Author name: Komsos Tanjungkarang

5 Hal Menarik Lokakarya Public Speaking keuskupan Tanjung Karang

BANDAR LAMPUNG, SABTU (11/05/2019) – Keuskupan Tanjungkarang mengajak peserta untuk menjadi agen kabar baik yang terdengar dan terlihat, memberikan kontribusi lebih dalam kehidupan bermasyarakat lewat pengembangan talenta yang diberikan Tuhan. Melalui Kegiatan Lokakarya Public Speaking yang berlangsung selama 3 hari, mampu memberikan sudut pandang baru bagi para peserta yang berasal dari berbagai Paroki di Keuskupan Tanjungkarang. Berikut beberapa fakta menarik pemikiran yang didapat dari kegiatan ini: 1. Semua manusia memiliki kemampuan alami Public Speaking Public speaking merupakan dunia keterampilan yang bisa dipelajari dan dilatih. Setiap orang dikaruniakan kemampuan berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal. Hanya diperlukan komitmen yang kuat untuk melatih diri sehingga kemampuan yang dimiliki pewarta semakin terasah. 2. Membulatkan vokal bisa dilatih Memiliki vokal yang bulat merupakan impian bagi semua orang, terutama bagi mereka yang memiliki passion berbicara atau berkarya dibidang yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan publik. Jika dikaitkan dengan karya sosial, maka dengan melakukan latihan vokal secara tekun dapat membantu pengembangan diri guna memaksimalkan upaya membangun dan mengembangkan berbagai tugas di Gereja. Simak juga: Komunikasi Mahir, Berbicara Cerdas  3. Konten dan nada suara merupakan dua aspek penting dalam Public Speaking Dua aspek penting bagi seorang public speaker adalah konten dan nada suara dalam berbicara. Sebagai seorang ”agen kabar baik” atau pewarta, kemampuan membuat materi berkualitas dan proses penyampaian yang tepat akan sangat membantu pesan pewartaan dapat tersalurkan dengan baik. 4. Setiap orang merupakan ”Agen Kabar Baik” bagi dunia dalam Komunikasi Paus Fransiskus sendiri mengajak semua orang untuk menjadi agen ”kabar baik” bagi dunia yang disampaikan dalam pesan hari komunikasi sosial sedunia ke-51. ”Saya sendiri rindu untuk mengambil bagian mencari cara komunikasi yang terbuka dan kreatif yang tidak pernah mengagungkan kejahatan tapi berorientasi pada solusi dan inspirasi terhadap pendekatan positif, juga bertanggung jawab terhadap para penerimanya,” ungkap pemimpin 1,3 miliar umat Katolik ini. Kristus sendiri meminta setiap umatnya tanpa terkecuali untuk menjadi utusan perpanjangan tangan-Nya, ini berarti setiap orang memiliki tugas dan kesempatan yang sama menjadi seorang ”Agen Kabar Baik” bagi sesama sesuai dengan fakta yang ada. 5. Dunia Public Speaking merupakan teknologi terhebat yang pernah dibuat manusia Hingga saat ini tidak ada teknologi yang menggantikan kebutuhan berbicara, setiap manusia terlahir untuk saling terhubung satu dengan yang lain. Walaupun perkembangan dunia gawai semakin berkembang hari demi hari namun tidak memudarkan kebutuhan dasar seorang manusia yakni saling berkomunikasi untuk berjejaring.   disadur dari: mirifica.net

5 Hal Menarik Lokakarya Public Speaking keuskupan Tanjung Karang Read More »

Tugas Berat Komsos: Frontliner Komunikasi dan Informasi

BANYAK kegiatan telah dilaksanakan selama Pekan Komunikasi Sosial Nasional (PKSN) ke-6. Kota Makassar dan Tana Toraja di Keuskupan Agung Makassar menjadi tuan rumah kegiatan akbar tingkat nasional ini, Minggu, 26/5-Minggu, 2/6. Selain Badan Pengurus Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (Komsos KWI), hadir juga 23 utusan Komisi Komsos Keuskupan di Indonesia. Tema yang diusung adalah “Kita Adalah Sesama Anggota: Berawal dari Komunitas Jejaring Sosial menuju Komunitas Insani”. Selama proses kegiatan PKSN tersebut, tim publikasi mendapat kesempatan mendengarkan refleksi dari salah satu anggota Badan Pengurus Komisi Komsos KWI, yaitu Errol Jonathans. “Yang kita dapatkan dalam PKSN 2019, khusus terkait konteks media sosial, sangat diharapkan para pegiat Komsos,” ungkapnya. Pasalnya, kegiatan ini mengajak peserta untuk pertama-tama mengenali dulu dasar dari seluruh aktivitas media, yaitu ilmu komunikasi atau ilmu publisistik. Kemudian, lanjut Errol, jangan melupakan juga kekuatan dari media-media mainstream atau media arus utama. Alasannya, dalam arus perkembangan yang demikian pesat, di belahan bumi mana pun, bahkan di negara maju, yang namanya media mainstream ini masih sangat eksis. Media mainstream hari ini lebih terhormat lagi karena dianggap sebagai validator semua berita bohong (hoaks). “Artinya, sekarang ini semakin hebat media sosial itu malah membuat media mainstream menjadi semakin kokoh. Ia menjadi  tempat  rujukan, tempat mengecek berita ini-itu benar atau tidak,” jelas Errols. Menurut Direktur Utama Suara Surabaya Media ini, kita jangan terpukau dengan teknologi yang maju, lalu kita meninggalkan kemampuan dan kompetensi kita dalam menangani media mainstream. Akan tetapi, tentu saja harus mengikuti komunikasi, telekomunikasi, dan ke-media-an hari ini yang berbasis pada digital. “Sebaliknya, kita bisa memanfaatkan dunia digital itu untuk menutupi kelemahan dan melengkapi media mainstream, terutama dalam distribusi, deseminasi, dan penyebarannya,” tuturnya. Oleh karena itu, Errol berpesan agar sebagai pegiat Komsos, semua pihak yang terlibat di bidang media mesti melihat bahwa kondisi ini merupakan tugas yang sangat berat. Menurutnya, ada tiga alasan mendasar mengapa Komsos mengemban tugas yang berat. Pertama, Komsos adalah public relations (PR) Gereja Katolik, baik di level paroki, level keuskupan maupun level Konferensi Waligereja. “Setidaknya, Komsos juga menjadi tempat orang/umat mendapatkan informasi dan sebagai fungsi humas.” Kedua, Komsos merupakan pendokumentasi berbagai macam aktivitas Gereja, mulai dari paroki, keuskupan hingga tingkat Konferensi Waligereja. Dengan begitu, personel-personel Komsos harus mulai memikirkan aspek pendokumentasian dalam berbagai  bentuk, foto, teks sampai video, dan dokumentasi lainnya. Ketiga, fungsi Komsos yang terpenting adalah strategi  komunikasi, baik dari atas/pemimpin maupun komunikasi dari umat ke atas. Dengan demikian, fungsi-fungsi  utama Komsos tersebut memperlihatkan bagaimana menjadi pendominasi aktivitas komunikasi dan informasi. Sehingga yang terpenting dengan adanya Komsos, semua saling tahu, saling mengerti, dan semua bisa menjadi wadah untuk saling berkomunikasi. Itulah harapan kepada Komsos, terutama dalam perkembangan dunia komunikasi sosial  sekarang ini. “Kita tentu tidak sepakat bahwa Komsos hanya sebagai tukang foto atau Komsos adalah bagian dokumentasi saja. Seharusnya, Komsos diajak untuk memikirkan bagaimana strategi komunikasi  yang  terbaik,  misalnya untuk  generasi  yang akan datang,” jelas Errol. Dengan banjirnya informasi saat ini, maka menjadi sah, bahkan keharusan, bagi para pegiat Komsos untuk ikut membanjiri dan terlibat. Terlebih lagi, kalau para pegiat Komsos ini bisa menjadi sumber-sumber alternatif atau tempat validasinya. Atau mungkin, Komsos juga bisa menjadi penangkal informasi-informasi yang tidak  benar. Sering kali banyak desas-desus di kalangan  umat.  Misalnya, tentang paroki, tentang pastornya atau yang lain. “Di sinilah tugas Komsos untuk memberi validasi dan membentengi. Komsos dalam hal ini  adalah frontliner, garda terdepan komunikasi dan informasi,” demikian Errol. (RBE) disadur dari: mirifica.net

Tugas Berat Komsos: Frontliner Komunikasi dan Informasi Read More »

Ketentuan Yuridis Menyangkut Pengangkatan Pastor Paroki

Ketentuan Yuridis Menyangkut Pengangkatan Pastor Paroki *RD Rikardus Jehaut Pendahuluan Pastor paroki (parochus) adalah gembala sebuah komunitas kaum beriman kristiani tertentu yang dibentuk secara tetap dalam Gereja Partikular (bdk. KHK kan. 515, §1) yang diserahi kewenangan untuk menjalankan reksa pastoral dalam bingkai tria munera Christi: mengajar, menguduskan dan memimpin, di bawah otoritas Uskup diosesan (bdk. KHK kan. 519).  Di kalangan umat beriman, seringkali muncul pertanyaan menyangkut pengangkatan seorang pastor paroki. Apa syarat-syaratnya ? Bagaimana prosedurnya ? Siapakah yang berhak mengangkat seseorang menjadi pastor paroki? Apakah jabatan tersebut memiliki batas waktu? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat ditemukan berbagai ketentuan normatif sebagaimana tertuang dalam Kitab Hukum Kanonik 1983. Tulisan sederhana ini hanya bermaksud untuk menggarisbawahi kembali  berbagai hal yang digariskan dalam ketentuan normatif tersebut. Syarat-Syarat Dalam kanon 521, Legislator secara eksplisit menetapkan beberapa  syarat mendasar yang dituntut dari seseorang untuk dapat diangkat menjadi pastor paroki, sebagai berikut: Pertama, demi keabsahan (ad validitatem), calon haruslah telah menerima tahbisan suci presbiterat (bdk. kan. 521, §1). Tuntutan ini merupakan aplikasi dari norma umum yang tertuang dalam kanon 150, di mana ditegaskan bahwa  validitas pemberian jabatan gerejawi yang berkaitan dengan pemeliharaan jiwa-jiwa itu hanya diberikan kepada mereka yang telah ditahbiskan sebagai imam.  Atas dasar itu maka seorang diakon, bruder atau awam tidak dapat diangkat untuk menjadi pastor paroki (bdk. Communicationes 8, 1976, hlm. 25). Kedua, demi kepantasan (ad liceitatem), calon harus memiliki keunggulan dalam ajaran sehat (sana dottrina) dan berperilaku jujur secara moral. Ia juga harus memiliki perhatian terhadap jiwa-jiwa dan keutamaan-keutamaan lainnya. Di samping itu mempunyai kualitas yang dituntut hukum universal dan partikular untuk membina paroki yang bersangkutan (bdk. Kan 521, §2; Christus Dominus, n. 31). Tuntutan ini erat berhubungan dengan kewajiban pastor paroki untuk mewartakan sabda Allah secara utuh kepada umat yang nota bene harus mendapatkan pengajaran dalam kebenaran imam lewat homili dan pembinaan kateketik  dan pelayan sakramen-sakramen, khususnya Ekaristi (bdk. kan. 528). Di samping itu ia harus mengenal umat beriman yang dipercayakan kepadanya, mengambil bagian dalam keprihatinan, kecemasan dan kedukaan mereka  (bdk. kan. 529, §1). Ketiga, ada kepastian bahwa calon yang bersangkutan sungguh-sungguh layak seturut kriteria yang ditentukan oleh Uskup Diosesan. Kepastian ini, jika dipandang perlu, dapat juga diperoleh melalui ujian (bdk. kan. 521, §3) menyangkut hal-hal doktrinal, sekalipun hal ini tidak merupakan sebuah keharusan. Uskup diosesan juga berwenang untuk menetapkan ketentuan atau syarat tambahan, misalnya calon harus memiliki pengalaman pastoral sebagai pastor rekan minimal setahun tahun, usia imamat minimal dua tahun, tidak mengidap kelainan seksual atau penyakit yang berbahaya serta bebas dari kasus moral tertentu, dan lain sebagainya. Prosedur Secara prosedural, ada beberapa ketentuan umum menyangkut pengangkatan seorang pastor paroki yang harus  untuk diperhatikan oleh otoritas gereja yang berwenang: Pertama, secara yuridis pengangkatan seorang pastor paroki merupakan suatu keharusan untuk semua paroki yang telah dibentuk secara sah (bdk. kan. 515, §1) sekalipun untuk situasi tertentu di mana terdapat kekurangan imam (ob sacerdotum penuriam), reksa pastoral sebuah paroki dapat dipercayakan kepada seorang diakon atau orang lain yang bukan imam atau kepada suatu kelompok di bawah pengawasan seorang imam tertentu yang dibekali kuasa dan kewenangan pastor paroki (bdk. kan. 517, §2). Kedua, seperti yang berlaku untuk berbagai jabatan gerejawi lainnya, jabatan pastor paroki dapat juga diserahkan secara bebas oleh Uskup Diosesan kepada seorang imam yang memiliki kualifikasi yang dituntut untuk jabatan tersebut (bdk. kan. 147, 523). Kemampuan untuk menjalankan reksa pastoral bagi umat beriman di wilayah paroki tersebut menjadi kriteria utama dalam menetapkan seorang imam menjadi pastor paroki. Untuk membuat penilaian terhadap calon pastor paroki, uskup diosesan, harus mendengar pendapat pribadi deken (vicarius foraneus) di wilayah paroki yang vacant tersebut (bdk. kan. 524; kan. 127, §2, 1°). Jika pastor paroki baru tersebut dipindahkan dari wilayah dekenat atau kevikepan lain, sangat dianjurkan (bukan suatu keharusan) bahwa uskup diosesan berkonsultasi dengan para deken atau vikep masing-masing. Dalam menilai kelayakan calon, uskup diosesan dapat juga mengadakan penyelidikan dan bila perlu mendengarkan pendapat dari imam-imam dan awam tertentu (bdk. kan. 524). Jika dipandang perlu, uskup dapat membuat test tertentu terhadap calon (bdk. kan. 521, §3). Dewan imam dapat memberikan bantuan kepada Uskup dalam mengumpulkan data obyektif dan menawarkan alternatif tertentu yang dipandang perlu sebagai bahan pertimbangan uskup. Setelah mempertimbangkan semua hal, uskup menyerahkan paroki tersebut kepada imam yang dipandang cocok. Ketiga, jika jabatan pastor paroki diserahkan kepada seorang imam religius maka ia diangkat oleh uskup diosesan sesudah diajukan atau sekurang-kurangnya disetujui oleh Pimpinan yang berwenang (bdk. kan. 158, §1, kan. 682, §1). Keempat, pada saat pemberiaan jabatan pastor paroki, paroki yang hendak dituju tersebut harus berada dalam keadaan vacant atau harus menjadi vacant pada saat pengambilalihan jabatan secara kanonik oleh pastor paroki baru tersebut, jika tidak maka invalid secara hukum (bdk. kan. 153, §1). Ordinaris wilayah harus menentukan time frame terkait jangka waktu paroki harus diambil alih oleh pastor paroki baru (bdk. kan. 527, §3). Jika pastor paroki diangkat untuk jangka waktu tertentu, maka hal itu harus dicantumkan dalam surat pengangkatan. Kelima, pastor paroki baru dilantik untuk menduduki jabatanya oleh Ordinaris wilayah atau imam yang didelegasi olehnya dengan mengindahkan tata cara yang ditentukan dalam norma partikular atau kebiasaan yang legitim (bdk. kan. 527, §2). Batas Waktu Dalam kanon 522 Legislator menetapkan bahwa : “Pastor paroki haruslah mempunyai sifat tetap, maka haruslah diangkat untuk waktu yang tak ditentukan; ia dapat diangkat hanya untuk waktu tertentu oleh Uskup Diosesan, jika diperkenankan oleh Konferensi Para Uskup dengan dekret”. Ketentuan normatif ini memuat dua hal penting yang harus diperhatikan: Pertama, sebagai prinsip dasar, jabatan pastor paroki bersifat  stabil, dan karena itu harus diangkat untuk jangka waktu yang tidak ditentukan (ad tempus indefinitum).  Kata keterangan waktu “ad tempus indefinitum” tidak boleh dipahami dalam pengertian “ad perpetuum”, untuk selama-lamanya.  Gagasan stabilitas terkait jabatan pastor paroki dalam Kodeks 1983 ini tidak harus dilihat secara eksklusif sebagai sebuah jabatan yang bersifat abadi atau sesuatu yang tidak dapat dipindahkan (irremovability). Secara yuridis, pengertian stabilitas mencakup dua relasi hukum, yang esensial, yakni lamanya masa jabatan pastoral dan sistem perubahan administratif dalam masa jabatan tersebut. Sistem kanonik terkait perubahan dalam masa jabatan pastoral didasarkan pada tingkat stabilitas yang mengakui kompleksitas atau fleksibilitas dalam prosedur yang diperlukan untuk memberhentikan

Ketentuan Yuridis Menyangkut Pengangkatan Pastor Paroki Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top