Renungan Kamis Biasa XXIII Archives - Keuskupan Tanjungkarang

Renungan Kamis Biasa XXIII

Renungan Harian, Jumat Biasa XXIII

PW St. Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja Bacaan: Lukas 6:39-42 6:39 Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang? q  6:40 Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya. r  6:41 Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? 6:42 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”   Renungan Selumbar dan balok bisa menjadi bahan permenungan bagi kita masing-masing yang selalu relevan. Apa yang begitu dekat dengan mata kita hampir pasti malah tidak nampak, tetapi apa yang kecil dan jauh dari mata kita, lebih mudah tampak dan dilihat. Bisa jadi balok itu lebih besar dari pada mata, maka mata kita sendiri tidak mampu melihatnya bahwa kenyataan yang ada itu adalah balok. Kita memberi makna juga bahwa kenyataan yang ada di depan kita sering kali lebih besar dari pada mata kita yang mampu melihat. Sering kali kita tidak bisa mengubah kenyaatan atau keadaan. Pertanyaannya apa yang bisa kita lakukan?? Yang bisa kita lakukan adalah memperbesar mata kita masing-masing. Karena terlalu sempit dan kecilnya mata, maka kenyataan yang ada tidak bisa tampak jelas. Bukan mengubah balok menjadi selumbar, tetapi mengubah mata kita supaya melihat balok itu dengan jelas adalah jalan yang paling bisa kita lakukan. Caranya? Ada banyak cara, satu diantaranya adalah tidak mudah menghakimi. Apa yang kita lihat belum tentu pure seperti yang kita lihat. Seringkali kenyataan sebenarnya justru ada dibalik yang kita lihat dengan mata. Tidak mudah menghakimi berarti mau untuk memperluas cakrawala diri. Doa: Ya Tuhan, semoga aku mampu dan berani berpikir dan merasa sebelum melakukan tindakan. Amin.  

Renungan Harian, Jumat Biasa XXIII Read More »

Renungan Harian, Kamis Biasa XXIII

Bacaan: Lukas 6:20-26 Kasihilah musuhmu 6:27 “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; 6:28 mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. 6:29 Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. 6:30 Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. 6:31 Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. 6:32 Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. 6:33 Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian. 6:34 Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. 6:35 Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. 6:36 Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” Hal menghakimi 6:37 “Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. 6:38 Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”   Renungan Hendaklah kamu murah hati Sudah agak lama muncul istilah ‘murah hati tetapi tidak murahan’. Tidak tahu persis apa yang ada di balik ungkapan ini, apakah ini sebagai ungkapan untuk menunjukkan kualitas dari murah hati itu sendiri, atau bisa jadi muncul ungkapan ini untuk menangkal pengaruh tertentu. Tetapi yang jelas kita bisa mengamini bahwa murah hati itu memang tidak murahan. Tindakan murah hati itu adalah tindakan Allah Bapa sendiri: sama seperti Bapamu adalah murah hati. Maka sudah pasti tindakan murah hati itu bukanlah tindakan murahan dan sembarangan. Hanya saja memang murah hati agak identik dengan tindakan yang remeh temeh, seperti tidak berharga dan tidak membawa untung banyak. Jelas saja tindakan Allah Bapa yang begitu murah hati, sampai-sampai merelakan Putera Tunggal-Nya sampai mati disalib, dianggap sebagai tindakan murahan bagi mereka yang tidak mau terima. Buktinya apa? Yesus mati dengan cara disalib dan tempatnya juga di salib. Itu tanda ‘murahan’ bagi orang-orang yang tidak mengerti. Jadi tindakan murah hati itu hampir mirip dengan tindakan ‘murahan’ yang dalam arti tidak banyak artinya bagi orang tertentu. Coba saja teladan memberi tanpa mengharapkan kembalinya, apakah ini bukan tindakan murahan? Atau melayani permintaan ekaristi kepada umat yang meminta dengan mudah. Apakah ini tindakan murahan atau tindakan murah hati karena meniru Bapa yang murah hati? Bisa jadi ada yang melihatnya sebagai tindakan murah hati, tetapi pasti juga ada yang melihat sebagi tindakan murahan karena ekaristi hanya dilihat sebagai ‘job’ saja misalnya. Lalu pertanyaannya, apa yang bisa menjadi pedoman kita antara yang murah hati dan murahan? Pertama-tama kita bisa melakukan seperti yang dikatakan Yesus “Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. 6:38 Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” Artinya kalau kita mempunyai pemikiran yang sempit tentang sesuatu, maka kita akan menilai itu sebagai yang murahan. Sementara kalau ukuran kita itu luas, maka sudah jelas kita pun akan mengukur yang sama kepada orang lain. Kedua, soal pemahaman yang baik dan benar. Murah hati itu bukan soal hukum, tetapi soal hati yang tergerak. Murah hati itu tidak berhenti pada kepala saja, tetapi mengalir di hati dan terwujud di tangan. Maka terbuka kepada kenyataan ‘yang lain’ akan semakin membuat kita mampu mempunyai pemahan yang lebih integral. Jika hanya berhenti pada hukum di kepala, maka yang ada hanyalah soal boleh atau tidak boleh, orang yang murah hati dipandang sebagai yang murahan. Semoga kita mampu bergerak pada hukum hati. Semoga kita tidak pernah lelah bertindak murah hati meskipun dinilai dan dikatakan sebagai murahan. Yesus saja yang dinilai murahan tetap rela mati di salib untuk kita. Apa yang murahan dimata manusia, bisa jadi sangat berharga dimata Allah. Doa: Ya Tuhan, semoga aku tidak takut dicap sebagai yang murahan ketika apa yang kulakukan sebagai wujud dari murah hati. Semoga aku senantiasa Engkau teguhkan. Amin.  

Renungan Harian, Kamis Biasa XXIII Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top