Bandar Lampung, 8–11 September 2025 – Pertemuan Komisi PSE–Caritas Regio Sumatera tahun 2025 berlangsung di Panti Wreda Griya Nugraha, Bandar Lampung, dengan tema “Memperkuat Gerakan PSE sebagai Wajah Gereja yang Melayani, Responsif, dan Transformatif.” Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari enam keuskupan di Sumatera: Padang, Tanjungkarang, Medan, Pangkalpinang, Sibolga, dan Palembang, serta perwakilan dari KWI dan Caritas Indonesia.
Dalam sesi diskusi, para peserta diajak untuk merefleksikan apakah Gereja di Indonesia, khususnya melalui PSE, sudah sungguh menjadi garam dan terang di tengah masyarakat. Setiap keuskupan berbagi pengalaman nyata: mulai dari pelayanan kesehatan, pendidikan, tanggap darurat bencana, pemberdayaan ekonomi mikro, hingga pendampingan kelompok rentan. Hasil sharing menunjukkan bahwa meski Gereja sudah memberi kontribusi nyata, tantangan masih ada, terutama dalam hal penerimaan masyarakat, kualitas layanan, serta kesinambungan program.

Uskup Tanjungkarang menegaskan bahwa menjadi garam dan terang bukan hanya slogan, tetapi harus dapat dilihat dan dirasakan dampaknya. Ia mengajak seluruh peserta untuk berani berefleksi: apakah karya-karya Gereja sungguh menjadi pilihan masyarakat? Apakah pendidikan dan pelayanan kesehatan Katolik masih menghadirkan wajah belas kasih, atau justru dianggap terlalu mahal? Pertanyaan-pertanyaan kritis ini menjadi bahan refleksi bersama agar PSE–Caritas sungguh menghadirkan wajah Gereja yang melayani.
Selain refleksi, pertemuan ini juga memperdalam rencana strategis PSE–Caritas. Melalui pemaparan dari Caritas Indonesia dan KWI, peserta diajak memahami arah kebijakan pelayanan tiga tahun ke depan, termasuk pengelolaan dana APP dan HPS agar lebih transformatif, berbuah nyata, dan bukan sekadar kegiatan rutin tahunan. Enam bidang pelayanan utama disepakati untuk periode 2026–2028, yakni: spiritualitas, ekonomi kerakyatan, ketangguhan bencana dan perubahan iklim, pendampingan migran dan anti-TPPO, kesehatan dan safeguarding, serta tata kelola yang transparan dan berkelanjutan.
Setiap keuskupan kemudian memaparkan praktik baik yang sudah dilakukan. Caritas Medan, misalnya, mengembangkan program tangguh bencana, pendampingan pecandu narkoba, dan kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Sibolga aktif dalam pemberdayaan ekonomi mikro, pertanian, serta eco-enzym. Padang berfokus pada pendampingan usaha keluarga dan penguatan PSE paroki. Palembang melalui Yayasan Pansos Bodronoyo meneguhkan pelayanan di bidang kesehatan, pelatihan keterampilan, dan pengelolaan Credit Union. Pangkalpinang mengembangkan pendidikan, renovasi rumah, serta ekonomi kreatif. Sementara Tanjungkarang melalui YPSK melaksanakan program pemberdayaan ekonomi, parenting, hingga tanggap bencana dan isu ekologis.


Diskusi kemudian diarahkan pada perumusan Rencana Tindak Lanjut (RTL) bersama untuk Regio Sumatera. Setiap keuskupan menyampaikan usulan program prioritas yang akan dijalankan hingga tahun 2028, mulai dari penguatan APP dan HPS, pendampingan UMKM, paroki tangguh bencana, forum migran, hingga pembentukan kebijakan safeguarding di tingkat keuskupan dan paroki.
Pertemuan ditutup dengan semangat kolaborasi: bahwa PSE–Caritas tidak hanya bekerja sendiri, melainkan harus menjalin jejaring dengan berbagai pihak – pemerintah, LSM, komunitas lintas agama, hingga masyarakat lokal – demi menghadirkan Gereja yang sungguh relevan dengan kebutuhan zaman.
Dengan refleksi mendalam, sharing praktik baik, dan rencana strategis yang terukur, Pertemuan Komisi PSE–Caritas Regio Sumatera 2025 meneguhkan panggilan untuk terus menjadi garam dan terang, menghadirkan Gereja yang melayani, responsif, dan transformatif bagi sesama.






R.A.Swani Pramesti



