Berita

GAGASAN DASAR APP 2020 “BUMI RUMAH KEHIDUPAN”

Pengantar Tak dapat dipungkiri bahwa melalui Ajaran Sosial Gereja (ASG), Gereja berbicara tentang ekonomi, terutama tema-tema keadilan, kesejahteraan umum serta upaya-upaya pengembangan ekonomi yang memuliakan hak dan martabat pribadi manusia. Namun tetap tersisa pertanyaan, sejauh mana Kitab Suci juga membicarakan atau memberi inspirasi dalam pengembangan atau upaya pembangunan ekonomi? Bumi adalah ruang hidup dan berada bagi semua ciptaan. Orang Yunani menyebutnya rumah (oikos). Bumi adalah rumah bersama dan rumah utama serta satu-satunya bagi makhluk, baik yang hidup maupun yang tak hidup. Bumi dalam pelbagai budaya disebut “ibu”: Ibu Pertiwi. Dengan menyebutnya IBU maka diakui bahwa bumilah yang melahirkan dan menumbuhkan kehidupan. Menyebut bumi sebagai rumah, mengacu kepada perlindungan dan pemeliharaan. Paus Fransiskus dalam Laudato Si menyebut dua-duanya yakni Bumi Ibu Pertiwi dan Rumah kita[1]. “Laudato Si’, mi’ Signore”, – “Terpujilah Engkau, Tuhanku”. Dalam madah yang indah ini, Santo Fransiskus dari Assisi mengingatkan kita bahwa rumah kita bersama adalah seperti seorang saudari yang berbagi hidup dengan kita, dan seperti seorang ibu rupawan yang menyambut kita dengan tangan terbuka. ”Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang memelihara dan mengasuh kami, dan menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rumput-rumputan”.[2] Saudari ini sekarang menjerit karena segala kerusakan yang telah kita timpakan padanya, karena penggunaan dan penyalahgunaan kita yang tidak bertanggung jawab atas kekayaan yang telah diletakkan Allah di dalamnya. Kita berpikir bahwa kita adalah tuan dan penguasanya yang berhak untuk menjarahnya. Kekerasan yang ada dalam hati kita yang terluka oleh dosa, tercermin dalam gejala-gejala penyakit yang kita lihat pada tanah, di dalam air, di udara dan pada semua bentuk kehidupan. Oleh karena itu, bumi terbebani dan hancur, termasuk kaum miskin yang paling kita abaikan dan lecehkan. Ia “mengeluh dalam rasa sakit bersalin” (Roma 8:22). Kita telah melupakan bahwa kita sendiri berasal dari debu tanah (Kejadian 2:7); tubuh kita sendiri tersusun dari unsur-unsur yang sama dari bumi, dan udaranya memberi kita nafas serta airnya menghidupkan dan menyegarkan kita.[3] Yohanes Paulus II menegaskan bahwa manusia tampaknya sering “tidak melihat makna lain dalam lingkungan alam daripada apa yang berguna untuk segera dipakai dan dikonsumsi. Selanjutnya, ia menyerukan pertobatan ekologis global. Pada saat yang sama, ia mencatat bahwa hampir tak ada usaha untuk “mengamankan kondisi-kondisi moril lingkungan manusiawi”. Penghancuran lingkungan manusia merupakan perkara sangat berat, tidak hanya karena Allah telah mempercayakan dunia kepada manusia, tetapi karena hidup manusia itu sendiri merupakan anugerah yang harus dilindungi dari berbagai bentuk kemerosotan. Setiap upaya untuk melindungi dan memperbaiki dunia kita memerlukan perubahan besar dalam “gaya hidup, dalam pola-pola produksi dan konsumsi, begitu juga dalam sistem maupun struktur-struktur pemerintahan yang sudah membaku, yang sekarang ini menguasai masyarakat (…). Dengan demikian, kemampuan manusia untuk mengubah realitas harus dilakukan berdasarkan pengaruniaan segalanya oleh Allah menurut maksudNya semula.[4] Ekonomi Bermartabat Kemajuan ekonomi yang tercapai sekarang ini merupakan hasil dari pengembangan dan kemajuan yang dicapai manusia berkaitan dengan kedaulatannya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatnya korelasi ekonomi antar bangsa, sehingga pemenuhan kebutuhan manusia semakin tersedia. Gereja mengingatkan bahwa dalam semua upaya kemajuan dan peningkatan ekonomi sentralitas manusia tidak dapat ditawar. “Manusialah yang menjadi pencipta, pusat dan tujuan seluruh kehidupan sosial ekonomi” (Gaudium et Spes – GS, 63). Apa yang dimaksudkan oleh GS adalah manusia baik pribadi maupun masyarakat. Dalam arti itu Ajaran Sosial Gereja (ASG) setia pada ajaran warisan tradisi sosialnya bahwa kegiatan dan pengembangan ekonomi harus tertuju kepada pelayanan kepentingan manusia. Dalam arti itu upaya-upaya peningkatan produksi, usaha-usaha wiraswasta serta teknik-teknik produksi serta kreativitas dalam pengembangan ekonomi dipuji dan didukung[5]. Gereja juga mengingatkan bahwa pengembangan ekonomi tidak dapat direduksi hanya pada peningkatan produksi, profit, penguasaan (monopoli). Manusia sebagai pusat dan tujuan kemajuan ekonomi tidak bisa dan tidak boleh diganti oleh profit, penguasaan, peningkatan modal, apalagi dikorbankan demi profit, akumulasi atau penguasaan sumber ekonomi. Manusia, siapa pun dia harus diprioritaskan. Sesungguhnya ekonomi bukan segala-galanya dalam pembangunan, melainkan manusia dalam keutuhannya[6]. Ini berarti setiap upaya atau usaha ekonomi harus bermuara pada kesejahteraan semua manusia. Hal ini sesuai dengan pemahaman Gereja tentang kesejahteraan umum[7]. Pencapaian kesejahteraan umum, sebagai tujuan pokok usaha ekonomi menjadikan usaha membangun ekonomi itu bermartabat, dalam dua arti. Pertama, usaha tersebut tertuju kepada kepentingan hidup manusia. Upaya ekonomi menjadi bermartabat (selaras etika-moral) ketika diabdikan demi kepentingan manusiawi. Usaha ekonomi ada demi manusia agar manusia dapat hidup secara manusiawi. Kedua, usaha itu bermartabat jika manusia itu sendiri menjadi pelakunya. Hal itu merupakan manifestasi kebebasan dan otonomi manusia. Manusia seyogyanya secara mandiri dan bebas mengupayakan kesejahteraan hidupnya sendiri atau hidup bersama. Dalam rangka itu pemangku kekuasaan dalam masyarakat (baca pemerintah) berperan sebagai fasilitator atau administrator demi memastikan bahwa hak atas akses usaha ekonomi terjamin secara adil bagi setiap orang dan semua orang. Peran pemerintah sejatinya berciri subsidier. Sebagai fasilitator atau administrator kesejahteraan umum, maka pemerintah mesti menjalankan peran sebagai pendukung dan pemberdaya, tanpa mengambil alih apalagi memonopoli usaha ekonomi masyarakat. Aneksasi peran pribadi dan masyarakat oleh pemerintah, menjadikan pribadi atau masyarakat pasif dan kehilangan otonomi dan haknya. Peran pemerintah mesti diberi batas etis, yakni memberi peluang pada kebebasan dan otonomi pribadi atau bersama masyarakat mengupayakan kesejahteraannya. Dalam prinsip subsidiaritas yang diterapkan pada peranan pemerintah, pribadi dan masyarakat warga berhak atas subsidi yang diberikan pemerintah sebagai pemangku kuasa Negara, karena untuk itulah Negara ada. “Orang-orang, keluarga-keluarga dan pelbagai kelompok, yang bersama-sama membentuk masyarakat sipil, menyadari kurangnya kemampuan mereka untuk mewujudkan kehidupan yang sungguh manusiawi. Mereka memahami perlunya rukun hidup bersama yang lebih luas, yang memberi ruang kepada semua anggotanya, untuk dari hari ke hari menyumbangkan tenaga mereka sendiri demi semakin terwujudnya kesejahteraan umum (155). Oleh sebab itu mereka membentuk negara menurut pelbagai pola. Maka negara ada demi kesejahteraan umum, menemukan dasar keberadaannya sepenuhnya serta maknanya dalam kesejahteraan itu, dan mendasarkan hak kemandiriannya yang otentik padanya. Kesejahteraan umum mencakup keseluruhan kondisi-kondisi kehidupan sosial, yang memungkinkan orang-orang, keluarga-keluarga dan perhimpunan-perhimpunan mencapai kesempurnaan mereka secara lebih penuh dan lebih mudah[8]. Fenomena lain yang mengancam otonomi bahkan hak-hak ekonomi masyarakat adalah intervensi korporasi dalam upaya-upaya ekonomi suatu masyarakat. Sebagai badan usaha, orientasi usaha korporasi adalah profit. Korporasi bukan lembaga sosial atau bukan perpanjangan tangan kekuasaan yang wajib menjamin kesejahteraan masyarakat. Intervensi korporasi dalam usaha ekonomi tentu

GAGASAN DASAR APP 2020 “BUMI RUMAH KEHIDUPAN” Read More »

Konveniat Keuskupan: Memanusiakan Manusia

Tanjungkarang – Dalam rangka rekoleksi bulanan, bapak uskup bersama seluruh imam, frater, dan bruder yang berkarya di Keuskupan Tanjungkarang mengadakan peremenungan bersama dengan tema ‘Rasa Hormat’. Rekoleksi konveniat ini diadakan di Wisma Albertus, Pahoman, pada Selasa (4/2/20). RD Kornelius Anjarsi menjadi pemateri untuk mengulas tema rekoleksi ini. Mengawali permenungannya, rm Anjar mengajak seluruh peserta untuk melihat apa yang dikatakan Katekismus Gereja Katolik (KGK) tentang rasa hormat. Lebih jauh rm Anjar memasuki permenungan ini dengan melihat apa yang dikatakan Paulus dalam 1 Kor 3:16, yakni tentang manusia sebagai Bait Allah. Komunitas Kristiani merupakan kehadiran Tubuh Kristus dengan kekhasan masing-masing dalam panggilannya. Dalam sesi permenungan pribadi, rm Anjar menawarkan bahan permenungan dari kisah kebun anggur nabot, dalam 1 Raj 21:1-13. Dalam kisah itu, nampak sangat jelas tentang bagaimana proses dinamika relasional itu mendapat tempat. Ada dialog dan tawar menawar yang terjadi untuk mendapat atau memperoleh sesuatu. Dalam kisah itu juga ditampilkan tentang bagaimana dari kisah tawar menawar menuju pada dinamika ‘kekuasaan’, yang berkuasa mengalahkan ‘rasa hormat’ untuk mendapat apa yang diinginkan. Proses ini menunjukkan tentang hilangnya rasa hormat pada sesama manusia, dah bahkan rasa hormat pada Allah sendiri. Pihak ketiga ikut menentukan bergesernya arah kehormatan itu. Rekoleksi Konveniat ini mendapat puncaknya dalam ekaristi bersama. (ed.mrjo.com)  

Konveniat Keuskupan: Memanusiakan Manusia Read More »

HABITUS: Kunci Mencintai Kitab Suci

GISTING – Biarawan biarawati Keuskupan Tanjungkarang merayakan hari hidup bakti dengan mengadakan seminar dengan tema ‘Mencintai Kitab Suci’. Hari hidup bakti dirayakan setiap tanggal 2 Februari. Tahun ini studi dan perayaan hari hidup bakti dilaksanakan di Biara Gembala Baik, Gisting. Dalam kesempatan ini, tidak kurang dari 160 biarawan biarawati yang ada di keuskupan Tanjungkarang ikut hadir dan mengadakan pembaruan. Menyelaraskan dengan gerak Ardas Keuskupan, rm Ignasius Supriyatno MSF hadir sebagai nara sumber dalam studi bersama ini. Dalam sambutannya, ketua Team Kerasulan Sosial Kemanusiaan (TKSK), bruder Susanto SCJ, menjelaskan bahwa agenda ini menjadi agenda tahunan biarawan biarawati se keuskupan. Tema yang diambil dalam pembaruan hidup bakti ini merupakan wujud gerak bersama untuk semakin menghidupi Ardas Keuskupan Tanjungkarang. Br Santo juga berharap pembahasan tema ini membuat semua peserta untuk mampu semakin mencintai dan mendalami Kitab Suci. Dalam pembahasannya, rm Supri mengajak seluruh peserta fokus pada ajakan mengapa uskup Tanjungkarang, Mgr. Yohanes Harun, tahun ini mengedepankan tema tentang mencintai Kitab Suci. Salah satu point yang jelas menjadi ajakan uskup adalah supaya umat beriman semakin dekat dengan Tuhan yang menjadi Sabda. Mengutip St. Hieronimus, rm Supri menegaskan bawa tidak mungkin mengenal Kristus jika tidak membaca Kitab Suci. Maka menjadi jelas bagi umat beriman, apalagi yang secara khusus mempersembahkan diri kepada Tuhan. Sudah semestinya setiap biarawan biarawati menjadi sangat akrab dan dekat dengan Kitab Suci. Ada banyak dokumen yang diterbitkan Gereja untuk menekankan tentang Sabda Tuhan yang harus menjadi pusat hidup orang beriman. Dokumen terbaru ajakan paus adalah Aperuit Illis. Surat paus ini ditebritkan untuk merayakan Hari minggu biasa ke 3 menjadi hari minggu Sabda Allah. Hari minggu itu menjadi hari perayaan, pembacaan, perenungan, dan penyebaran Sabda Allah. Rm Supri juga menampilkan tentang keprihatinan ketua komisi Kitab Suci Kepausan yang melihat tanda-tanda bahwa banyak umat katolik yang tidak mempunyai kebiasaan untuk membaca Kitab Suci. Rm Supri juga mengajak untuk tidak hanya mendengar Sabda, tetapi membaca dan mengunyah sabda itu sendiri. Mencintai Kitab Suci tidak hanya sekedar aturan atau kewajiban, tetapi sudah semestinya mendarah daging menjadi HABITUS. Puncak perayaan ini adalah Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh rm Supri MSF, dengan konselebrasi beberapa imam lainnya. Dalam Ekaristi inilah semua biarawan-biarawati yang hadir bersama-sama membarui janji hidup bakti yang sudah dihidupi. (ed.mrjo.com)  

HABITUS: Kunci Mencintai Kitab Suci Read More »

Aku Bintang Misioner, Hari Anak Misioner ke-177

Suara riuh anak-anak meramaikan kompleks Xaverius Way Halim pada pagi hari. Mereka datang pada Sabtu, 18 Januari 2020 untuk merayakan Hari Anak Misioner ke-177 yang diadakan oleh Karya Kepausan Indonesia Keuskupan Tanjungkarang (KKI Keuskupan Tanjungkarang). Adapun tema Hari Anak Misioner ini adalah “Aku Bintang Misioner”. Acara yang diikuti oleh semua anak TK-SMP dari Paroki Bandarlampung dan juga stasi dari masing-masing paroki ini diawali dengan perayaan ekaristi yang dipimpin langsung oleh Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Uskup Keuskupan Tanjungkarang. Dalam homilinya Mgr.Yohanes Harun memanggil beberapa anak dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada anak-anak tersebut. Mulai dari apakah hapal doa Bapa Kami hingga mengenai Kardinal yang ada di Indonesia. Pada akhir homili, Mgr. Yu memberikan hadiah berupa rosario kepada anak-anak yang maju tersebut. Seusai perayaan Ekaristi, seluruh peserta berfoto bersama dengan Uskup dan para romo. Para peserta lalu menyantap makanan ringan yang mereka bawa dari rumah. Para peserta pun menunjukan bakatnya memalui pentas seni. Adapun pentas seni pada acara ini ditampilkan oleh BIA Paroki St. Yohanes Rasul, Kedaton, BIA Paroki Katedral Kristus Raja, BIA Stasi Panjang, BIA Paroki Ratu Damai, Teluk Betung, BIR Paroki Katedral Kristus Raja dan ada penampilan solo song dari Paroki St. Yohanes Rasul, Kedaton. Seusai acara pentas seni dilanjutkan dengan pelbagai macam lomba. Adapun lomba-lomba yang dilaksanakan dimulai pada pukul 11.00. Untuk anak TK, lomba mewarnai. Untuk kelas 1 dan 2 lomba mewarnai dan menceritakan gambar secara singkat. Untuk kelas 3 dan 4, menjodohkan pertanyaan dengan jawaban. Untuk kelas 5 dan 6, menceritakan gambar. Untuk SMP sendiri ada 3 macam jenis perlombaan yaitu membuat cerita bergambar, menulis puisi, dan menceritakan kembali isi Alkitab. Perlombaan berjalan selama kurang lebih 1 jam. Seusai perlombaan, para peserta dipersilahkan untuk makan siang dan menunggu pengumuman dari hasil perlombaan. Saat yang ditunggu telah tiba, pengumuman dari hasil perlombaan akhirnya diumumkan. Para peserta terlihat sangat senang ketika dibagikan hadiah. Ditemui terpisah, Didios KKI Keuskupan Tanjungkarang, Sr. Miryam. HK menyebutkan perayaan hari anak misioner sebenarnya jatuh pada Hari Raya Epifani. Namun, perayaan Hari Anak Misioner baru dirayakan di Kompleks Way Halim. Menurut, ketua panitia, Cornelius Ivan, sebanyak 695 peserta hadir belum termasuk orang tua yang mendampingi. ~Norbertus Marcell

Aku Bintang Misioner, Hari Anak Misioner ke-177 Read More »

Keuskupan Tanjungkarang

keuskupantanjungkarang.org adalah website resmi Keuskupan Tanjungkarang yang dikelola langsung oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Tanjungkarang

Kritik, usul, dan saran dapat menghubungi kami melalui komsosktjk18@gmail.com

Lokasi Kantor Keuskupan Tanjungkarang

© 2018-2024 Komsos Tanjungkarang | Designed by Norbertus Marcell

You cannot copy content of this page

Scroll to Top