Renungan Harian

Renungan Harian, Selasa XVIII

Pesta Yesus menampakkan kemuliaan-Nya Bacaan: Lukas 9:28-36 Yesus dimuliakan di atas gunung 9:28 Kira-kira delapan hari sesudah segala pengajaran itu, Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa. 9:29 Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. 9:30 Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. 9:31 Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem. 9:32 Sementara itu Petrus dan teman-temannya telah tertidur dan ketika mereka terbangun mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya: dan kedua orang yang berdiri di dekat-Nya itu. 9:33 Dan ketika kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada-Nya: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu. 9:34 Sementara ia berkata demikian, datanglah awan menaungi mereka. Dan ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka. 9:35 Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.” 9:36 Ketika suara itu terdengar, nampaklah Yesus tinggal seorang diri. Dan murid-murid itu merahasiakannya, dan pada masa itu mereka tidak menceriterakan kepada siapapun apa yang telah mereka lihat itu. Renungan Tinggal bersama Yesus Dalam Kitab Suci, kemah menjadi representasi kehadiran yang Ilahi. Seperti manusia yang tinggal di suatu kemah (rumah), Allah pun digambarkan sebagai yang mendiami suatu kemah. Allah hadir dan bertahta disana. Umat Allah datang untuk menyembahnya. Allah adalah yang dekat dengan manusia, mau berkomunikasi dengan manusia, dan tempat manusia untuk bernaung dalam segala situasi. Petrus yang mewakili para rasul, hendak mendirikan kemah bagi Yesus, Musa dan Elia setelah mengalami sukacita yang tak terkatakan. Ia menjadi saksi mata Yesus dinyatakan oleh Allah sendiri yang diteguhkan dengan dua tokoh besar lain. Petrus menghendaki untuk tinggal bersama dengan Yesus dalam suasana kemuliaan. Pokok dari penyataan Yesus adalah sabda Allah sendiri “Iniliah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia”. Yesus adalah Putera Bapa yang terpilih, yang diutus ke dunia untuk menebus manusia. Mendengarkan Dia menjadi pokok panggilan murid-murid-Nya. Mendengarkan Dia berarti ikut tinggal bersama-Nya, seperti Petrus yang hendak mendirikan kemah dan tinggal bersama. Tinggal bersama Yesus adalah kerinduan setiap murid-Nya. Tinggal berarti selalu berada dekat dengan-Nya, melihat dan mengikuti apa yang dikerjakan-Nya, menaati apa yang diperintah-Nya. Suasana dalam kemuliaan menarik semua orang untuk tinggal bersama-Nya. Tetapi seperti Petrus dan para rasul, mereka tidak berhenti di puncak gunung itu dalam suasana senang terus. Yesus mengajak mereka untuk turun gunung dan melanjutkan perjalanan ke Yerusalem, artinya siap menghadapi salib. Demikian juga dengan kita. Tinggal bersama Yesus berarti menjalankan tugas dan tanggung jawab setiap hari dengan setia dan penuh tanggung jawab. Tinggal bersama-Nya sama sekali tidak menghilangkan rutinitas harian kita, tidak menghilangkan kesedihan dan perjuangan manusiawi. Tinggal bersama-Nya berarti tetap menjadi orang biasa dengan segala rutinitasnya, tetapi dengan sukacita yang berlimpah. Mari kita senantiasa memohon rahmat Tuhan, agar rutinitas harian kita selalu menjadi berarti dan bermakna baru untuk hidup kita karena kita selalu tinggal bersama-Nya. Doa: Tuhan, semoga aku mampu setia untuk menjalankan tugas dan perutusanku masing-masing. Amin.  

Renungan Harian, Selasa XVIII Read More »

Renungan Harian, Senin Biasa XVIII

Bacaan: Matius 14:13-21 Yesus memberi makan lima ribu orang 14:13 Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka. 14:14 Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit. 14:15 Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa.” 14:16 Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.” 14:17 Jawab mereka: “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.” 14:18 Yesus berkata: “Bawalah ke mari kepada-Ku.” 14:19 Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. 14:20 Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. 14:21 Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak. Renungan The Power of Small Kisah Yesus memberi makan lima ribu orang hari ini mengingatkan kita akan kasih Allah yang tidak mau seorang pun kelaparan. Lima roti dan dua ikan dibuat-Nya cukup untuk makan lima ribu orang, bahkan masih ada dua belas bakul sisanya. Dari yang tadinya sangat sedikit, justru malah sisanya berlipat ganda. Dari yang tadinya tidak mungkin (impossible) dijadikan sangat mungkin (possible). Dalam Injil Matius ini ditonjolkan bagaimana Yesus mengajak para rasul untuk tidak mundur ketika berhadapan dengan perosalan. Yesus melibatkan mereka semua untuk karya ini. Yesus sendiri yang langsung mengambil prakarsa untuk menggandakan roti dan ikan. Para rasul hadir dan menyaksikan hal itu. Dua belas bakul menjadi tanda keberlipahan karena mereka ikut berperan dan bersyukur atas apa yang sudah diterima. Kita bisa belajar pertama, mengucap syukur itu tidak pernah ada ruginya. Sekecil apapun jika disyukuri, justru akan menjadi sisa. Sementara sebanyak apapun, jika tidak disyukuri, akan selalu kurang dan kurang. Itulah berkat Ekaristi, perayaan syukur atas kasih Tuhan yang berlimpah. Kedua, kita bisa belajar bahwa dengan berbagi, kita tidak akan pernah kekurang atau habis. Justru berbagi itu akan mendatangkan kelimpahan. Bukan soal jika ingin mendapat banyak maka berilah banyak, tetapi memberi dengan ketulusan dan keiklasan. Langkah pertama bukan supaya mendapat sesuatu, tetapi memberi sesuatu dengan tulus iklas. Ketiga, kita bisa belajar tentang kekuatan dalam keterbatasan. Seringkali orang putus asa yang tidak mampu berbuat banyak atau memberi banyak. Ketika dia mempunyai sedikit, maka dia berpandangan tidak bisa berbuat apa-apa. Lima roti dua ikan menjadi daya dorong kita bahwa walaupun punya sedikit, tapi kita bisa berbuat banyak. Seringkali justru sedikit atau minimal itu justru membuat kita bisa leluasa, bebas tak tersandra, dan melihat banyak hal sebagai peluang. Mari jangan biarkan yang sedikit tetap menjadi sedikit. Dari sedikit yang kita miliki, kita bisa berbagai lima roti dan dua ikan. Doa: Tuhan, ajarilah aku mampu berbagi lima roti dan dua ikan dalam hidupku. Amin.  

Renungan Harian, Senin Biasa XVIII Read More »

Renungan Harian, Minggu Biasa XVIII

Bacaan: Lukas 12:13-21 Orang kaya yang bodoh 12:13 Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” 12:14 Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” 12:15 Kata-Nya lagi kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” 12:16 Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. 12:17 Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. 12:18 Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. 12:19 Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! 12:20 Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? 12:21 Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” Renungan Fisik Besi, Mental Kerupuk Ketika berada di perjalanan, biasanya kita jumpai ada banyak pengendara yang mengemudikan kendaraannya secara sembarangan. Contoh yang sangat sederhana adalah flyover dijadikan tepat berputar arah. Bisa jadi kita sendiri pernah melakukannya. Tanpa perlu debat apapun, itu tindakan yang salah dan berbahaya. Lebih menggelikan lagi jika ada mobil mewah yang melakukannya. Kita bisa mengatakan ‘mobil mewah belum tentu pengemudinya juga punya prilaku mewah’. Artinya antara yang kelihatan dan sikap tidak sejalan. Mobilnya saja yang mewah, perilaku putar arah di flyover itu tindakan ‘ndeso’. Injil hari ini mengingatkan kita tentang bagaimana seharusnya antara prilaku dan mental seharusnya sejajar. Orang yang kaya dalam Injil dikatakan bodoh karena mentalnya tidak seperti orang kaya. Justru mental dan sikapnya itu akan membuatnya menjadi tidak kaya secara holistic. Kita bisa melihatnya ada banyak orang kaya yang mentalnya tidak elegan, menampakkan kekayaannya dengan cara yang lebai. Bisa jadi juga banyak orang yang mengatakan sederhana tapi menampakkan sikap yang prilaku yang sebaliknya. Ini lebih ironis. Yesus mengingatkan kita supaya selain kita kaya secara materi, kita juga perlu kaya dihadapan Allah. Artinya seluruh tindakan, perkataan, sikap dan dispoisi batin itu menampakkan kekayaan itu. Tidak ada kaitannya antara orang kaya dan sikap sombong atau angkuh. Sering kita membayangkan itu, orang kaya itu selalu sombong dan angkuh. Ada begitu banyak orang miskin yang punya sikap sombong dan angkuh. Ada begitu banyak orang kaya yang punya sikap elegan dan lux, tidak norak apalagi lebai. Kekayaan fisiknya sejalan dengan kekayaan batinnya. Orang-orang demikian yang akan melihat banyak kesempatan sebagai peluang. Maka kekayaannya tidak akan berkurang, justru bertambah dan banyak orang yang bisa menikmati hasil kekayaannya. Orang yang kaya materi dan mentalnya akan terus berkarya. Masalah utama dalam injil hari ini adalah ‘kebodohan’ dari orang kaya itu. Dimana-mana kebodohan akan menyebabkan kehancuran. Kebodohan dalam injil hari ini disamakan dengan ketamakan, kesombongan, tidak tahu bersyukur, dan kemalasan. Jika kita kaya, punyalah sikap yang elegan dalam banyak perkara. Jangan sampai kita kaya namun perilaku kita ‘ndeso’. Punyailah fisik yang kuat dan mental yang perkasa pula. Fisik kuat namun mental kerupuk akan menyebabkan kehancuran yang dramatis. Kaya dihadapan Allah dan kaya dihadapan sesama. Doa: Tuhan, semoga aku mampu hidup secara holistic dan integral. Amin.  

Renungan Harian, Minggu Biasa XVIII Read More »

Renungan Harian, Sabtu Biasa XVII

Bacaan: Matius 14:1-12 Yohanes Pembaptis dibunuh 14:1 Pada masa itu sampailah berita-berita tentang Yesus kepada Herodes, raja wilayah. 14:2 Lalu ia berkata kepada pegawai-pegawainya: “Inilah Yohanes Pembaptis; ia sudah bangkit dari antara orang mati dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam-Nya.” 14:3 Sebab memang Herodes telah menyuruh menangkap Yohanes, membelenggunya dan memenjarakannya, berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya. 14:4 Karena Yohanes pernah menegornya, katanya: “Tidak halal engkau mengambil Herodias!” 14:5 Herodes ingin membunuhnya, tetapi ia takut akan orang banyak yang memandang Yohanes sebagai nabi. 14:6 Tetapi pada hari ulang tahun Herodes, menarilah anak perempuan Herodias di tengah-tengah mereka dan menyukakan hati Herodes, 14:7 sehingga Herodes bersumpah akan memberikan kepadanya apa saja yang dimintanya. 14:8 Maka setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: “Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam.” 14:9 Lalu sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya diperintahkannya juga untuk memberikannya. 14:10 Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara 14:11 dan kepala Yohanes itupun dibawa orang di sebuah talam, lalu diberikan kepada gadis itu dan ia membawanya kepada ibunya. 14:12 Kemudian datanglah murid-murid Yohanes Pembaptis mengambil mayatnya dan menguburkannya. Lalu pergilah mereka memberitahukannya kepada Yesus. Renungan Penjagal Hidup Akhir-akhir ini di Negara kita semakin gencar berita tentang pembunuhan. Ada banyak sebab, namun kiranya yang paling utama sebabnya adalah pembunuh itu tidak mampu mengalahkan emosinya sendiri. Beberapa waktu lalu juga mencuat target pembunuhan tingkat tinggi yang disetting dalam kerusuhan protes hasil pemilu. Orang semakin mudah untuk membunuh orang lain karena sakit hati, merasa terancam dan lain sebagainya. Lebih tragisnya lagi ada orang yang mau menjadi pembunuh hanya dengan menerima sejumlah uang. Herodes hari ini menjadi gambaran kengerian orang yang karena kuasanya menganggap yang lain sebagai barang yang tidak berharga. Dengan mudahnya ia bisa memerintahkan algojonya untuk menghabisi nyawa seseorang, bahkan mereka yang tidak bersalah. Herodes menjadi gambaran dari pribadi yang takut dengan dirinya sendiri sehingga melampiaskannya kepada orang lain. Karena merasa malu kalau tidak menepati janjinya, Yohanes dibunuhnya dan kepalanya dipenggal. Membunuh saja sudah tindakan melawan kuasa Tuhan, dan masih ditambah dengan memenggal kepala. Setiap hari disekitar kita ada banyak peristiwa pembunuhan, entah secara fisik maupun pembunuhan karakter orang lain. Pembunuhan dilakukan dengan senjata tajam atau dengan lidah yang lebih tajam. Ada banyak orang yang dengan sangat mudah mengeluarkan kata-kata kasar dan kejam bagi orang lain. Ujungnya adalah soal kepuasan diri sudah melakukan itu. Tidak berani menggunakan pisau atau parang, lidah menjadi senjata ampuh untuk meluapkan kehausan itu. Kehausan untuk membinasakan orang lain menjadi trend yang ironis. Injil hari ini menyadarkan kita bahwa membunuh orang lain itu tidak menyelesaikan masalah sama sekali, justru menambah masalah lain. Perasaan puas menghujam orang lain juga sama sekali tidak menyelesaikan masalah, justru menambahnya. Kepuasan diri sering kali menjadi ukuran utama. Setiap orang mempunyai ukurannya sendiri. Jika prinsip ini yang dipakai, hancurlah semuanya, tanpa ada damai. Mari kita terus belajar untuk menyelesaikan masalah dengan solusi, bukan dengan masalah lain. Mengalahkan ego sendiri menjadi kunci dasar bagi kita untuk melangkah kearah itu. Pertama-tama yang harus ‘dibunuh’ adalah nafsu dan kepuasan diri. Doa: Tuhan, semoga kami berani menghargai kehidupan sebagai anugerah-Mu sendiri yang patut kami jaga dan pelihara. Amin.  

Renungan Harian, Sabtu Biasa XVII Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top