Surat Gembala Tahun Ardas V : KOMUNITAS BASIS GEREJAWI, CARA BARU HIDUP MENGGEREJA
KOMUNITAS BASIS GEREJAWI: CARA BARU HIDUP MENGGEREJA “Kamu lah Terang Dunia … kamu lah Garam Dunia … hendaklah terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (bdk. Mat 5: 13 – 16) Pendahuluan Sabda Kristus di atas menjadi Visi Gereja Keuskupan Tanjungkarang menurut amanat Perpasgelar III th. 2017: Gereja Katolik Keuskupan Tanjungkarang, dengan menjadi Terang dan Garam Dunia bersama Kristus Sang Jalan, Kebenaran dan Kehidupan, adalah Sakramen Keselamatan bagi semua orang. Dalam Visi tersebut tercantum predikat kita: Terang dan Garam Dunia. Terang dan Garam Dunia sesungguhnya adalah predikat Kristus sendiri. Namun predikat itu, oleh Kristus sendiri disematkan juga kepada kita. Terang menjadikan orang tahu arah dan tujuan hidup, tidak akan tersesat tetapi sampai pada tujuan. Garam adalah bumbu yang menyehatkan dan membuat makanan tidak hambar melainkan berasa. Ketika orang Kristen absen dari masyarakat, yakinlah kehidupan akan menjadi gelap, hambar, menakutkan, penuh tindak kejahatan dan dosa. Ketika orang Kristen hadir di masyarakat, kehidupan menjadi menyenangkan, penuh harapan akan masa depan yang lebih baik dan penuh sukacita. Dengan demikian orang Kristen tidak boleh absen dari masyarakatnya, karena dia, sendiri maupun bersama adalah sakramen keselamatan bagi dunia (bdk. LG 1, 9, 59). Ideal Predikat Kemuridan Kita Semua orang beriman berkat rahmat pembaptisan dianugerahi martabat yang luhur sebagai putera atau puteri Allah. Martabat luhur tersebut mengandung tugas panggilan untuk ambil bagian dalam tugas Yesus sebagai imam, nabi dan raja. Dengan kata lain semua orang beriman, segera setelah dia dipermandikan, dirinya adalah seorang rasul Tuhan. Konsekwensinya, semua orang beriman, melalui cara hidup dan keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan Gereja dan kegiatan-kegiatan bermasyarakat sehari-hari: seharusnya memancarkan kasih Allah guna ‘memanggil’ semua orang untuk menjalani hidup dan karyanya dengan baik sesuai dengan kehendak Allah (bdk. 1 Kor 12 , KHK 204, LG 12). Panggilan keterlibatan itu melekat dan bersifat mutlak, bukan kalau senang atau kalau ada waktu, sebab Kristus tidak menebus kita dengan setengah hati atau setengah-setengah (bdk. LG 3). Setiap orang Kristen harus mewartakan Kristus dengan penuh semangat kepada semua orang (AG 1). “Hakekat Gereja peziarah bersifat missioner, sebab berasal dari perutusan Putera dan perutusan Roh Kudus menurut rencana Allah Bapa” (LG 1).“Seluruh Gereja bersifat missioner, dan karya mewartakan Injil merupakan tugas Umat Allah yang mendasar” (LG 35). Sifat missioner dengan tugas yang mendasar ini ternyata mengalir dari rencana Allah Bapa, yang kemudian diwujudkan melalui jalan inkarnasi Yesus Kristus, Putera Allah, yang menjelma menjadi manusia agar dapat berbicara dengan kita dan menyucikan kita dari dosa (bdk. Ibr 1: 1-4). Rencana Bapa yang terwujud dalam inkarnasi itu kemudian ditanggapi oleh manusia dengan menerima Yesus dan percaya kepada-Nya. Oleh kepercayaan itu, manusia mendapatkan kesempatan untuk diangkat menjadi anak-anak Allah (bdk. Yoh 1: 12-13). Pengangkatan itu kemudian diteguhkan secara sakramental melalui pembaptisan (bdk. AG 7). Idealnya setiap orang kristiani adalah seorang militan dalam beriman: Yesus dan Kitab Suci seharusnya menjadi dasar dan orientasi hidupnya, baik ketika dia berada di lingkungan Gereja maupun ketika berada di lingkungan masyarakatnya, pun kalau mayoritas masyarakatnya bukanlah orang Kristen. Orang Kristen harus berani dan bangga mengakui diri sebagai orang Kristen serta bangga berperilaku sebagai orang Kristen (bdk. 2 Ptr 2: 9-10). Idealnya, setiap kegiatan katekese dapat menghasilkan buah secara nyata. Keuskupan setiap tahun memberikan katekese khusus kepada umat (minimal pada masa pra-Paskah, BKSN, dan Advent). Namun, berbagai katekese tersebut sering hanya membuat Umat sibuk dengan kelompoknya sendiri atau supaya ada kegiatan untuk mengisi bulan-bulan khusus tersebut. Katekese itupun sering tidak diikuti oleh semua umat. Dan sebanyak apapun umat yang ikut, biasanya tidak lebih dari setengah dari jumlah yang ada. Bahkan di sejumlah tempat sering tampak keikutsertaan kaum perempuan dan anak-anak jauh lebih besar dalam kegiatan-kegiatan umat. Tanpa menghilangkan besarnya peran mereka yang bekerja ‘di belakang layar’, Komunitas Basis tidak cukup diwakili oleh wajah perempuan dan anak-anak. Kita semua memiliki tanggung jawab yang sama baik ke dalam Gereja maupun ke luar dunia. Pentingnya Membentuk Komunitas Basis Komunitas Basis Gerejawi (KBG) atau Komunitas Umat Basis (KUB) adalah paguyuban kaum beriman dalam skala kecil. Th 1918 Rm. F. Strater, SJ., sudah memperkenalkan istilah “kring” di Yogyakarta. Di Keuskupan kita, Rm. Joe Gordon, MEP., pernah memperkenalkan istilah “mawar” yang merupakan singkatan dari “lima warga” (maksudnya lima rumah tangga warga Gereja) di Paroki Kalirejo dan kemudian juga di Paroki Kota Gajah dan Metro. Paguyuban dengan skala kecil itu akan sangat bermanfaat bagi Umat. Pada tataran sosial dan ekonomi, KBG membuat Umat satu sama lain saling mengenal, hidup rukun, kompak, tidak ada orang yang menjadi asing bagi yang lain, tidak ada yang bersembunyi, dan lupa akan tanggung jawabnya; bisa merasa sehati seperasaan, peduli, senasib sepenanggungan dan saling tolong-menolong. Sedangkan pada tataran rohani – moral – spiritual, KBG dapat mendorong Umat mengadakan doa bersama secara rutin, melakukan sharing Injil dan sharing iman, saling menjaga dan meneguhkan, dan bersama saling mengingatkan untuk hidup benar, adil dan jujur sebagai saksi-saksi Kristus. Dua dimensi tersebut tidak bisa dipisahkan atau hanya salah satu saja yang mendapatkan penekanan. Kedua dimensi tersebut harus seiring sejalan sedemikian sehingga Umat Allah sungguh-sungguh bisa menjadi Garam dan Terang Dunia. Komunitas Basis Gerejawi sering disebut cara baru menggereja (new way of being Church). Cara baru ini dimaksudkan sebagai lawan dari Gereja pasif, Gereja pastor sentris, Gereja yang belum mandiri. Cara baru menggereja adalah cara mengungkapkan iman yang dinamis dimana Umat Allah, sebagai komunitas umat beriman terlibat dalam suka-duka perjalanan hidup Gereja dan sesamanya. Dengan cara baru menggereja demikian, Gereja akan tetap hidup walau gembalanya berganti atau tokoh panutannya meninggal dunia. Selalu ada regenerasi karena setiap anggotanya berkualitas sama sebagai rasul-rasul Tuhan. Dasar biblis KBG adalah Kisah Para Rasul 4: 32-37, “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama … sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka …”. Situasi sangat ideal itu bagi banyak orang malah sering menakutkan. Bagaimana mungkin segala sesuatu menjadi kepunyaan bersama? Apakah KBG itu akan membentuk biara besar yang mencakup semua orang beriman? Dalam kenyataan sebenarnya tidaklah seharafiah seperti itu. Kita tahu bahwa para rasul
Surat Gembala Tahun Ardas V : KOMUNITAS BASIS GEREJAWI, CARA BARU HIDUP MENGGEREJA Read More »