembali. Bisa jadi memang sebagian besar dari kita sering kali lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada orang lain, apalagi kepada Tuhan. Setiap hari kita mendapat banyak karunia. Setiap hari pula kita diajak untuk selalu bersyukur atas banyak karunia yang sudah kita terima. Mampu untuk selalu bersyukur adalah latihan yang terus menerus. Mampu bersyukur berarti mampu melihat hidup sebagai karunia yang indah dari Tuhan sendiri. Mampu bersyukur berarti mampu melihat diri sendiri secara positif, demikian juga melihat orang lain. Meski ada banyak kekurangan dan kelemahan, orang yang mampu bersyukur adalah orang yang melihat kekurangan sebagai peluang untuk mendapat kekuatan. Mari kita terus menerus belajar dari orang Samaria itu. Dia yang tadinya tidak mempunyai kiblat untuk bersyukur, sekarang dia menemukan Sang Kiblat Agung, yakni Yesus sendiri. Disanalah ia menemukan keselamatan dan pembaruan hidup. Dia yang tadinya bukan termasuk yang diselamatkan, sekarang justru menjadi orang yang dekat dengan Yesus. Bersyukurlah senantiasa dalam Tuhan. Doa: Ya Tuhan, semoga mulut dan hatiku mampu dengan mudah mengucap syukur dan terima kasih atas segala anugerah-Mu. Amin.  

Renungan Harian, Minggu Biasa XXVIII Read More »