Renungan Harian

Renungan Harian, Minggu Biasa XVI

Bacaan: Lukas 10:38-42 Maria dan Marta 10:38 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. 10:39 Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, 10:40 sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” 10:41 Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, 10:42 tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Renungan Tamu yang membawa jamu Bertamu atau kedatangan tamu adalah sesuatu yang sangat wajar dalam hidup sosial. Malah menjadi aneh jika kita tidak pernah mendapat tamu, ataupun kita tidak pernah bertamu. Bentuk yang sangat sederhana dari silaturahmi sosial adalah dengan saling berkunjung. Bisa jadi bentuknya hanya sekedar ngobrol dan ngopi atau minum yang lain, atau yang lebih serius karena memang ada keperluan tertentu. Ada juga yang diundang bertamu karena ada kepentiangan tertentu, misalnya saja syukuran atau untuk berdoa bersama. Hari ini Yesus dan para rasul mengunjungi rumah Maria dan Marta. Seperti dikasihkan, tuan rumah ada yang sibuk di dapur dengan menyiapkan berbagai macam hidangan, tetapi ada yang menemani dan mendengarkan Yesus mengajar. Maria dan Marta adalah tuan rumah yang baik, yang mampu memberi kenyamanan kepada mereka yang datang ke rumahnya. Maka mereka memberikan yang terbaik. Dan kiranya sewajarnya demikian mereka lakukan, karena tamu adalah yang memang layak untuk dijamu. Dalam pandangan masyarakat Yahudi, orang yang datang ke rumah mereka wajib untuk dijamu karena mereka adalah utusan Tuhan yang membawa berkat bagi mereka. Seperti Abraham menyambut tiga orang asing di rumahnya. Abraham tidak kenal, ketiga orang itu juga tidak meminta untuk dijamu. Namun Abraham justru meminta mereka untuk sejenak singgah di rumah mereka dan menyediakan berbagai jamuan agar mereka segar kembali. Dan ternyata memang mereka adalah utusan Allah yang membawa berkat bagi Abraham dan Sara. Yesus dan para rasul juga adalah ‘tamu’ yang membawa berkat bagi Maria dan Sara. Maria mampu mendengarkan Yesus yang mengajar, Sara juga mendengarkan ajaran Yesus dan juga melayani dengan kemampuan yang ia bisa. Belajar dari Yesus, kita pun bisa menjadi tamu yang membawa jamu (obat dan berkat). Jangan sampai justru kedatangan kita menjadi sumber bencana bagi mereka yang kita kunjungi. Kata, tindakan, pandangan kita hendaknya membawa berkat, membawa kesegaran dan kedamaian. Doa: Tuhan, semoga aku mampu membawa sukacita dan damai bagi semua orang yang kujumpai. Amin  

Renungan Harian, Minggu Biasa XVI Read More »

Ilustrasi: Buluh yang terkulai tak kan dipatahkan-Nya

Renungan Harian, Sabtu Biasa XV

Bacaan: Matius 12:14-21 Yesus Hamba Tuhan Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia. 12:15 Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana. (#12-#15b) Banyak orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. 12:16 Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia, 12:17 supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: 12:18 “Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan; Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. 12:19 Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan. 12:20 Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. 12:21 Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap.” Renungan Immitatio Christi Immitatio Christi berarti meniru Kristus. Maksudnya adalah apa yang Kristus lakukan dan ajarkan menjadi cara hidup kita juga. Kita juga bisa mengatakan ‘jalan Kristus adalan jalan saya’. Untuk sampai kepada sikap itu, setiap dari kita perlu yang namanya pengosongan diri. Seperti Kristus sendiri yang mengosongkan diri demi menyelamatkan kita manusia. Henri Nouwen menceritakan pengalaman menariknya berkatian dengan pengosongan diri itu. Baginya, pengosongan diri itu menjadi ‘penemuan’ terbesarnya untuk semua teori yang ia ketahui tentang berbagai macam teori mencapai hidup bahagia. Ia baru mencapai kedamaian besar ketika berani seperti Kristus yang mengosongkan diri. Bisa diterjamahkan secara ringkas bahwa jalan pengosongan diri itu adalah menerima dengan rela setiap bentuk hidup yang dijalani. Demikian Kristus hidup bagi kita. Ia hadir dan hidup sebagai manusia. Itulah satu-satunya cara yang bisa dipakai supaya manusia mengerti bahasa-Nya. Dan terjadilah saat keselamatan itu. Jalan pengosongan diri menjadi cara yang paling tepat untuk mampu masuk dalam hidup manusia. Demikian juga manusia, untuk mampu sampai pada kedamaian besar dalam hidup satu-satunya cara adalah pengosongan diri sendiri. Jika masih dominan kemauan dan keingin egonya, manusia tidak akan pernah sampai pada kedamaian agung. Justru dengan cara pengosongan diri, setiap dari kita akan mampu melihat hidup ini sebagai yang agung, hidup yang berlimpah berkat, hidup yang seluruhnya menuju hanya kepada-Nya. Doa: Tuhan, mampukanlah aku untuk tidak terikat sekadar pada kehendak dan keinginanku sendiri. Amin.  

Renungan Harian, Sabtu Biasa XV Read More »

Renungan Harian, Jumat Biasa XV

Bacaan: Matius 12:1-8 Murid-murid memetik gandum pada hari Sabat 12:1 Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. 12:2 Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.” 12:3 Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, 12:4 bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? 12:5 Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah? 12:6 Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. 12:7 Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. 12:8 Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Renungan Lapar akan sabda Tuhan Diskusi Yesus dan orang Farisi hari ini berkaitan dengan hukum hari sabat dimana orang Yahudi tidak boleh melakukan aktivitas berat, termasuk memetik gandum. Diakhir diskusi Yesus menekankan bahwa ‘Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat’. Bisa jadi orang Farisi mengerti akan semua itu, tetapi sangat besar kemungkinan mereka tidak menerima dan merasa tersinggung, seperti dalam kisah lainnya. Kita bisa merenungkan tentang mengapa para murid memetik gandum pada hari itu. Diterangkan dalam Injil bahwa mereka lapar, maka kemudian memetik gandum untuk dimakan. Entah sabat atau tidak sabat, jika lapar memang setiap orang perlu makan untuk bertahan hidup. Hidup menjadi jauh lebih penting dari ‘sekedar’ hukum boleh tidak boleh bekerja pada sabat. Jika tidak ada hidup, maka juga tidak ada sabat. Makan bulir gandum adalah untuk mempertahankan hidup jasmani, memelihara tubuh supaya tetap bisa hidup normal dan baik. Itu yang dilakukan para murid, mempertahankan hidup jasmani. Dan Yesus mengamini itu, setiap manusia perlu memelihara hidup jasmani mereka. Karena hanya dengan jasmani yang sehat maka kehidupan lainnya juga akan lebih baik, termasuk mentaati hukum. Jika bulir gandum sangat penting untuk jasmani, apakah tubuh rohani kita juga tidak perlu ‘bulir gandum’? Apakah kita tidak lapar akan ‘bulir gandum rohani’? Jika kita tidak punya rasa lapar seperti para murid, bisa jadi ternyata hidup kita kering. Memang tidak mati, tetapi juga tidak berkembang apalagi menghasilkan buah. Lapar akan ‘gandum rohani’ menjadi tanda dahsyat bahwa manusia rohani kita berkembang. Doa: Tuhan, semoga aku mampu memelihara hidup jasmani dan rohaniku dengan tepat. Amin.  

Renungan Harian, Jumat Biasa XV Read More »

Ilustrasi: tetap bahagia meski berbeban berat

Renungan Harian, Kamis Biasa XV

Bacaan: Matius 11:28-30 11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 11:29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 11:30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” Renungan The Power of Berserah Amin dan benar adanya apa yang Tuhan Yesus katakana hari ini. Ia mengundang semua orang datang kepada-Nya. Tidak hanya itu, Ia member kelegaan dan ketenangan. Hanya di dalam Dia maka hidup kita akan menjadi ringan dan indah. Yang perlu kita lakukan hanyalah memenuhi undangan-Nya dan berserah pada-Nya. Berserah berarti kita mempercayakan hidup kita kepada-Nya. Bukan dalam arti kemudian kita tidak melakukan apapun. Tugas, kewajiban, dan panggilan manusiawi kita tetap menjadi hidup harian kita. Berserah berarti kita menjalankan rutinitas hidup kita seperti biasa namun disertai dengan keyakinan Allah yang mendampingi. Berjuang sekuat tenaga tetapi kemudian meletakkan semua perjuangan itu pada Tuhan yang punya rencana atas hidup kita. Apa untungnya kita? Ada banyak sekali. Dengan berserah, beban berat dan rasa letih lesu tidak membuat kita habis, tetapi justru mendapat kelegaan. Dengan berserah, jiwa kita yang kacau kalut tak menentukan akan mendapatkan ketenangan. Bukankah itu yang selalu kita rindukan: meski menghadapi berbagai persoalan tetapi tetap damai? Hanya berserah kepada-Nya kita akan mampu mengalami itu. Setelah itu baru kita juga berlaku yang sama, memberi rasa lega dan damai kepada orang lain. Ketika ada persoalan, kita menjadi bagian yang meringakan, bukan justru memberatkan. Jika ada perpecahan, kita menjadi pendamai, bukan justru penambah perpecahan. Doa: Tuhan, semoga hatiku menjadi seperti hati-Mu, tanganku menjadi seperti tangan-Mu, kakiku menjadi seperti kaki-Mu, mata dan mulutku menjadi seperti mata dan mulut-Mu. Amin  

Renungan Harian, Kamis Biasa XV Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top