Renungan Harian, Sabtu Biasa XXII

Bacaan: Lukas 6:1-5 Murid-murid memetik gandum pada hari Sabat 6:1 Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. 6:2 Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” 6:3 Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, 6:4 bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” 6:5 Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”   Renungan Gereja yang menyembuhkan Dilihat sekilas, jawaban dan tindakan Yesus seperti menampakan sikap yang arogan. Ia bertindak seperti tidak terlalu mempedulikan hukum dan kebiasaan yang terjadi di sekitarnya. Bahkan Ia mengatakan “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Orang Farisi bisa jadi tidak sepenuhnya mengerti apa yang dikataka Yesus. Kita sebagai pembaca sekarang tahu artinya “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Anak Manusia itu adalah Yesus sendiri. Maka bagi kita jelas bahwa Yesus adalah Mesias, yang mengatasi hari sabat. Apakah Yesus sungguh arogan dan semaunya sendiri? Mari kita merenungkannya. Injil ini ditulis oleh Lukas. Kita tahu siapa Lukas. Dia adalah seorang tabib yang cakap. Tabib mempunyai pekerjaan untuk menyembuhkan orang dari berbagai penyakit. Bagi Lukas, Yesus adalah Sang Tabib Agung, yang tidak hanya mampu menyembuhkan yang sakit, tetapi mampu membawa orang pada keselamatan. Akibat dosa adalah maut. Manusia yang berdosa akan dikuasai oleh maut. Tetapi Sang Tabib agung datang dan menyembuhkan manusia dari dosa dan membebaskan manusia dari maut. Yesus datang untuk melenyapkan berbagai penyakit dan mengusir setan-setan. Dalam pengertian itu, Lukas dalam perikopa hari ini hendak menakankan soal itu. Yesus datang untuk menyembuhkan yang sakit, artinya membawa pembebasan. Kita ingat apa yang dikatakan Paulus ”Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat.” (1Korintus 15:56). Di sini kita bisa melihat, bahwa menurut Paulus selama kita hidup dalam Taurat, kita terikat dalam Taurat. Agar terbebas dari Taurat, kita harus mati bagi Taurat, demikian kita baru bisa menjadi milik Kristus. Paulus menggunakan ilustrasi pernikahan. Selama kita menikah dengan Taurat, kita terikat Taurat; kalau Taurat itu mati, maka kita bebas menikah lagi, yakni dengan Kristus Yesus (Roma 7:4). Bagi kita, sudah banyak aturan dalam hidup menggereja. Sudah semestinya aturan-aturan yang ada itu punya tujuan untuk membawa anggotanya dalam rahmat keselamatan dalam Kristus. Kita perlu terus menerus berefleksi, apakah aturan-aturan yang dibuat oleh Gereja itu mendatangkan rahmat atau justru menjauhkan umat dari rahmat Allah. Dalam hal aturan, Gereja memiliki KHK. Jika hukum itu merugikan seseorang, perlu ditafsirkan sesempit mungkin. Tetapi jika hukum itu menguntungkan seseorang, perlu ditafsirkan secara luas. Semoga Gereja tetap mempunyai  Misericordiae Vultus (Wajah Kerahiman) dalam seluruh tindakannya. Doa: Ya Allah, semoga Gereja senantiasa menjadi Wajah-Mu yang kelihatan di dunia ini, gambaran akan Putera-Mu yang bangkit dan dimuliakan. Engkau menghendaki mereka yang melayani-Mu untuk mengenakan pakaian kerapuhan, agar dapat merasa berbelas kasih bagi mereka yang hidup dalam sikap acuh tak acuh dan kekeliruan. Perkenankanlah semua orang yang mendekati mereka merasa Engkau cari, cintai, dan  Engkau ampuni . Amin  

Renungan Harian, Sabtu Biasa XXII Read More »