Seputar Ekaristi Archives - Keuskupan Tanjungkarang

Seputar Ekaristi

Seputar Ekaristi: PARTISIPASI UMAT BERIMAN DALAM EKARISTI

Partisipasi secara sadar dan aktif sudah menjadi hakekat liturgi sendiri (SC 14). Partisipasi itu juga mengalir dari imamat umum kaum beriman, yang bersama dengan imamat jabatan menurut caranya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus (LG 10). Namun partisipasi tersebut dilaksanakan sesuai dengan tugas atau perannya masing-masing menurut hakekat perayaan dan kaidah-kaidah liturgi (SC 28). Partisipasi kaum awam dalam Perayaan Ekaristi dan perayaan liturgi lainnya tidak boleh merupakan kehadiran fisik melulu, apalagi kehadiran pasif, melainkan merupakan keikutsertaan penuh khidmat dan aktif (SC 48). Bagaimana bentuk partisipasi kaum awam dalam perayaan Ekaristi? RS 39 memberikan beberapa contoh pembaruan yang dicanangkan KV II demi partisipasi aktif dari umat beriman itu: melalui berbagai aklamasi, jawaban-jawaban tertentu, lagu-lagu mazmur, antifon dan kidung; gerak-gerik dan tindakan tertentu, waktu hening dan berbagai rubrik untuk peranan umat. Bagian-bagian Perayaan Ekaristi seperti pernyataan tobat, madah kemuliaan, syahadat, doa umat, dan doa Bapa Kami juga merupakan bagian yang dibawakan oleh seluruh umat (bdk. PUMR 36). Demikian pula agar umat tersapa dan bisa ikut ambil bagian dalam apa yang dirayakan selama Ekaristi berlangsung, diberikan kemungkinan: penyesuaian pemilihan lagu, doa-doa, dan bacaan-bacaan, melalui homili, doa umat, penjelasan-penjelasan sewaktu-waktu, dekorasi gedung gereja sesuai dengan masa liturgi. Meski perayaan liturgi menuntut partisipasi aktif semua umat beriman, itu bukan berarti bahwa seolah-olah setiap orang harus wajib melaksanakan tugas khusus dalam perayaan liturgi (RS 40). Hadir sebagai umat dengan terlibat dalam seluruh perayaan secara sadar dan aktif sudah merupakan partisipasi yang penuh. Ibadat harian dan berbagai devosi sangat ikut membantu, memupuk, dan memperdalam partisipasi umat beriman dalam perayaan litrugi (RS 41). Beberapa bidang pelayanan kaum awam dalam Perayaan Ekaristi: Sebaiknya diusahakan semakin banyak umat atau kaum awam yang bisa ikut terlibat dalam berbagai tugas pelayanan liturgi (bdk. RS 43). Gereja mendukung adanya tugas liturgi: para misdinar dan lektor, pelayan komuni tak lazim (di beberapa keuskupan dipakai istilah ‘prodiakon’) meski dengan tambahan tugas yang ditentukan oleh uskup, serta fungsi-fungsi lain dalam bidang pelayanan liturgi. Meski sangat dianjurkan untuk mempertahankan pelayanan altar oleh anak laki-laki, tetaplah diberi kemungkinan untuk keterlibatan anak-anak perempuan untuk pelayanan altar (RS 47). Perlu dihindari ‘klerikalisasi’ awam dalam bidang-bidang liturgi, ataupun sebaliknya para pelayan tertahbis malah melaksanakan bagian yang khas dari hidup dan kegiatan kaum awam (awamisasi klerus) (RS 45). Awam yang dipanggil dan dipilih untuk pelayanan liturgi hendaknya memiliki hidup iman dan moral yang baik, setia pada ajaran Gereja, nama baik di kalangan umat, dan hendaklah dilatih dan dipersiapkan dengan baik (RS 46) -YDW-

Seputar Ekaristi: PARTISIPASI UMAT BERIMAN DALAM EKARISTI Read More »

Seputar Ekaristi: TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PARA PEMIMPIN GEREJA

Wewenang untuk mengatur liturgi ada pada para pemimpin Gereja, yaitu Takhta Apostolik, yakni Paus di Roma dan pada tingkat kemudian: Kongregasi Ibadat dan Tata-tertib Sakramen, dan menurut kaidah hukum, para Uskup (RS 14). Uskup Diosesan Uskup Diosesan adalah pelayan utama misteri-misteri Allah dalam Gereja setempat yang dipercayakan kepadanya. Uskup disebut moderator, promotor, dan penjaga seluruh hidup liturgi kawanannya (RS 19). Artinya, uskup bertugas mengatur, mengarahkan, menyemangati, dan kadang-kadang juga menegur mereka yang dipercayakan kepadanya (RS 22). Setiap Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh uskup, teristimewa di Gereja Katedral, dengan partisipasi penuh dan aktif seluruh umat beriman, dikelilingi oleh para imam, diakon dan para pelayan lainnya, menjadi perayaan yang menghadirkan Gereja secara paling agung (RS 20) Kaum beriman, termasuk para anggota tarekat-tarekat hidup bakti dan semua macam kelompok, di dalam keuskupan itu hendaknya mempercayakan diri kepada uskup dan ‘harus tunduk kepada wewenang uskup diosesan dalam segala yang menyangkut litrugi, kecuali apabila ada hak-hak yang secara sah telah diberikan’ (RS 23). Pedoman Umum Misale Romawi 2000 menyampaikan empat macam penyesuaian yang bisa dilakukan oleh uskup diosesan: Merumuskan tata cara konselebrasi Merumuskan kaidah-kaidah untuk putra altar Merumuskan kaidah-kaidah pembagian komuni dua rupa Merumuskan kaidah-kaidah tata bangun dan tata ruang gereja. Konferensi Uskup Konferensi para uskup memiliki wewenang untuk mengadakan beberapa penyesuaian perayaan liturgi (PUMR 388-396): Menyiapkan dan mengesahkan edisi lengkap Misale Romawi dalam bahasa setempat dan meyampaikannya ke Takhta Suci untuk recognition (PUMR 389) Merumuskan penyesuaian-penyesuaian Misale Romawi yang ditunjukkan dalam PUMR 390, seperti sikap tubuh dan tata gerak, teks nyanyian, bacaan Kitab Suci untuk kesempatan-kesempatan tertentu, bentuk dan tata gerak salam damai, cara menyambut komuni, bahan untuk altar dan perlengkapan liturgi, petunjuk pastoral untuk dilampirkan dalam Misale Mempersiapkan dengan seksama terjemahan Kitab Suci untuk Misa Kudus Menyiapkan terjemahan teks-teks liturgi lain Mengesahkan lagu-lagu Misa dan menilai bentuk music, melodi, dan alat music yang diizinkan untuk penggunaan ibadat Menyusun kalender khusus untuk Negara untuk disahkan Takhta Suci Mengusulkan unsur-unsur dan hal-hal untuk penyesuaian yang lebih mendalam sebagaimana diamanatkan oleh Bapa Konsili Vatikan (SC 40) Instruksi RS 27 juga menyampaikan catatan bahwa para uskup secara pribadi ataupun secara bersama (Konferensi Uskup) tidak mempunyai wewenang untuk mengizinkan eksperimen dengan teks-teks liturgi atau semua hal lain yang ditetapkan dalam buku-buku liturgi. Untuk eksperimen itu, harus ada izin dari Kongregasi Ibadat dan Tata tertib Sakramen. Permohonan izin itu tidak akan dikabulkan jika tidak ada alasan serius. Untuk inkulturasi bidang liturgi, perlu diperhatikan norma-norma khusus dengan teliti dan lengkap. Para Imam Para imam adalah pembantu yang sah, bijaksana, dan perlu dari para uskup (PO 7), dan dipanggil untuk melayani umat Allah. Para imam bersatu dengan uskup dalam imamat, meskipun tugas mereka berbeda-beda (RS 29). Instruksi RS ini juga mengutip ajaran KV II mengenai hubungan para imam dengan uskupnya. “Dimasing-masing jemaat setempat, mereka dalam arti tertentu menghadirkan Uskup, yang mereka dukung dengan semangat percaya dan kebesaran hati. Sesuai dengan bagian mereka, mereka ikut mengemban tugas serta keprihatinan Uskup dan ikut menunaikannya dengan ketekunan setiap hari. Dibawah kewibawaan Uskup para imam menguduskan dan membimbing bagian kawanan Tuhan yang di serahkan kepada mereka. Mereka menampilkan Gereja semesta di tempat mereka, dan mereka memberi sumbangan sungguh berarti dalam membangun seluruh tubuh Kristus (lih. Ef 4:12). Sambil selalu memperhatikan kesejahteraan anak-anak Allah, mereka hendaknya mendukung karya pastoral seluruh keuskupan, bahkan seluruh Gereja.” (LG 28) Beberapa tugas para imam di bidang liturgi, khususnya Ekaristi Imam bertugas dan bertanggungjawab untuk memimpin Ekaristi selaku pribadi Kristus (in persona Christis) dan sekaligus atas nama seluruh Gereja semesta (RS 30) Memimpin Ekaristi itu sudah merupakan tugas utama para imam, sebab di situ karya penebusan Kristus terus menerus dihadirkan (PO 13). Itulah sebabnya imam dianjurkan merayakan Ekaristi setiap hari (PO 13; KHK kan 904; RS 110) Imam harus merayakan Ekaristi dengan hormat dan setia sesuai dengan Tradisi Gereja demi kemuliaan Allah dan pengudusan umat-Nya sebagaimana telah dijanjikan pada hari penahbisannya (RS 31). Itu berarti imam perlu menghindarkan penyelewengan dalam bidang litrugi sebab penyelewengan itu mengakibatkan penderitaan banyak orang (EE 51) dan yang menurut St. Ambrosius ‘ikut melukai Gereja (RS 31). Penyelewengan itu misalnya: mengadakan perubahan, entah dengan menyisipkan penambahan bebas (RS 31). Normalnya imam hanya boleh merayakan Ekaristi sekali untuk sehari (KHK kan 905). Namun, kalau ada alasan yang wajar, para imam diperkenankan merayakan Ekaristi dua kali sehari (SKRJ 91.1). Pada hari minggu dan hari raya, para imam diperkenankan merayakan Ekaristi sebanyak-banyaknya tiga kali jika kepentingan pastoral menentukannya (KHK kan 905.2; SKRJ 91.2). Suatu frekuensi merayakan Ekaristi lebih dari jumlah di atas harus dibicarakan terlebih dahulu dengan uskup. Semua imam harus terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan di bidang liturgi Gereja (RS 33) Pastor paroki hendaknya mengupayakan agar Ekaristi menjadi pusat hidup jemaat parokinya. Tanggung jawab pastor paroki terhadap umatnya (RS 32): Umat beriman perlu dilayani dengan perayaan yang khidmat dalam sakramen-sakramen, khususnya Ekaristi dan Rekonsiliasi Umat perlu dibantu untuk berpartisipasi secara sadar dan aktif dalam liturgi Meski dalam persiapan melibatkan berbagai anggota umat (misal Tim Litrugi), pastor paroki tetap bertanggungjawab dan “sama sekali tidak boleh menyerahkan kepada mereka hal-hal yang secara khas menyangkut jabatannya sendiri” (RS 32) Umat perlu dibimbing untuk mengadakan doa dalam keluarga. Para Diakon Para diakon ditahbiskan untuk menjadi pelayan, yakni melayani umat Allah, dalam persatuan dengan uskup dan para imamnya (LG 29, RS 34). Para diakon harus ‘memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci dan mewartakan iman itu dengan perkataan dan karya sesuai dengan Injil serta Tradisi gereja’ (RS 35). Hendaknya semua diakon menurut perannya, berusaha agar litrugi suci dirayakan sesuai dengan ketetapan-ketetapan buku-buku liturgi yang telah disahkan. Misalnya para diakon bertugas untuk membacakan Injil, membantu imam dalam mempersiapkan altar pada saat persiapan persembahan dan membersihkan altar sesudah komuni, memberikan ajakan atau keterangan kepada umat seperti salam damai, dan memaklumkan kata-kata pengutusan (PUMR 185). -YDW-  

Seputar Ekaristi: TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PARA PEMIMPIN GEREJA Read More »

Seputar Ekaritis: Sikap Yang Sehat Terhadap Norma

Berbagai norma dalam Gereja perlu dibaca dan dipahami menurut terang roh iman dengan berlandaskan pada kasih. Dalam kaitannya dengan norma liturgy, instruksi Redemptionis Sacramentum (RS) menyatakan “ketaatan lahiriah melulu terhadap norma-norma tertentu saja bertentangan dengan semangat Liturgi Suci, yang di dalamnya Kristus sendiri ingin mengumpulkan Gereja-Nya sedemikian rupa sehingga bersama dengan-Nya Gereja itu merupakan satu tubuh dan satu roh. Karena itu pun tata cara lahiriah harus diterangi oleh iman dan kasih, melaluinya kita dipersatukan dengan Kristus dan satu sama lain; melaluinya juga kita memupuk cinta akan orang yang miskin dan tersingkir” (RS 5). Menaati norma atau peraturan lutirgi tentu saja sesuatu yang wajar karena sikap ketaan itu sudah menjadi konsekuensi janji baptis dan untuk para imam janji imamat yang mau setia pada Tuhan dan Gereja-Nya. Bahkan sikap yang ‘taat asas’ merupakan sikap yang umum dan wajar serta berlaku dalam kehidupan masyarakat kita. Kalau orang membuka rekening di sebuah bank, ia harus mengikuti persyaratan yang diberikan oleh bank tersebut. Apabila orang ingin menjadi anggota perkumpulan sebuah komunitas, ia juga perlu mengikuti syarat yang ditentukan. Pemain bola jika hendak bermain bola juga harus mengikuti cara bermain bola. Tidak bisalah dia bermain semaunya sendiri, atau sesuai seleranya masing-masing. Sikap ‘taat asas’ sudah merupakan kemestian dalam suatu kehidupan bersama dimanapun. Pembaruan liturgy yang dicanangkan oleh Konsili Vatikan (KV) II telah memberikan sumbangan yang besar dalam kehidupan liturgy umat (EE 10; RS 4). Tetapi, Bapa Suci ataupun Takhta Suci menyesalkan berbagai penyimpangan atau penyelewengan dalam bidang litrugi Gereja, khususnya Perayaan Ekaristi. Berbagai penyelewengan itu “turut mengaburkan iman serta ajaran Katolik mengenai Sakramen yang mengagumkan ini” (EE 10, RS 6). Instruksi RS melihat bahwa penyimpangan atau penyelewengan di bidang liturgy itu tidak akan membawa ke suatu pembaruan yang sejati, tetapi malah melanggar hak umat beriman akan sebuah perayaan litrugis yang adalah pengungkapan hidup Gereja sesuai dengan tradisi dan tata tertibnya (RS 11). Penyelewengan-penyelewengan di bidang lutirgi sering bersumber pada salah pengertian mengenai makna kebebasan (RS 7), atau inisiatif-inisiatif yang ternyata justru berlawanan dengan tertib iman (RS 8), ataupun ketidakpahaman atas makna dan sejarah berbagai unsur liturgy (RS 9). Dari pengalaman kita sendiri, banyak praktek litrgi Gereja sering bukan karena adanya kehendak yang sengaja untuk melawan ajaran Gereja, tetapi biasanya lebih karena kurangnya pemahaman atau pengertian akan asas-asas litrugi yang baik dan benar. (YDW)  

Seputar Ekaritis: Sikap Yang Sehat Terhadap Norma Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top