Katekese

Renungan Harian, Sabtu XIII

Bacaan: Matius 9:14-17 Hal berpuasa 9:14 Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” 9:15 Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. 9:16 Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. 9:17 Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya.” Renungan Belajar dan belajar Hal menarik dari perikopa hari ini adalah para murid Yohanes datang kepada Yesus, bertanya dan mendengarkan Dia yang dikatakan sebagai ‘Anak Domba Allah’.  Para murid yang sudah mempunyai guru, Yohanes Pembaptis, mempunyai kemauan untuk terus mencari kebenaran pada guru bijaksana yang ditunjuk oleh Yohanes. Nampaknya mereka belum puas, atau masih mempunyai kegelisahan hati tentang ajaran guru mereka. Maka mereka mencari alternatif lain. Hasilnya adalah Yesus menjelaskan soal kebaruan hidup. Kebaruan itu tidak hanya diluarnya saja, tetapi dari dalam dan luar mempunyai kebaruan. Tidak cukup hanya membarui fisik, tidak cukup pula hanya bagian dalam. Baik sisi luar maupun sisi dalam mendapat kebaruan. Dan sumber kebaruan itu adalah Yesus Kristus, Guru baru yang mereka jumpai. Kita bisa belajar dari perikopa ini tentang kemauan untuk terus menerus belajar, belajar hidup dan belajar beriman. Kita sudah mempunyai sumber utama, yaitu Yesus Kristus. Mungkin saja hati kita sudah diperbarui, namun fisik dan tingkah laku juga perlu diperbarui. Menjadi orang Kristen tidak berhenti pada satu titik tertentu, tetapi seluruh hidup adalah sekolah kemuridan. Semangat baru perlu diwujudkan dalam tindakan yang baru, dalam perkataan yang baru, dan tingkah laku yang baru. Kebaruannya adalah kasih kepada Allah dan kepada sesame. Doa: Tuhan, perbaruilah diri kami setiap saat dengan terang kasih-Mu. Amin.  

Renungan Harian, Sabtu XIII Read More »

Renungan Harian,  Jumat Biasa XIII

Bacaan: Matius 9:9-13 Matius pemungut cukai mengikut Yesus 9:9 Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. 9:10 Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. 9:11 Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” 9:12 Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. 9:13 Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Renungan Kemuridan: bukan persembahan Melanjutkan pelajaran tentang menjadi murid Kristus, hari ini penginjil mengkisahkan bagaimana Matius dipanggil menjadi rasul. Secara adat budaya kebangsaan, Matius adalah orang yang sangat berdosa, tersingkir dari masyarakat umum, dicap sebagai pengkhianat. Matius adalah pribadi yang tidak layak mendapat kasih Allah. Namun demikian, Yesus justru memanggilnya tanpa menyertakan syarat apapun untuk mengikuti-Nya. Ajakan Yesus ‘Ikutlah Aku’ ditanggapi oleh Matius dengan segera, tanpa mengulur waktu dan mencari alas an. Tanpa juga pusing dengan berbagai macam cap yang diberikan oleh orang sebangsanya. Yang jelas, ada guru yang mengajaknya untuk ikut, maka ia segera ikut. Kemuridan Matius tidak melihat masa lalu kelemahan dosa manusiawi. Kemuridan Matius didasarkan pada Allah yang penuh kasih yang memanggil. Kita bisa belajar tentang kemuridan Matius ini. Masing-masing dari kita mempunyai sejarah masa lalu yang bisa jadi tidak seindah kebanyakan orang. Namun kita tidak dipanggil karena seberapa besar ‘persembahan’ yang sudah kita berikan. Kita dipanggil karena Allah mempunyai kasih, dan kita menanggapi kasih itu. Yesus menghendaki kita sebagai murid bukan karena persembahan, tetapi karena belas kasih. Allah lah yang lebih dahulu member kasih. Kitapun dipanggil untuk berbagi kasih itu sendiri. Berbagi lima roti dan dua ikan menjadi tanda khas bagi kita untuk berbagi kasih. Sekedar member minum kepada yang haus, sekedar memberi makan kepada yang lapar, sekedar member pakaian kepada yang telanjar, sudah menjadi wujud nyata kemuridan kita. Bukan seberapa besar persembahan kita kepada-Nya, tetapi belas kasih lah yang jauh lebih diperhitungkan Allah kepada kita. Selamat berbuat kasih! Doa: Tuhan, semoga persembahan kasih yang kami haturkan, berkenan kepada-Mu. Amin.  

Renungan Harian,  Jumat Biasa XIII Read More »

Renungan Harian, Kamis Biasa XIII

Bacaan: Matius 9:1-8 Orang lumpuh disembuhkan 9:1 Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri. 9:2 Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” 9:3 Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: “Ia menghujat Allah.” 9:4 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: “Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? 9:5 Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah? 9:6 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” — lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu –: “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” 9:7 Dan orang itupun bangun lalu pulang. 9:8 Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia. Renungan Sekolah Kerasulan Dalam situasi sakit, setiap orang tidak mampu melakukan kegiatan senormal biasanya. Keadaan sakit fisik menjadi penghambat banyak hal, bahkan untuk melakukan rutinitas kecil-kecil setiap hari. Salah satu anggota tubuh sakit, yang lain juga ikut terganggu. Apalagi sampai pada kenyataan sakit lumpuh, seperti dalam injil hari ini. Meskipun masih hidup, orang lumpuh tidak mampu melakukan banyak hal. Dalam arti tertentu, ia lebih banyak pasif dan menerima. Tidak mudah untuk menerima kenyataan seperti itu. Diperlukan perjuangan besar untuk sampai pada penerimaan diri. Injil hari ini masih dalam konteks Yesus mengajar para rasul. Kuliah kemuridan hari ini berhadapan dengan situasi konkret yang bisa dihadapi siapa saja, tanpa pandang jabatan status kekayaan atau yang lainnya. Masih dalam rangkaian ketakjuban para murid (setelah meredakan danau), Yesus mengajar mereka tentang Dia yang sungguh Putera Allah. Yesus, Guru baru mereka, adalah sungguh berasal dari Allah dengan segala kuasa dahsyatnya, bahkan untuk menyembuhkan orang dan pengampunan dosa. Hanya Allah yang sanggup menggampuni dosa manusia. Dan itu dilakukan oleh Yesus. Banyak orang yang tidak mengerti dan tidak menerima pernyataan itu. Tetapi pelan-pelan Yesus membuka mata dan hati para rasul khususnya. Ia yang berasal dari Allah berkuasa mengampuni dosa dan menyembuhkan si lumpuh. Seperti di akhir kisah, banyak orang takut dan kemudian memuliakan Allah, demikianlah Yesus mengjari para rasul untuk semakin mengenal dan percaya pada-Nya. Demikian juga dengan kita, ada banyak pengampunan dosa dan kesembuhan kelumpuhan yang terjadi pada kita berasal dari Allah. Pertanyaannya adalah apakah kita percaya pada-Nya? Atau justru menutup mata dan membiarkan semua terjadi tanpa makna? Doa: Tuhan, sembuhkanlah kelumpuhan iman kami. Amin.  

Renungan Harian, Kamis Biasa XIII Read More »

Renungan Harian, Rabu Biasa XIII

Pesta Rasul Thomas Yohanes 20:24-29 Yesus menampakkan diri kepada Tomas 20:24 Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ. 20:25 Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuhan!” Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” 20:26 Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!” 20:27 Kemudian Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” 20:28 Tomas menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!” 20:29 Kata Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” Renungan Melihat dan Percaya Merenungkan perikopa Injil pada peringatan st Thomas Rasul ini, ada beberapa pokok permenungan yang bisa kita maknai secara pribadi. Pertama, Yesus yang bangkit adalah sungguh-sungguh Yesus yang disalibkan, bukan Yesus tiruan, atau Yesus palsu. Ada aliran yang mengatakan bahwa yang disalib bukanlah Yesus, tetapi orang lain yang ‘menggantikan’ Yesus. Yesus sebagai Putera Allah tidak mungkin mati disalib. St Thomas member kesaksian nyata ‘Ya Tuhanku dan Allahku’ setelah ia melihat bekas paku di kaki dan tangan, serta bekas tombak di lambung. Para rasul adalah saksi iman kebangkitan Yesus Kristus. Maka kita tidak perlu kuatir tentang keaslian Yesus yang bangkit, iman para rasul adalah iman yang sama kita akui. Kedua, Thomas adalah gambaran rasul yang selalu mencari bukti dari iman kepecayaannya. Ia tidak puas jika hanya ‘katanya’, mendengar dari orang lain. Ia rindu untuk mengalami dan berjumpa pribadi dengan yang ilahi. Istilah fides querens intelectum (iman yang mencari kebenaran) kiranya sangat tepat disematkan pada pribadi rasul ini. Ia mencari bukti namun sudah mempunyai dasar iman. Jadi titik pijaknya adalah iman terlebih dahulu, baru dengan iman itu ia mencoba menalarnya. Akhirnya ketemulah “Ya Tuhanku dan Allahku”. Segala kebesaran Tuhan hanya bisa kita terima dengan kekaguman dan kepasrahan manusiawi. Dihadapan dia yang agung kita hanya bisa berlutut dan menyembah. Ketiga, kita bisa belajar soal melihat dan percaya. Kepada Thomas dan para rasul yang lain, juga kepada kita, Yesus menegaskan “berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya”. Itulah yang terjadi pada kita saat ini. Iman kita timbul karena pendengaran, karena kita sudah jauh dari jaman Yesus. Namun bukan berarti iman kita mati. Kita tetap mampu melihat Dia yang hadir dalam seluruh hidup kita. Hanya soalnya apakah kita peka atau malahan tertutup mata batin. Jika mau jujur, ada banyak hal yang tidak mampu kita jelaskan secara manusiawi namun terjadi pada kita, lebih-lebih banyak ‘keberuntungan’ (nasib baik) dalam hidup. Seringkali kita hanya sampai pada ‘keberuntungan’ saja apabila kita terhindar dari kecelakaan maut, atau musibah bencana, atau tragedy lainnya. Kita harus berani jujur, Tuhan mendampingi dan menyelamatkan kita. Mampukah kita melihat-Nya dan percaya pada-Nya?? Doa: Tuhan, semoga aku melihat. Amin.  

Renungan Harian, Rabu Biasa XIII Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top