Renungan Harian, Jumat Biasa XXII
Bacaan: Lukas 5:33-39 Hal berpuasa 5:33 Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum.” 5:34 Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? 5:35 Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” 5:36 Ia mengatakan juga suatu perumpamaan kepada mereka: “Tidak seorangpun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru itu. 5:37 Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itupun hancur. 5:38 Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula. 5:39 Dan tidak seorangpun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik.” Renungan Puasa: menata tingkah dan rasa Puasa sering hanya diartikan tidak makan makanan tertentu atau minuman tertentu, dalam tenggat waktu tertentu. Setelah waktu yang ditetapkan selesai maka selesai sudah urusan puasa itu. Artinya setelah itu bisa makan apa saja, sepuasnya dan tidak lagi ada larangan. Maka bisa dipastikan setelah masa puasa berat badan akan meningkat, bukan justru menurun. Injil hari ini juga berkaitan dengan soal puasa. Puasa itu menjadi kebiasaan banyak tradisi budaya. Bisa jadi semua budaya mempunyai kebiasan puasa. Tentu saja masing-masing mempunyai tujuannya. Orang yang punya niat berpuasa biasanya punya niat tertentu. Maka puasa bukan lagi soal tidak makan minum, tetapi menjalani ‘ritual’ tertentu untuk mencapai apa yang diinginkannya. Dalam bahasa jawa, puasa itu kata yang dipakai adalah POSO. Bermain kata, ada banyak makna baik yang bisa kita sematkan pada arti kata poso. Poso itu noto polah lan roso. Puasa itu mengolah tingkah laku dan perasaan. Memang dengan berpuasa, seseorang merenungkan hidupkan, bagaimana selama ini terjadi dalam hidupnya, mana nilai yang baik dan mana yang harus diperbarui. Roso itu tidak hanya sekedar perasaan, tetapi apakah semua tindakan kata-kata sudah tepat waktu dan tepat guna. Roso ini soal jiwa, spirit apa yang ada dalam diri kita masing-masing. Poso bisa kita artinkan juga nopo-nopo kerso (apa-apa mau). Artinya dengan laku puasa kita diajak untuk bersyukur atas semua nikmat karunia Tuhan yang kita terima. Bersyukur atas peristiwa yang kita alami, atas orang-orang yang kita jumpai, atas rejeki yang kita terima, atas pengalaman-pengalaman pahit juga. Tanpa ada syukur maka hidup kita menjadi hidup yang sia-sia, seperti yang pengkotbah katakana. Yesus mengajar kita bahwa berpuasa itu berarti siap dan berani untuk hidup dalam kebaruan. Hal lama yang perlu ditinggal, ya ditinggal. Apa yang perlu diganti, ya harus diganti supaya hidup kita menjadi ringat dan bersukacita. Apa yang lama yang tidak berguna, dibuang saja dan ditinggalkan. Berani melangkah kepada yang baru adalah tindakan Kristiani. Harus berani belajar dan berjuang adalah kewajiban manusiawi, siapapun juga mengalami itu. Kita berpuasa untuk semakin mengenal hidup kita sendiri, terlebih untuk selalu peka akan Allah yang hadir dan mendampingi hidup kita. Dengan begitu, noto polah lan roso adalah perjuangan kita setiap hari. Doa: Tuhan, semoga aku berani melihat diriku sendiri, memperbaiki yang kurang baik, siap untuk ditempatkan pada kantong yang baru, dan siap untuk berproses terus. Amin.
Renungan Harian, Jumat Biasa XXII Read More »