Seputar Ekaristi
Tulisan ini akan membahas tentang Ekaristi ditinjau dari segi Pastoral, Liturgis, dan Yuridis. Sumber dari tulisan ini adalah buku ‘Ekaristi: Tinjauan Teologis, Yuridis, dan Pastoral’, yang ditulis oleh Dr. E. Martasudjita, Pr. Beliau adalah doctor teologi dan dosen teologi dogmatik dan liturgy di Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma. Buku ini diterbitkan pada tahun 2005. Pembahasan tentang Ekaristi ini akan dibagi kedalam beberap seri tulisan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Perayaan Ekaristi sebagai kenyataan Gereja, sering menjadi perbincangan dan diskusi yang panjang lebar. Sumber dan puncak hidup umat beriman terjadi disana. Maka sudah sewajarnya jika Ekaristi menjadi perhatian umat beriman. Ada begitu banyak ajaran dan nilai agung dari Ekaristi. Menggali terus menerus tentang Ekaristi perlu kita lakukan tanpa henti. Maka tulisan ini akan sedikit mengulas tentang Ekaristi. Tradisi Perayaan Ekaristi (PE) sudah setua gereja sendiri. Itulah sebabnya sudah ada tradisi yang panjang bagaimana Ekaristi dirayakan dan bagaimana pelayanan sakramen itu disiapkan. Norma-norma liturgy dan ketentuan hukumnya mengatur secara konkret dan praktis apa yang menjadi roh keyakinan iman Gereja akan misteri Ekaristi, sebagaimana diajarkan oleh Kitab Suci dan Magisterium Gereja sepanjang masa. Maka sebaiknya kita membaca norma liturgis dan yuridis mengenai Ekaristi itu dari kacamata tersebut. Artinya, ketentuan atau aturan lahiriah dan tertulis itu hanya ingin menjaga supaya PE dan pelayanannya untuk umat beriman sesuai dengan apa yang diimani oleh Gereja sepanjang masa. Semua norma liturgy sebenarnya hanya mau memperjuangkan dan melindungi keagungan dan kekudusan Ekaristi Mahakudus, karunia Tuhan, sumber dan puncak hidup seluruh Gereja, dan mau menjamin kehadiran misteri penebusan Yesus Kristus dalam Perayaan Ekaristi Suci. Norma-norma liturgy akhirnya memperjuangkan agar perayaan iman tersebut benar-benar menjadi perayaan misteri penebusan Kristus yang membawa dan menganugerahkan keselamatan kepada Kita. Maka sungguh kurang tepat dan bijaksana jika kita membaca norma atau aturan demi norma atau aturan itu sendiri. Hal terakhir ini hanya membuat kita menjadi ligalistis, rubrikitis, atau ritualisme. Untuk mendalami dan mengerti bagaimana ketentuan Sakramen Ekaristi ini, kita bisa mengambil berbagai dokumen Gereja yang selama ini dikeluarkan oleh Takhta Suci ataupun juga dokumen-dokumen tingkat Konferensi Waligereja atau Regio. Pada tanggal 25 Maret 2014, Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen menerbitkan instruksi Redemptionis Secramentum (RS). Instruksi tersebut mengatur sejumlah hal yang perlu dilaksanakan maupun dihindari berkaitan dengan Ekaristi Mahakudus. Instruksi RS disusun untuk menindaklajuti apa yang ditulis Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya yang terakhir, Ecclesia de Eucharistia (EE). Dalam EE, Sri Paus menekankan keagungan misteri Ekaristi yang sungguh-sungguh Kudus dan Ekaristi sebagai perayaan seluruh Gereja. “Tak seorang pun diizinkan meremehkan misteri yang dipercayakan ke tangan kita: misteri ini terlalu agung bagi siapapun untuk merasa bebas memperlakukannya secara ringan dengan mengabaikan kesucian universalitasnya” (EE 51). Di situ Paus juga menyesali berbagai penyalahgunaan dan penyimpangan praktek PE di daerah tertentu (EE 51). Itulah sebabnya beliau meminta Kongregasi Ibadat menyusun dan mengeluarkan instruksi ini. Maka, apabila kita membaca instruksi itu dan menemukan peraturan yang terasa sangat ketat, sebaiknya kita menyadari titik tolak dan latar belakang yang menjadi roh ensiklik dan instruksi: yakni mau menjaga kekudusan dan keagungan misteri Ekaristi ini sebagai perayaan Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala dan anggota-anggotanya, Kristus dan Gereja-Nya (bdk SC 7). Instruksi itu tidak bermaksud menyampaikan seluruh rangkuman norma tentang Ekaristi, tetapi lebih mau menegaskan kembali berbagai norma litrugi yang sudah dituangkan di berbagai dokumen dan yang kini masih berlaku, serta menetapkan beberapa norma yang bersifat menjelaskan atau melengkapi norma yang sudah ada, dan sekaligus menunjukkan peran dan tanggung jawab para uskup, imam, diakon, dan semua umat beriman (SC 2). (YDW)