Renungan Harian, Minggu Prapaskah IV

Bacaan: Yohanes 9:1-41 Orang yang buta sejak lahirnya 9:35 Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?” 9:36 Jawabnya: “Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya.” 9:37 Kata Yesus kepadanya: “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!” 9:38 Katanya: “Aku percaya, Tuhan!” Lalu ia sujud menyembah-Nya. 9:39 Kata Yesus: “Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta.”   Renungan Ada begitu banyak anak yang sejak lahirnya mengalami nasib yang tidak baik. Ada anak yang ketika lahir ditinggal oleh orang tuanya, atau orang tuanya tidak jelas. Meski dita tidak cacat fisik, tetapi hatinya mengalami banyak pergolakan. Sementara ada banyak anak yang lahir ditengah keluarga tetapi secara fisik ia mengalami cacat. Anak-anak yang demikian juga mengalami pergulatan batin yang tidak sepenuhnya mudah. Bagi yang lahir dengan baik adanya saja juga masih mengalami berbagai macam pergulatan. Tetapi yang jelas bahwa kita patut bersyukur pernah terlahir di dunia dan mengalami berbagai perjalanan hidup. Tanpa kemampuan bersyukur, sebagus apapun hidup ini, kita tidak akan mengalami sukacita dan kebahagiaan. Kita bisa membayangkan bagaimana sukacitanya anak yang disembuhkan dari kebutaannya pada Injil hari ini. Seumur-umur dita tidak pernah melihat. Dia hanya mendengar, mungkin juga sulit membayangkan. Seluruh hidupnya gelap selama ini. Tetapi Yesus yang datang kepadanya membawa penglihatan. Betapa bersyukurnya orang itu bisa berjumpa dengan Yesus. Pastilah dia tidak peduli soal sabat atau bukan, yang penting baginya adalah ada orang yang bisa menyembuhkannya. Parikopa ini ditampilkan pada minggu prapaskah ke empat. Prapaskah identik dengan masa pertobatan. Pertanyaannya adalah pertobatan seperti apa yang terjadi pada perikopa hari ini? Anak yang lahir buta tidak menampakkan tanda-tanda perlunya pertobatan. Lalu yang mana yang perlu bertobat? Tokoh-tokoh di seputas kisah ini justru menjadi penghambat rahmat Allah. Mereka mempertanyakan semua hal, bahkan mereka tidak menerima kesembuhan orang yang buta itu. Ada begitu besar tanda mukjizat Allah, tetapi mereka menolak. Tidak hanya menolak, mereka tidak menganggap orang itu ada. Sebuah penolakan yang tegas dan difitif. Maka yang buta dan yang sembuh dalam pengertian mereka tidak ada. Sikap-sikap demikianlah yang semestinya memerlukan saat pertobatan yang mendasar. Mereka adalah orang-orang yang punya kapasitas lebih dari pada orang lain untuk mendengarkan suara Allah. Tetapi mereka justru menghambatnya. Mereka adalah orang-orang yang punya wibawa untuk meneria warta keselamatan, tetapi nyatanya mereka tidak peka. Justru yang mereka miliki hanya dipakai untuk ‘gaya-gaya’an saja. Sepertinya mereka menjadi di atas segalanya. Persis itulah yang memerlukan pertobatan sebenarnya. Tuhan selalu datang kepada kita. Jangankan dalam situasi kesulitan, dalam situasi sukacitapun Tuhan memberi perhatian. Maka sikap dan keyakinan seperti itu yang mestinya kita miliki. Kita punya kemampuan untuk mendengarkan suara Tuhan, tetapi seringkali sekitar kita banyak penghalangnya. Lewat apa saja dan lewat siapa saja Tuhan bisa menyapa kita. Pertanyaannya adalah apakah kita mau selalu terbuka kepada-Nya. Jangan sampai justru kita membutakan orang yang mampu melihat dengan jelas, atau melumpuhkan orang yang bisa berlari. Kita adalah pribadi yang dipakai Tuhan untuk membagikan berkat dan sukacita. Doa: Ya Tuhan, semoga sabda-Mu selalu menjadi jalan, kebenaran, dan kehidupan kami. Amin.  

Renungan Harian, Minggu Prapaskah IV Read More »