Renungan Harian, Selasa Biasa XXIV
Bacaan: Lukas 7:11-17 Yesus membangkitkan anak muda di Nain 7:11 Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. 7:12 Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. 7:13 Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!” 7:14 Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” 7:15 Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. 7:16 Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah melawat umat-Nya.” 7:17 Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya. Renungan Kita bisa merenungkan secara lebih mendalam apa yang dikatakan Lukas dalam ayat ini “Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya.” Sekilas tidak ada yang berarti. Biasanya focus kita terletak pada janda yang menangis, atau pada Yesus membangkitkan orang yang mati, atau pada bagian terakhir orang banyak memuliakan Allah. Kita melihat dan merenungkan satu kalimat yang ditulis oleh Lukas. Urutannya jelas: bangunlah orang itu – duduk lah orang itu – mulai berkata-berkata lah orang itu – Yesus menyerahkan orang itu kepada ibunya. Dengan jelas dan sadar Lukas memberi urutan itu. Kiranya bukan tanpa maksud Lukas membuat urutan kisah yang demikian. Kita ingat Lukas adalah seorang tabib. Tulisan-tulisannya banyak yang bernuansa penyembuhan atau kesembuhan. Dalam kisah ini, wanita janda itu kehilangan anak lelaki tunggalnya, yang artinya ia kehilangan seluruh harapan masa depannya. Datanglah Yesus yang sekedar lewat dan berjumpa dengan rombongan pengiring jenazah. Pemuda yang mati berarti telah kehilangan hidupnya, ia kehilangan relasi dengan sang ibu dan orang di sekitarnya. Segala hubungan terputus, hak dan kewajiban juga hilang. Kehadiran Yesus mengembalikan semuanya itu. Maka Yesus yang tergerak hati-Nya, membangunkan pemuda yang mati itu. Pertama-tama Ia mengembalikan hidup pemuda itu. Tanda dari kehidupan ditunjukkan pemuda itu dengan duduk dan berkata-kata, seperti orang hidup yang lainnya (yang ada di sekitarnya). Pemuda itu dikembalikan kepada masyaratkat, orang banyak menjadi saksinya. Orang banyak menjadi percaya bahwa pemuda yang mereka usung karena mati, sekarang sudah hidup kembali karena sudah duduk dan berkata-kata. Kemudian barulah Yesus menyerahkan dia yang sudah dibangunkan, diterima masyarakat dan diakui keberadaannya, kepada sang ibu. Ini lah khas penyembuhan Lukas kepada orang yang ‘sakit’. Yesus tidak menahan orang yang sudah dibangkitkan-Nya supaya ikut Dia. Tetapi ia mengembalikan kepada orang-orang disekitarnya, dan khususnys kepada sang ibu. Hidup itu milik Allah. Kita wajib mengembalikan kepada-Nya lewat orang-orang yang ada di sekitar kita. Lebih-lebih bhakti kita kepada orang tua. Ibu menjadi perwakilan sempurna dari Sang Pemberi hidup. Dari pada-Nya kita berasal, dan kepada-Nya kita kembali dengan sempurna. Kita yang masih hidup, perlu terus berkarya. Duduk dan berkata-kata merupakan perwakilan dari kegiatan kita setiap hari, aktif dalam bekerja dan berkarya. Jika kita hidup namun tidak berkarya, kita selayaknya orang yang sudah mati. Sudah menjadi panggilan dan kekhasan kita bahwa kita hidup dengan berkarya. Dan akhirnya dari semuanya itu, kita mengembalikan dan menyerahkan semuanya kepada-Nya, yang mempunyai segalanya dalam kepenuhan. Doa: Ya Tuhan, semoga aku selalu sanggup untuk bangkit dan berkarya. Semoga kematian kecil yang kualami tidak mematahkan semangat dan perjuanganku. Amin.
Renungan Harian, Selasa Biasa XXIV Read More »