keuskupan tanjung karang

Renungan Harian, Kamis Biasa XIII

Bacaan: Matius 9:1-8 Orang lumpuh disembuhkan 9:1 Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri. 9:2 Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” 9:3 Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: “Ia menghujat Allah.” 9:4 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: “Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? 9:5 Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah? 9:6 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” — lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu –: “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” 9:7 Dan orang itupun bangun lalu pulang. 9:8 Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia. Renungan Sekolah Kerasulan Dalam situasi sakit, setiap orang tidak mampu melakukan kegiatan senormal biasanya. Keadaan sakit fisik menjadi penghambat banyak hal, bahkan untuk melakukan rutinitas kecil-kecil setiap hari. Salah satu anggota tubuh sakit, yang lain juga ikut terganggu. Apalagi sampai pada kenyataan sakit lumpuh, seperti dalam injil hari ini. Meskipun masih hidup, orang lumpuh tidak mampu melakukan banyak hal. Dalam arti tertentu, ia lebih banyak pasif dan menerima. Tidak mudah untuk menerima kenyataan seperti itu. Diperlukan perjuangan besar untuk sampai pada penerimaan diri. Injil hari ini masih dalam konteks Yesus mengajar para rasul. Kuliah kemuridan hari ini berhadapan dengan situasi konkret yang bisa dihadapi siapa saja, tanpa pandang jabatan status kekayaan atau yang lainnya. Masih dalam rangkaian ketakjuban para murid (setelah meredakan danau), Yesus mengajar mereka tentang Dia yang sungguh Putera Allah. Yesus, Guru baru mereka, adalah sungguh berasal dari Allah dengan segala kuasa dahsyatnya, bahkan untuk menyembuhkan orang dan pengampunan dosa. Hanya Allah yang sanggup menggampuni dosa manusia. Dan itu dilakukan oleh Yesus. Banyak orang yang tidak mengerti dan tidak menerima pernyataan itu. Tetapi pelan-pelan Yesus membuka mata dan hati para rasul khususnya. Ia yang berasal dari Allah berkuasa mengampuni dosa dan menyembuhkan si lumpuh. Seperti di akhir kisah, banyak orang takut dan kemudian memuliakan Allah, demikianlah Yesus mengjari para rasul untuk semakin mengenal dan percaya pada-Nya. Demikian juga dengan kita, ada banyak pengampunan dosa dan kesembuhan kelumpuhan yang terjadi pada kita berasal dari Allah. Pertanyaannya adalah apakah kita percaya pada-Nya? Atau justru menutup mata dan membiarkan semua terjadi tanpa makna? Doa: Tuhan, sembuhkanlah kelumpuhan iman kami. Amin.  

Renungan Harian, Kamis Biasa XIII Read More »

Renungan Harian, Rabu Biasa XIII

Pesta Rasul Thomas Yohanes 20:24-29 Yesus menampakkan diri kepada Tomas 20:24 Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ. 20:25 Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuhan!” Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” 20:26 Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!” 20:27 Kemudian Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” 20:28 Tomas menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!” 20:29 Kata Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” Renungan Melihat dan Percaya Merenungkan perikopa Injil pada peringatan st Thomas Rasul ini, ada beberapa pokok permenungan yang bisa kita maknai secara pribadi. Pertama, Yesus yang bangkit adalah sungguh-sungguh Yesus yang disalibkan, bukan Yesus tiruan, atau Yesus palsu. Ada aliran yang mengatakan bahwa yang disalib bukanlah Yesus, tetapi orang lain yang ‘menggantikan’ Yesus. Yesus sebagai Putera Allah tidak mungkin mati disalib. St Thomas member kesaksian nyata ‘Ya Tuhanku dan Allahku’ setelah ia melihat bekas paku di kaki dan tangan, serta bekas tombak di lambung. Para rasul adalah saksi iman kebangkitan Yesus Kristus. Maka kita tidak perlu kuatir tentang keaslian Yesus yang bangkit, iman para rasul adalah iman yang sama kita akui. Kedua, Thomas adalah gambaran rasul yang selalu mencari bukti dari iman kepecayaannya. Ia tidak puas jika hanya ‘katanya’, mendengar dari orang lain. Ia rindu untuk mengalami dan berjumpa pribadi dengan yang ilahi. Istilah fides querens intelectum (iman yang mencari kebenaran) kiranya sangat tepat disematkan pada pribadi rasul ini. Ia mencari bukti namun sudah mempunyai dasar iman. Jadi titik pijaknya adalah iman terlebih dahulu, baru dengan iman itu ia mencoba menalarnya. Akhirnya ketemulah “Ya Tuhanku dan Allahku”. Segala kebesaran Tuhan hanya bisa kita terima dengan kekaguman dan kepasrahan manusiawi. Dihadapan dia yang agung kita hanya bisa berlutut dan menyembah. Ketiga, kita bisa belajar soal melihat dan percaya. Kepada Thomas dan para rasul yang lain, juga kepada kita, Yesus menegaskan “berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya”. Itulah yang terjadi pada kita saat ini. Iman kita timbul karena pendengaran, karena kita sudah jauh dari jaman Yesus. Namun bukan berarti iman kita mati. Kita tetap mampu melihat Dia yang hadir dalam seluruh hidup kita. Hanya soalnya apakah kita peka atau malahan tertutup mata batin. Jika mau jujur, ada banyak hal yang tidak mampu kita jelaskan secara manusiawi namun terjadi pada kita, lebih-lebih banyak ‘keberuntungan’ (nasib baik) dalam hidup. Seringkali kita hanya sampai pada ‘keberuntungan’ saja apabila kita terhindar dari kecelakaan maut, atau musibah bencana, atau tragedy lainnya. Kita harus berani jujur, Tuhan mendampingi dan menyelamatkan kita. Mampukah kita melihat-Nya dan percaya pada-Nya?? Doa: Tuhan, semoga aku melihat. Amin.  

Renungan Harian, Rabu Biasa XIII Read More »

Menjadi Satu Daging

RD Antonius Suhermanto Sembari bermenung dan berpikir tentang khotbah pada perayaan peneguhan perkawinan yang akan ia layani beberapa hari lagi, Rm. Itheng iseng-iseng membuka-buka file khotbah perkawinan di laptopnya. Ia menemukan file khotbah yang ia bawakan tiga tahun yang lalu. Khotbah perkawinan itu didasarkan pada perikop Mrk 10:2-9: “Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada–Nya: ‘Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?’ Tetapi jawab-Nya kepada mereka: ‘Apa perintah Musa kepada kamu?’ Jawab mereka: ‘Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.’ Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”.  (Mrk 10:2-9) Dalam perikop yang paralelnya juga ada pada Injil Matius, Yesus memberi jawab atas pertanyaan orang-orang Farisi yang mau mencobai Dia. Orang Farisi mempertanyakan pandangan Yesus tentang perceraian. Pada masyarakat Yahudi ada beragam tafsir tetang perceraian. Seturut salah satu artikel yang pernah dibaca Rm. Itheng pada sebuah buku bunga rampai tentang soal-soal perkawinan dalam Alkitab, pandangan yang beredar dalam masyarakat Yahudi pada masa Yesus dapat dirangkum dalam tiga kategori: 1) pandangan yang paling dominan bahwa adanya hak yang hampir takterbatas dari seorang suami untuk menceraikan istrinya; 2) ada pandangan kelompok Esseni di Qumran yang jelas mengkritik praktik poligini (beristri banyak) sehingga tampak secara tidak langsung mengkritik tindakan perceraian dan kawin lagi; 3) larangan mutlak terhadap perceraian. Teks tentang perceraian dalam Perjanjian Lama dapat kita temukan dalam Kitab Ulangan. “Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain, dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati, maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.” Kemungkinan pernyataan orang Farisi yang mencobai Yesus, “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai” didasarkan pada perikop Ulangan di atas. Dari teks Ulangan itu tampaknya memang memperbolehkan adanya perceraian dan memberi hak pada suami untuk menceraikan istrinya. Akan tetapi teks ini sebenarnya mau mengatur dan membatasi kesewenangan dan egoisme suami dan para pria. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menjamin dan melindungi hak dan martabat perempuan. Dengan demikian kemungkinan besar teks dari bagian Taurat Musa ini mau menegaskan hakikat perkawinan yang monogami (hanya di antara satu pria dan satu wanita) dan tidak terceraikan. Perkawinan yang monogami dan tak terceraikan inilah yang mau dibela Yesus. Dasar tidak adanya perceraian adalah kehendak Allah sejak penciptaan. Sejak awal penciptaan dunia Allah telah mempersatukan seorang pria dan seorang wanita. Karenanya Yesus mendasarkan jawabannya pada kisah penciptaan dengan mengutip Kej 1:27 dan Kej 2:24. Hukum Musa dalam Kitab Ulangan yang dikutip orang Fraisi mesti dilihat dalam konteks penciptaan. Kehendak Allah dalam penciptaan bahwa perkawinan adalam monogam dan tak terceraikan disebut dengan pernyataan: “keduanya menjadi satu daging” (Kej 2:24). Allah menghendaki kesatuan utuh perkawinan. Suami dan Istri dalam perkawinan hidup dalam kasih yang utuh dan tak terbagi. Keduanya saling melengkapi dan saling berkorban. Untuk lebih menekankan kehendak Allah ini Yesus menegaskan, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Mrk 10:9). Rasul Paulus merenungkan hakikat perkawinan dalam kaitannya dengan kasih Allah dalam diri Kristus bagi umat-Nya. Kristus menunjukkan kasih setia demikian kasih inilah yang harus diwujudkan dalam relasi perkawinan antara suami dan istri (lih. Ef 5:22-31). Ia juga membandingkan relasi suami-istri dengan tubuh. Melalui perbandingan ini Paulus memberi penjelasan menjadi satu daging, isteri adalah bagian dari diri suaminya. Karenanya ia menjelaskan, “… suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya” (Ef 5:28-30). Pernah Dimuat di Majalah Nuntius Edisi Februari 2018  

Menjadi Satu Daging Read More »

25thn Imamat: Allah yang Setia

Tanjungkarang, Komsos – Pastor Kepala Paroki Kristus Raja Katedral Tanjungkarang, RD JB Sujanto, merayakan pesta perak imamat pada 25 Juni 2019. Perayaan perak imamat ini dirayakan di Gereja Kristus Raja dengan ekaristi syukur dan dilanjutkan dengan ramah tamah di aula Gereja. Perayaan ekaristi ini dipimpin oleh rm Janto dan dihadiri sejumlah rekan imam serta umat, baik dari paroki Katedral maupun dari paroki yang lainnya. Hadir pula kedua orang tua rm Janto, dan keluarga besarnya. Dalam refleksinya, rm Janto mengatakan bahwa perayaan syukur ini bukan perta-tama bersyukur atas kesetiaanya sebagai imam, tetapi bersyukur atas Allah yang terlebih dahulu setia. Allah yang memanggil, Allah yang mendampingi dan menuntun dengan setia. Sebagai manusia, beliau juga menyadari jika hanya mengandalkan diri sendiri, ada banyak kesalahan dan kekurangan. Maka yang patut disyukuri adalah kesetiaan Allah yang mendampingi hingga perak imamat. RD JB Sujanto ditahbiskan pada 25 Juni 1994 di paroki ratu Damai Teluk betung bersama dengan RD Satu Manggo. Moto yang diambil adalah “Biarlah Dia semakin besar, aku semakin kecil” (Yoh. 3:30) Perayaan syukur ini dilanjutkan dengan ramah tamah di aula Gereja. Anak-anak dari BIA paroki menampilkan persembahan berupa gerak lagu ‘Dengar Dia Panggil Nama Saya’.

25thn Imamat: Allah yang Setia Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top