Renungan Harian, Rabu Biasa XXIV
Bacaan: Lukas 7:31-35 7:31 Kata Yesus: “Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? 7:32 Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis. 7:33 Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. 7:34 Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. 7:35 Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya.” Renungan Hidup dengan banyak orang adalah realitas hidup kita. Paling konkret dalam keluarga kita masing-masing, setiap hari kita berjumpa dengan orang serumah. Perjumpaan setiap hari bisa menjadikan kita semakin dengan dan erat. Namun juga kemungkinan sebaliknya, perjumpaan kita setiap hari justru membuat suasana menjadi tidak indah. Ada banyak hal kecil yang dipermasalahkan, sehingga apapun menjadi sumber percekcokan. Hidup di dalam keluarga menjadi gambara kecil tentang hidup bersama dengan banyak orang. Kita berhadapan dengan lebih banyak orang ketika keluar kepada masyarakat. Dalam keluarga saja ada begitu banyak pemikiran, apalagi dalam masyarakat. Maka perbedaan pendapat dan pandangan menjadi sesuatu yang sangat lumrah. Justru menjadi indah ketika perbedaan yang ada tidak memecah belah, tetapi menyatukan dan mempererat antar sesama anggot masyarakat. Suasana yang kurang lebih sama juga dihadapi oleh Yesus dan para murid-Nya. Ada sebagian orang yang berkomentar demikian, kelompok lain berkomentar yang lain. Yang jelas semua bisa berkomentar dan memberi pandangan, bahkan juga bisa menjadi oposisi. Orang yang baik bisa saja dikomentari dengan buruk, apalagi orang yang tidak baik. Pertanyaannya apa yang mesti kita lakukan? Jawaban Yesus bisa menjadi patokan kita: hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya. Hikmat tidak berhenti pada satu titik. Hikmat ada dalam semua proses pembelajaran. Proses itu membutuhkan waktu dan tenaga, yang bisa jadi tidak mudah dan tidak murah. Namun lebih dari itu, rahmat Allah menjadi kekuatan kita untuk membangun hikmat dalam hidup kita masing-masing. Salah satu hal kecil yang bisa kita lakukan praktis untuk hidup dalam hikmat adalah tidak terlalu bersikap reaktif, tetapi reflektif dan aktif. Doa: Ya Tuha, semoga roh hikmat selalu ada dalam setiap kata-kata, tindakan dan perbuatan-perbuatanku. Amin.
Renungan Harian, Rabu Biasa XXIV Read More »