Artikel

SEJUTA MASKER UNTUK SANG BUMI RUWAI JURAI

#solidaritaskeuskupantanjungkarangbersamalawancovid19 Sejuta masker untuk Lampung, Gerakan ini merupakan gerakan spontan yang awalnya diprakarsai oleh rekan-rekan muda dan ibu-ibu yang peduli pada situasi terkini karena menyebarnya virus Covid 19. Akibat dari situasi ini, masker menjadi barang yang sangat langka, kalau pun ada harga melambung tinggi. Gerakan spontan ini hadir sebagai bentuk sikap peduli, berbagi dan solider. Kami para relawan menyebutnya #solidaritaskeuskupantanjungkarangbersamalawancovid19.  Mereka yang terlibat di dalamnya adalah Caritas Keuskupan Tanjungkarang, KKPPMP Keuskupan Tanjungkarang, Wanita Katolik RI Lampung, Paguyuban Devosan, Kerahiman Ilahi (PDKI) Lampung, Serikat Sosial Vincentian (SSV) Lampung, Kelompok Pemerhati LP Keuskupan Tanjungkarang, Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan (GATK) Lampung, Bidang Diakonia Paroki Katedral Tanjungkarang, Komisi Kepemudaan Keuskupan Tanjungkarang, OMK, Komsos Keuskupan Tanjungkarang, suster CB, HK, FSGM, dan siapa pun yang tergerak hati untuk peduli. Solidaritas bukan hanya sekedar slogan tetapi spirit dari gerakan ini. Di daerah Bandarlampung dan Margo Agung, dibuat satu koordinasi untuk mensinergikan internal sesama relawan jahit misal butuh bahan kain, karet, benang dan sebagainya. Selain itu juga sinergi dengan jaringan lain yang ada di Bandarlampung dalam gerakan sejenis. Sedangkan untuk daerah di luar Bandarlampung seperti UP Bakauheni, UP Jati Baru, Paroki Pringsewu, Paroki Kota Gajah, Paroki Bandarjaya mereka melakukannya di tempat masing-masing untuk kebutuhan masing-masing. Begitu banyak orang yang sangat peduli dan solider. Semangat solidaritas tersbut sangat nampak dalam proses pembuatan sejuta masker. Masker-masker ini di peroleh dari pengumpulan kain-kain, benang dan karet dari para donatur yang peduli pada situasi pandemik ini. Setelah semua bahan terkumpul lalu di distribusikan ke relawan-relawan jahit terkhusus para ibu-ibu dan suster yang sangat telaten menjahit masker. Mbak Yuli sebagai salah satu penggiat gerakan solidaritas ini,  selalu siap memberikan tutorial untuk pembuatan masker secara langsung maupun online, sehingga masker yang dibuat bisa berguna walaupun tidak 100% seperti standar yang diharapkan. Kebanyakan masker-masker dibuat dari dua lapis kain katun dengan lubang untuk memasukkan filter tambahan jika dibutuhkan. Filter tambahan bisa menggunakan tisu basah yang dikeringkan. Masker-masker ini dijahit manual atau menggunakan mesin oleh banyak orang kemudian dikumpulkan di tiga tempat, yaitu susteran CB Tanjungseneng, FSGM Pasirgintung dan HK Wisma Albertus Pahoman untuk dicuci dan seterika sebelum diedarkan.  Sebisa mungkin bahan menggunakan kain perca atau kain bekas sehingga mengurangi samp moah. Penerima masker adalah orang-orang yang tidak bisa di rumah saja karena harus terus bekerja, khususnya yang tak mampu membeli masker karena langka dan mahal.  Misal pedagang keliling, pekerja pasar, pekerja transportasi, pemulung dan sebagainya. Masker hasil solidaritas ini dibagikan di sejumlah Pasar di Bandar Lampung dan Marga Agung total sekitar 20 pasar, pinggir jalan dan lampu merah. Selain di bagikan kepada mereka yang tidak mampu, beberapa masker juga di bagikan di puskesmas dan rumah sakit-rumah sakit seperti di RS Bob Bazar Kalianda dan puskesmas di Bakauheni. Masker-masker ini juga akan di dibagikan di Lapas-Lapas yang ada di Bandar Lampung. Hingga hari ini, Rabu 11 April 2020, masker yang terkumpul sekitar 3000 buah, sebagian di antaranya sudah dibagikan kepada yang membutuhkan. Dalam proses pembagian masker para relawan juga memberikan Edukasi bagi penerima masker tentang bagaimana cara pencucian dan anjuran penggunaan masker yang tepat. Selain Penerima makser para relawan yang membagikan juga harus mengikuti Protap yang sudah ada untuk tetap menggunakan masker, hand hygiene dan physical distaning. Produksi jahit terus berlanjut di tempat masing-masing sembari proses selanjutnya dijalankan. Selain masker, gerakan bersama ini juga mengumpulkan hand sanitizer untuk dibagikan ke orang-orang yang rentan akan covid-19. Sementara, baru ada 200 botol kecil yang terkumpul dan siap diedarkan. Kepedulian lain yang dibangun adalah perhatian untuk para pekerja rumah sakit. Mereka sangat minim fasilitas padahal sangat beresiko karena menghadapi pasien segala jenis yang belum ketahuan sakit apa. Misal seperti baju untuk tenaga medis di rumah sakit. Kita juga bisa menunjukan kepedulian dan solidaritas kita dengan cara tetap di rumah saja, dengan kepedulian tersebut, kita bersama melawan Covid-19, rantai penyebaran virus Korona dapat diputus dan tidak lebih meluas. #solidaritaskeuskupantanjungkarangbersamalawancovid19 (Gisela Novena Vivi)  

SEJUTA MASKER UNTUK SANG BUMI RUWAI JURAI Read More »

BAHAN APP 2020 LINGKUNGAN

Pertemuan Prapaskah I Bumi adalah Titipan Tuhan (Imamat 25:23 – 28. 35 – 38) Tujuan: Keluarga Katolik semakin terbuka dan mengerti akan nilai-nilai Kitab Suci Setiap pribadi beriman semakin menyadari bahwa bumi adalah titipan Tuhan Keluarga Katolik semakin bersyukur bahwa Allah menganugerahkan kehidupan Lagu Pembuka: “Ya Tuhan, Engkau Sumber Air Hayat” (PS 486) Tanda Salib dan salam P : Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus U : Amin P : Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus selalu beserta kita U : Sekarang dan selama-lamanya Pengantar: Bapak, ibu, saudara, saudari yang terkasih. Tidak terasa kita sudah memasuki Masa Prapaskah lagi. Dimana kita diberi kesempatan untuk memulihkan hubungan dengan Tuhan. Sebagai bahan permenungan di Masa Prapaskah tahun 2020 ini Keuskupan Tanjungkarang mengambil tema besar yaitu Bumi Sumber Kehidupan. Tema besar ini akan kita renungkan dalam 5 pertemuan, yaitu : Pertemuan Pertama     : Bumi adalah Titipan Tuhan Pertemuan Kedua       : Bumi Sumber Ekonomi Pertemuan Ketiga       : Ekonomi yang Bermartabat Pertemuan Keempat   : Bumi Rumah Kehidupan Pertemuan Kelima      : Gerakan Pertobatan dan Aksi Solidaritas. Pada Pertemuan Prapaskah I ini, kita hendak membagikan pengalaman hidup kita akan titipan Tuhan yaitu bumi dimana kita tinggal dengan tema “Bumi adalah Titipan Tuhan”. Dalam Kitab Imamat ditegaskan, “Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu adalah orang asing dan pendatang bagiKu” (Im 25:23). Kita semua adalah orang-orang yang menerima anugerah dari Tuhan dalam rupa, tanah atau bumi tempat dimana kita tinggal sekarang ini. Melalui Sabda Tuhan dari Kitab Imamat, kita akan memaknai Bumi sebagai Titipan Tuhan. Oleh karena itu marilah saat ini kita mempersiapkan diri untuk pertemuan hari ini. Kita hening sejenak mempersiapkan diri dan hati kita, mengakui segala kelemahan dan dosa kita. (Hening) P          : Saya mengaku…. P+U   : Kepada Allah yang Mahakuasa….. P         : Semoga Allah Bapa yang Mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita dan menghantar kita ke hidup yang kekal. U         : Amin. Doa Pembuka Ya Allah Bapa yang Mahakasih, kami bersyukur atas segala kemurahan hati-Mu yang telah kami terima sampai saat ini. Kami bersyukur kami boleh mengalami masa ini dimana kami diberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan kami dengan Engkau melalui tobat, puasa, pantang dan doa. Kami mau mengisi masa Prapaskah ini dengan lebih mendekatkan diri kepada-Mu dengan Ibadat bersama. Pada pertemuan ini kami akan merenungkan sabda-Mu dan berbagi pengalaman hidup agar kami lebih merasakan kasih-Mu dalam diri kami masing-masing. Kami mau bersama-sama bertumbuh akan iman, kasih dan pengharapan kepada-Mu. Kami mau merenungkan Sengsara, Wafat dan Kebangkitan-Mu agar kami lebih mencintai kehidupan ini melalui apa yang telah Kau berikan pada kami yaitu bumi ini. Ya Roh Kudus, kobarkan Api Cinta-Mu, agar dengan semangat yang teguh kami dapat menjadi pelaku Firman-Mu bukan hanya pembaca atau pendengar saja. Kami berdoa pula bagi saudara-saudari kami yang saat ini belum bisa hadir di tempat ini. Berilah mereka kekuatan dan kehendak agar suatu saat bisa berkumpul bersama kami dalam ibadat-ibadat selanjutnya.Semua doa ini kami sampaikan ke hadapanMu dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami. Amin Bacaan :KitabImamat 25:23 – 28. 35 – 38 Pertanyaan Pembantu Pendalaman: Siapakah pemilik bumi dan apakah status manusia? Berdasarkan bacaan di atas, apa tugas manusia terhadap bumi? Apa yang dilakukan masyarakat Yahudi dalam tahun Yobel? Bagaimana sikap anda melihat lahan tidur atau lahan yang tidak dioptimalkan penggunaannya? Dan bagaimana sikap anda melihat lingkungan yang kumuh? Bagaimana solusinya? Menurut anda bagaimana cara mengungkapkan rasa syukur atas bumi tempat kita hidup? Peneguhan: Orang Yunani menyebutnya rumah (oikos). Bumi adalah rumah bersama dan rumah utama bagi semua mahluk hidup. Bumi dalam pelbagai budaya disebut “ibu”: Ibu Pertiwi. Dengan menyebutnya IBU maka diakui bahwa bumilah yang melahirkan dan menumbuhkan kehidupan. Menyebut bumi sebagai rumah, mengacu kepada perlindungan dan pemeliharaan. Dalam Kitab Suci, sumber hak hidup ekonomi utama masyarakat adalah tanah. Tema-tema moral sosial dalam Perjanjian Lama selalu dihubungkan dengan ekonomi berbasis tanah (sumber ekonomi), seperti peduli pada orang miskin ( Kel 23:6; Ul 15:7-11), perhatian pada orang asing (Bdk. Kel 21:21-24), kepada janda dan yatim piatu (Bdk. Ul 24:19-22) serta lingkungan hidup (Bdk. Im 25:8-55). Demikian juga dalam pewartaan para Nabi, tema keadilan ekonomi terkait dengan komoditi hasil bumi objek transaksi di pasar, yang berujung pada ketidakadilan, pemerasan dan penindasan. Inilah dasar dari pengaturan tahun Yubileum di mana korban kejahatan sosial dan ekologis mesti dihapuskan. Utang dihapus dan tanah diistirahatkan agar terpulihkan dari eksploitasi manusia. Bela rasa sebagai penyelesaian masalah sosial. Tanah adalah milik Allah. Dari tanah yang satu dan sama itu warga Israel harus dapat hidup. Tidak diperkenankan ada orang miskin di tanah yang diberikan Tuhan itu ( Im 25:25.35). Masyarakat Israel memiliki tradisi berbagi hasil ladang waktu panen dengan sesama, terutama mereka yang miskin dan kelaparan. Maksudnya adalah supaya semua manusia yang hidup di atas tanah terjanji dapat hidup (Bdk. Rut 2-3). Kemiskinan adalah aib di atas tanah yang diberikan Tuhan, yang berlimpahkan susu dan madunya. Dalam pengertian luas manusia hanya sebagai pengelola tanah dan bertujuan untuk kesejahteraan bersama serta menjunjung tinggi nilai keadilan dan semangat bela rasa supaya orang lainpun mengalami kesejahteraan. Hak untuk hidup adalah hak yang paling dasar dan hal-hal yang lain bertumpu padanya. Kehidupan manusia adalah sesuatu yang diterima, sebagai anugerah. Allah Pemberi kehidupan menopang kehidupan manusia dengan pelbagai ciptaan lain, yang mengitari kehidupan manusia. Allah menganugerahkan hidup kepada manusia, sekaligus melengkapi hidup manusia dengan ciptaan lain yang menopang, menunjang dan mempertahankan hidupnya. Atas dasar itu, maka prioritas utama dalam ekonomi adalah kehidupan manusia. Bukan hanya segelintir atau sebagian besar, tetapi semua manusia, siapapun dia. Dia berhak atas akses terhadap sumber-sumber hidup atau sumber-sumber ekonomi dan hak itu harus dijamin dan dipertahankan di atas prinsip keadilan. Doa Umat : P   Ya Bapa, pada kesempatan ini kami juga hendak mengantar doa-doa kami, berkenanlah Engaku mendengarkannya L  Bagi Para Pemimpin Masyarakat Ya Bapa, bimbinglah para pemimpin masyarakat kami dalam mengambil keputusan yang bijaksana dan untuk kepentingan masyarakat terutama mengenai kelangsungan ekosistem di bumi ini.Marilah kita mohon….. L  Bagi Para Gembala Umat Ya Bapa yang Mahabaik, sertailah dan bimbinglah para gembala umatMu dalam karya penggembalaan mereka. Semoga mereka senantiasa dengan rendah hati

BAHAN APP 2020 LINGKUNGAN Read More »

Retret Kepausan: Panggilan Tuhan Hadir secara Mengejutkan

Oleh Devin Watkins Pendamping retret Latihan Rohani tahunan Paus Fransiskus merefleksikan bagaimana Allah memanggil Musa untuk memimpin umat-Nya, dan memperingatkan akan godaan untuk menentang kehendak Allah. Ketika Paus terus mengikuti Latihan Rohani Kuria Roma dari Casa Santa Marta karena flu, Pater Pietro Bovati mengambil tema tentang panggilan dan penolakan atas rahmat Tuhan.   Hari 2 sore: Panggilan sebagai titik balik Dalam renungan Senin sore, Sekretaris Komisi Kitab Suci Kepausan mengatakan kepada para anggota Kuria Roma yang berkumpul di Divine Master House di Ariccia bahwa Tuhan memanggil kita masing-masing secara personal. Panggilan, kata Pastor Bovati, “adalah pertemuan yang menentukan di mana Tuhan berbicara kepada kita”. Karena itu menandai titik balik dalam kehidupan kita, katanya, kita hendaknya sering kembali ke saat “kelahiran kembali” itu untuk mengingat suara Tuhan. Pastor Bovati memfokuskan renungannya pada bacaan dari Kel 3: 1-12; Mat 16: 13-23; dan Mazmur 63. “Tuhan selalu bekerja untuk mengarahkan orang itu kepada penemuan dimensi hidup yang lebih tinggi, pemberian diri yang lebih bermanfaat dan pelayanan kepada saudara-saudari kita,” kata Pastor Bovati. “Tuhan memanggil di tengah hiruk pikuk kehidupan, bahkan di saat-saat keletihan. Ini adalah kondisi untuk mengarah – bahkan secara tidak sadar – ke realitas yang lebih tinggi: hanya Tuhan yang mampu mengungkapkan dan memenuhi. ”   Panggilan adalah wahyu, bukan penentuan nasib sendiri Beralih ke perjumpaan dengan semak yang terbakar, Pastor Bovati mengatakan bahwa Musa bahkan tidak sadar bahwa ia sedang mendekati tempat suci. Ketidaktahuannya tentang apa yang akan terjadi, kata Pastor Bovati, sangat penting untuk memahami dimensi profetik panggilan. “Itu selalu merupakan wahyu dari Tuhan, tidak pernah kesadaran diri yang jernih atau penentuan nasib sendiri.” Ketika Tuhan memanggilnya dengan nama, Musa dapat memberikan tanggapan pribadinya, dengan mengatakan “Inilah saya” dan membuka diri untuk “sebuah perjalanan kesadaran dan kepatuhan”.   Hari 3 pagi: Menolak rahmat Tuhan Pada hari Selasa pagi, pendamping retret memusatkan perhatiannya pada cara kita menahan curahan kasih karunia Allah, merenungkan bacaan dari Kel 5: 1-23; Mat 13: 1-23; dan Mazmur 78. Pastor Bovati memberikan contoh tentang Firaun, yang menolak panggilan Tuhan melalui Musa untuk membebaskan orang Israel dari perbudakan. Dia mengatakan bahwa pertanyaan Firaun – “Siapa Tuhan?” – adalah “inkarnasi kekuasaan sebagai kekuatan untuk menghancurkan semua oposisi.” Tetapi Allah Israel, kata Pastor Bovati, mempromosikan “perubahan radikal dalam perspektif ketika Ia mengangkat hak-hak orang asing, yang tertindas, dan yang dieksploitasi”. Bahaya kesombongan Pastor Bovati mengatakan bahwa menentang keinginan Tuhan untuk mengutamakan yang terakhir adalah suatu bentuk “melawan kasih karunia dan menentang Roh.” Di zaman modern ini, suatu bentuk kesombongan mendorong kita untuk menolak untuk menaati Allah dan para nabi-Nya, kata Pastor Bovati. “Meskipun tidak terperangkap dalam kekayaan, budaya, atau kekuasaan yang memaksa, kesombongan mewujud dalam kebanggaan pribadi, mengatasnamakan hak penentuan nasib sendiri, pilihan pribadi, dan kehendak bebas pribadi.” Diterjemahkan dari https://www.vaticannews.va/en/pope/news/2020-03/pope-francis-curia-retreat-day-2-vocation-moses.html. ed.mrjo.com.

Retret Kepausan: Panggilan Tuhan Hadir secara Mengejutkan Read More »

Surat Gembala Paskah 2020

KELUARGAKU BANGKIT MENYELAMATKAN BUMI DAN ISINYA   Pendahuluan Saudara-saudari terkasih. Selama empat puluh hari, memalui pantang, puasa dan doa, kita telah merenungkan karya penebusan Allah bagi manusia yang dilaksanakan oleh Putera-Nya. Sesuai dengan tema permenungan kita selama masa pra-Paskah, saya ingin mengajak Umat Allah sekalian untuk bersama keluarga Anda masing-masing bangkit menyelamatkan bumi, “ibu pertiwi dan rumah kita bersama”[1]. Kita ingat bahwa kita memulai masa pra-Paskah kita dengan tanda abu atau debu. Kitab Kejadian menegaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah (Kej 3: 19). Itulah tanda kerapuhan manusia. Syukurlah ada Kristus yang mati tapi bangkit kembali. Dia menebus kita dan mengangkat kerapuhan kita menjadi bermartabat anak-anak Allah. Kita bangkit bersama Kristus yang hidup dengan menyelamatkan bumi. Menyelamatkan bumi bukan hanya berarti menyelamatkan diri kita sendiri melainkan menyelamatkan kehidupan umat manusia. Di Tahun Cinta Kitab Suci ini, sambil mengingat bumi, jangan lupa mengingat pohon-pohon yang dilahirkan olehnya. Sepanjang Kitab Suci kita, dari Kitab Kejadian (Kej 2: 9) sampai Kitab Wahyu (Why 22: 2), tersebar cerita tentang pohon, baik yang kecil seperti tumbuhan sesawi (Mat 13: 32) maupun yang besar seperti kayu aras Libanon (Maz 92: 12) atau pohon sanobar, berangan, cemara dan murad (Yes 55: 13; 60:13). Pohon dan tumbuhan itu bukan hanya menghasilkan buah dan makanan (Kej 1: 29; Hak 6: 11; Rut 2: 23; 2 Sam 4: 6) tetapi juga sebagai obat yang sangat berguna bagi bangsa manusia (Yez 47: 12; Why 22: 2). Pribahasa kita mengatakan, “Padi yang semakin tua dan berisi semakin merunduk”. Pribahasa itu mengajarkan sikap hidup bijaksana, rendah hati dan tidak sombong. Mencintai pohon dan tumbuhan akan menjadikan kita faham tentang arti kebaikan maupun keburukan (bdk. Kej. 2: 9,16,17). Yesus sering mengajar menggunakan perumpamaan tetumbuhan agar mudah dimengerti maksudnya (Mat 13: 31-32 par., Mat 13: 24-30; Yoh 15: 1-15; dll). Kasih Allah pada manusia yang rapuh diumpamakan dengan “buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan”  (Yes 42: 3; Mat 12: 20). Bahkan Yesus sendiri mengumpamakan pemberian diri-Nya bagi manusia seperti biji gandum yang harus jatuh ke tanah untuk mati supaya menghasilkan buah (Yoh 12: 24).   Bumi Ibu Semua Mahluk Pohon, dalam banyak tradisi masyarakat manusia, dianggap sakral sekaligus berkah dan karunia langsung untuk umat manusia: udara bersih, kayu, obat-obatan, dan makanan. Ketika banyak pohon bersama membentuk hutan, mereka menyimpan air di tanah dan mengatur sirkulasi air melalui atmosfir, menstabilkan tanah, menyimpan karbon yang mencegah pemanasan global, mencegah banjir dan tanah longsor, hingga menyediakan habitat bagi banyak spesies hewan dan tumbuhan lainnya. Namun ancaman keberadaan hutan tropis semakin tinggi. Penggundulan hutan (deforestasi) melalui perkebunan, penebangan, pertambangan, pembuatan jalan, dan keperluan lainnya terus menyusutkan tutupan hutan tropis dan memicu hilangnya spesies dan perubahan iklim. Saat ini, hutan tropis membutuhkan perlindungan kita, lebih dari sebelumnya, sama halnya kita pun juga membutuhkan keberadaannya.[2] Indonesia memiliki hutan tropis ke tiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Republik Demokratik Konggo. Pada akhir tahun 1960-an, 82 % wilayah Indonesia masih merupakan kawasan hutan, namun sekarang hanya tersisa kurang dari setengahnya … Hutan yang tersisa inipun terus ditebangi dan kawasan hutan terus menurun. Perkebunan kelapa sawit dan kayu … merupakan dua kontributor terbesar hilangnya hutan di Indonesia.[3] “Hutan tropis adalah rumah bagi beragam varietas kehidupan melebihi keanekaan darat lainnya. Meskipun hutan tropis hanya menempati sebagian kecil dari permukaan bumi, di dalamnya terdapat setidaknya separuh dari spesies tumbuhan dan hewan yang hidup di bumi… Begitu menakjubkan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalam hutan tropis sehingga 50 hektar hutan tropis dapat mengandung lebih banyak spesies pohon dibanding gabungan seluruh daratan Eropa dan Amerika Utara … Banyak spesies yang ditemukan di hutan tropis bersifat endemik, artinya mereka ada dalam lingkup geografis yang terbatas dan tidak ditemukan di tempat lain di bumi. Ini membuat mereka sangat rentan terhadap kepunahan ketika habitat terbatas mereka terancam oleh deforestasi. Setiap spesies yang punah merupakan kerugian yang tak ternilai dari sebuah ciptaan khas melalui perkembangan evolusi sejarah bumi yang sangat panjang”.[4] “Hutan tropis dunia hilang semakin cepat. Setiap tahun, hutan seluas negara Austria – sekitar 12 – 13 juta hektar – hancur. Dari hutan yang hilang ini, sekitar 3,6 juta hektar adalah hutan hujan primer, yaitu hutan tropis tua sebagai penyimpan karbon dan keanekaragaman hayati terbesar. Dalam dekade terakhir saja, dunia kehilangan kawasan tutupan pohon setara area seluruh Peracis, Jerman dan Inggris … Seperempat dari Amazon diperkirakan akan hilang pada tahun 2030, dan Kalimantan akan kehilangan setengah sisa hutannya pada tahun yang sama. Singkatnya, penggundulan hutan merupalan krisis lingkungan utama yang mengancam kemampuan bumi untuk mendukung kehidupan manusia …”.[5]   Gereja Peduli Lingkungan Hidup [6] Gereja telah lama menaruh keprihatinan atas masalah perusakan lingkungan yang berakibat buruk pada manusia. Paus Paulus VI dalam Ensiklik Populorum Progressio (1967, No. 12) mengingatkan kita bahwa masyarakat setempat  harus dilindungi dari kerakusan pendatang. Hal ini diperjelas oleh Paus Yohanes II dalam Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (1987, No. 34) yang menekankan bahwa alam ciptaan sebagai kosmos tidak boleh digunakan semaunya dan pengelolaannya harus tunduk pada tuntunan moral, karena dampak pengelolaan yang tidak bermoral tidak hanya dirasakan oleh manusia saat ini tetapi juga oleh generasi mendatang. Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas in Veritate (2009, No. 48) menyadarkan kita bahwa alam adalah anugerah Allah untuk semua orang sehingga harus dikelola bersama secara bertanggung jawab bagi seluruh umat manusia. Gereja Katolik Indonesia pun telah menaruh perhatian besar pada masalah pelestarian lingkungan hidup. Hal ini ditegaskan dalam Pesan SAGKI 2005 berjudul “Bangkit dan Bergeraklah” yang mengajak Umat untuk segera mengatasi berbagai ketidakadaban publik yang paling mendesak, khususnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan. Gereja juga telah melakukan banyak usaha seperti edukasi, advokasi dan negosiasi dalam mengatasi pengrusakan lingkungan yang masih berlangsung terus bahkan kian meningkat kualitas dan kuantitasnya. Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’ – Puji Bagi-Mu – lebih tegas lagi mengingatkan kita perlunya peduli pada bumi dan lingkugan hidup. Ensiklik ini memiliki sub judul Kepedulian untuk Rumah Kita Bersama. Paus mengritik konsumerisme dan pembangunan yang tak terkendali, menyesalkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pemanasan global, serta mengajak semua orang di seluruh dunia untuk mengambil “aksi global yang terpadu dan segera”. Ensiklik tertanggal 24 Mei 2015 itu dipublikasikan secara resmi pada tanggal 18 Juni 2015.   Undangan bagi Semua

Surat Gembala Paskah 2020 Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top